Rabu, 07 Desember 2016

Psikologi Dakwah

MAKALAH PSIKOLOGI DAKWAH "CIRI-CIRI PERILAKU MANUSIA DAN PENGGERAK TINGKAH LAKU SERTA MOTIVASI DA'I"
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
NIA DARMAWATI

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Psikologi dakwah adalah ilmu bantu yang sangat diperlukan dalam menyampaikan pesan kebenaran kepada masyarakat. Manusia adalah makhluk yang memiliki keunikan psikologis, sehingga persepsi manusia bisa berbeda-beda terhadap obyek yang sama. Keberhasilan suatu dakwah tidak hanya ditentukan oleh nilai pesan yang disampaikan, tetapi ditentukan oleh bagaimana persepsi masyarakat mad’u terhadap pesan dakwah itu.
Dalam perspektip psikologi, tingkat akal dapat dipahami sebagai cara berfikir dan cara merasa. Jadi seorang da’I dalam berdakwah harus memperhatikan cara berfikir dan cara merasa masyarakat, agar mereka dapat memahami pesan dakwah seperti yang dimaksud oleh Da’i.
Manusia sebagai subjek sekaligus obyek dalam aktivitas dakwah memiliki cirri khusus yang berbeda dengan makhluk Allah lainnya. Manusia adalah hewan yang berpikir (al-insanu hayawan al-nathiq). Jika manusia menggunakan pikiran, akal dan hati nurani nya, maka ia adalah makhluk yang istimewa di muka bumi ini, karena ia memiliki pertimbangan-pertimbangan sebelum melakukan sesuatu.
Namun, jika manusia tidak lagi memfungsikan akal dan hati nuraninya maka yang ada hanyalah sifat kehawanannya. Kadar kehewanan seseorang berbeda-beda, seperti berbedanya kadar akal dan hatinya. Akan tetapi, betapapun demikiannya manusia masih memiliki cirri-ciri umum pada perilakunya, sesuatu yang membedakannya dengan hewan. Termasuk pula dalam menyampaikan pesan (Da’i) dan penerima pesan (Mad’u).
Untuk itu kami akan mendiskusikan beberapa hal yang berkaitan dengan factor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia terlebih manusia yang berlebel Da’I maupun Mad’u dalam aktifitas dakwah yang dapat dilihat dari cirri-ciri perilaku manusia, factor penggerak tingkah laku dan motivasi apa yang membentuk perilaku tersebut.

Rumusan Masalah
Melihat latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, maka kami memberikan beberapa masalah yang akan kita diskusikan, sebagai berikut :
Apa saja cirri-ciri perilaku manusia ?
Apa factor yang membentuk tingkah laku itu?
Apa motivasi yang membentuk tingkah laku tersebut?

Tujuan Pembahasan
Salah satu tujuan makalah ini kami buat adalah untuk memnuhi tugas mata kuliah Psikologi Dakwah, selain itu kita juga memiliki beberapa tujuan antara lain :
Agar Mahasiswa mampu menjelaskan ciri-ciri perilaku manusia
Agar Mahasiswa mampu menjelaskan faktor penggerak tingkah laku
Agar Mahasiswa mampu menjelaskan motivasi yang membentuk perilaku











BAB II
PEMBAHASAN
Ciri-ciri Perilaku Manusia
Cirri-ciri perilaku manusia yang membedakannya dengan makhluk lainnya ialah:
Manusia Memiliki Kepekaan Sosial
Kepekaan social artinya kemampuan untuk menyesuaikan tingkah laku dengan harapan dan pandangan orang lain. Karena manusia adalah makhluk social dan selalu membutuhkan kerjasama dengan orang lain, maka manusia selalu memperhatikan harapan dan keinginan orang lain.
Kelangsungan Tingkah Laku
Apa yang dilakukan oleh manusia setiap harinya bukanlah perbuatan yang sporadis (timbul dan hilang di saat-saat tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan atau kontinuitas. Apa yang dilakukan hari ini merupakan lanjutan dari hari kemarin, atau awal dari suatu rencana jangka panjang.
Orientasi pada Tugas
Setiap hari manusia pasti tidur. Bagi mahasiswa yang rajin atau pekerja professional, tidur bukan semata-mata karena mengantuk, tetapi diorientsikan pada tugas besok. Ketika mahasiswa akan ujian semester besok pagi misalnya, maka meskipun acara televise sepanjang malam itu bagus, maka mahasiswa secara sadar mematikan televisinya dan kemudian tidur karena ingat besok akan ujian.
Usaha dan Perjuangan
Seekor cicak di dinding kelihatan sedang berusaha utuk menangkap nyamuk yang mendekat. Apa yang dilakukan cecak tersebut memang merupakan usaha juga, tetapi sebatas usaha untuk memperoleh apa yang disediakan oleh alam. Sedangkan manusia memiliki perilaku yang menggambarkan usaha yang dipilihnya atau aspirasi dan niai-nilai yang diperjuangkannya, tidak sekadar menangkap.
Keunikan
Perilaku manusia bersifat unik, artinya hanya dia sendiri, berbeda dengan yang lain. Karena pengalaman manusia berbeda-beda, maka aspirasi, selera, dan kecenderungannya juga berbeda-beda. Hal ini berakibat pada perbedaan perilaku yang berbeda pula.
Faktor-faktor Penggerak Tingkah Laku
Dalam kehidupan sehari-hari dijumpai perilaku orang yang terkadang susah untuk dipahami. Sehingga kita sulit membedakan mana perilaku yang asli dan mana disebabkan oleh pengaruh luar. Psikologi terkadang lebih menekankan pada factor berpengaruh yang datang dari luar diri individu. Jadi, sebenarnya tingkah laku manusia dipengaruhi oleh berbagai factor. Antara lain :
Faktor-faktor Personal (Biologis)
Kebutuhan makan, minum dan istirahat
Betapapun suatu khutbah Jumat itu baik, tetapi jika jamaahnya sudah lapar, maka konsentrasinya akan terpecah. Secara psikologi orang yang lapar pikirannya cenderung didominir oleh makanan. Lapar pada tingkat tertentu dapat merusak konsentrasi pikiran dan membuat orang yang kelaparan menjadi mudah tersinggung serta susah bergaul. Dalam acara-acara dakwah semisal peringatan maulid pada masyarakat sering dijumpai, ketika mubaligh sedang berpidato, panitia mengeluarkan konsumsi dan kemudian anak-anak ribut berebut makanan. Konyolnya panitia dengan berteriak-teriak menyuruh anak-anak jangan ribut. Bagi anak-anak yang cenderung doyan makan, ceramah mubaligh pasti tak lebih berharga dibanding makanan.
Kebutuhan Seksual
Setiap manusia yang normal pasti memiliki kebutuhan seksul. Kebutuhan tersebut dalam tingkat tertentu bahkan dapat mendominir pikiran orang sehingga segala sesuatu yang merangsang inderanya diterjemahkan kepada hal-hal yang sensual. Seorang anggota Kontingen Garuda yang telah berbulan-bulan bertugas di Padang Sinai menjaga perdamaian anatara Israel dan Mesir menceritakan bahwa dalam kondisi kerinduan yang memuncak kepada istrinya yang berada jauh dari tempat ia bertugas, seekor unta yang dikenakan kerudung pun nampak seksi.
Faktor Sosiopsikologis
Factor sosiopsikologis adalah faktor karakteristik yang disebabkan oleh proses social yang dialami oleh setiap orang, dan karakteristik ini mempengaruhi tingkah lakunya. Diantaranya :
Motif Ingin Tahu
Ketika terjadi suatu peristiwa semisal banjir, gerhana atau musibah besar, orang biasanya ingin mengetahui posisi dari peristiwa itu, dan orang tidak mungkin tidak sabar menanti penjelasah dari orang, tapi berusaha menyimpulkan sendiri dengan menghubung-hubungkan dengan peristiwa lain yang boleh jadi tidak ada hubungannya sama sekali. Mereka membuat keputusan didorong oleh motif ingin tahu yang mereka miliki.
Motif Kompetensi
Setiap orang ingin diakui bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengatasi persoalan hidupnya. Perasaan mampu (kompeten) itu akan mempengaruhi perilakunya dalam mengatasi problem-problem yang dihadapinya.
Motif Cinta
Orang bukan hanya memiliki kebutuhan untuk mencintai, tapi juga untuk dicintai. Perilaku orang terpenuhi kebutuhan cintanya pasti berbeda dengan yang tidak. Orang yang terpenuhi kebutuhan cintanya mungkin menjadi optimis dan berseri-seri, sedangkan yang tidak sebaliknya.
Motif Harga Diri
Setiap orang ingin diakui kehadirannya, maka jika suatu ketika seseorang diremehkan maka harga dirinya tersinggung, dan responnya mungkin bolehjadi berusaha bangkit menunjukkan identitas dirinya (positif), atau bolehjadi sebaliknya.
Kebutuhan akan Nilai dan Makna Hidup
Seseorang yang merasa hidupnya tak bernilai cenderug akan gampang putus asa, sedang orang bernilai hidupnya cenderung selalu optimis dan pantang menyerah. Misalnya, kelompok pengangguran yang merasa tidak tersentuh oleh hasil pembangunan biasanya akan mudah sekali dihasut untuk melakukan pekerjaan merusak, seperti demonstrasi dengan merusak toko. Apa yang mereka lakukan seakan-akan mengangkat harkat meraka menjadi bermakna.
Kebutuhan akan Pemenuhan Diri
Orang bukan hanya ingin hidup, tetapi juga ingin meningkatkan kualitas kehidupannya. Apa yang dilakukan seseorang merangsang orang lain untuk bisa melakukannya. Oleh karena itu sering dijumpai ada orang yang begitu getol berusaha untuk menjadi manusia dambaan, jadi juara misalnya, karena itulah cara pemenuhan dirinya. Ada juga dengan membentuk komunitas tertentu, seorang mubaligh misalnya berusaha melakukan pemenuhan dirinya dengan membentuk organisasi ikatan mubaligh yang dengan cara itu ia merasa benar-benar mejadi mubaligh.
Sikap
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa, dalam menghadapi obyek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku terhadap obyek tertentu, misalnya, terhadap orang tertentu, makanan tertentu, gagasan tertentu, dsb. Sikap biasanya timbul dari pengalaman yang baik maupun buruk. Pengalaman diperoleh melalui proses belajar, oleh karena itu, sikap bisa diubah atau diperteguh.
Emosi
Emosi adalah kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan dan proses fisiologis. Jika seseorang dihina di hadapan orang banyak misalnya, maka akan tersinggung (kesadaran), kemudian berdebar-debar, keringatan, dan napas terengah-engah (fisiologis) dan akhirnya akan melakukan tindakan pembalasan kepada orang yang menghina (keperilakuan).
Kepercayaan
Kepercayaan termasuk factor sosiopsikologis yang besifat kognitif. Yang dimaksud dalam hal ini bukan kepercayaan keimanan terhadap suatu agama misalnya, tetapi keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau salah atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman atau intuisi. Contohnya seorang Kyai menasihati pengusaha kaya yang sedang diterpa kerugian agar mengasuh anak yatim dan bersedekah supaya rizkinya berkah. Setelah dituruti ternyata bisnisnya maju kembali, maka pengusaha itu kemudian memiliki kepercayaan bahwa anak yatim dan sedekah dapat membawa keberuntungan.
Kebiasaan
Kebiasaan adalah pola perilaku yang dapat diramalkan. Orang yang mempunyai kebiasaan sholat tahajjud, dapat diramalkan bahwa setiap tengah malam selalu terjaga dari tidur. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, dan secara relatip tidak direncanakan.
Kemauan
Kemauan adalah tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan. Kapsitas suatu kemauan biasanya berhubungan dengan kapasitas suatu sikap. Kemauan juga dipengaruhi oleh kecerdasan dan pengetahuan seseorang tentang hal yang akan dicapai; disamping modal atau energy yang tersedia untuk mencapainya.
Faktor Situasional
Aspek-aspek Obyektif dari Lingkungan
Aspek Ekologis
Lingkungan pantai yang gemuruh dengan ombak berbeda dengan lingkungan hutan yang sunyi (factor geografi), begitu juga perbedaan tingkah laku orang yang bekerja atau belajar di dalam ruangan ber-AC (lingkungan buatan) dengan bekerja di ruang yang panas atau gerah.
Aspek Arsitektur
Arsitektur suatu ruang dapat mempengaruhi pola komunikasi orang yang ada di dalamnya. Berada di ruang bawah Masjid Istiqlal di mana lorong-lorongnya seperti suasana di bandara, berbeda pengaruhnya dengan berada di ruang dalam Masjid Agung Demak yang arsitekturnya merangsang suasana sakral.


Aspek Waktu
Perilaku mahasiswa di dalam kelas pagi berbeda dengan di kelas siang, berbeda pula dengan kelas malam. Nampaknya waktu mempengaruhi kualitas pesan atau penterjemahan pesan dalam komunikasi.
Aspek Setting (Suasana) Perilaku
Tempat atau suasana tertentu berpengaruh atas perilaku tertentu. Berpidato di dalam studio rekaman misalnya akan sangat berbeda dengan berpidato di atas podium di depan audiens.
Aspek Teknologi
Bahwa teknologi berpengaruh pada tingkah laku manusia sudah jelas. Adanya TV, telepon mengubah pola perilaku manusia dalam berkomunikasi.
Aspek Sosial
Factor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia antara lain:
Struktur Organisasi
Sistem Peranan
Struktur Kelompok
Karakteristik Perilaku
Lingkungan Psikososial
Perilaku orang yang berada dalam lingkungan birokrat pasti berbeda dengan perilaku anggota LSM misalnya, karena keduanya berbeda lingkungan psikososialnya. Di lingkungan birokrat, loyalitas kepada atasan atau korps sangat dominan, mengalahkan “idealisme”, sementara di lingkungan LSM justru “idealisme” yang menjadi acuan pertama.

3. Motivasi Terhadap Tingkah Laku Dalam Proses Dakwah
Motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organism yang mengarahkan tingkah laku ke suatu tujuan atau perangsang.
Klasifikasi Motif
Sartain
Sartain membagi motif menjadi dua golongan, yaitu physiological drive dan social motives. Yang dimaksud dengan physiological drive ialah dorongan –dorongan yang bersifat fisiologis. Jika kebutuhan dorongan-dorongan ini terpenuhi maka seseorang menjadi tenang. Contoh dorongan ini, seperti rasa lapar, haus, lelah, dan sebagainya.
Social motives ialah dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia lain dalam masyarakat, seperti dorongan estetis, dorongan ingin berbuat baik (etika).
Woodworth
Woodworth mengklasifikasikan motif menjadi unlearned motives (motif-motif pokok yang tidak dipelajari) seperti rasa lapar, haus, sakit, dan sebagainya  dan learned motives (motif-motif yang dipelajari) dapat berupa perasaan suka dan tidak suka yang meliputi motif-motif untuk mendekatkan dan menjauhkan diri dari sesuatu.
Motif dalam Al-Qur’an
Ketika manusia melakukan perbuatan, disadari atau tidak sebenarnya ia digerakkan oleh suatu system di dalam dirinya yang disebut system nafs. Isyarat tentang adanya penggerak tingkah laku manusia (motif) dalam system nafs dipaparkan Al-Qur’an dalam surat Yusuf ayat 53:
( (((((( ((((((((( (((((((( ( (((( ((((((((( ((((((((( ((((((((((( (((( ((( (((((( ((((((( ( (((( (((((( ((((((( ((((((( ((((  
53. Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.
Menurut Vroom, motivasi mengacu kepada suatu proses memengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap bentuk-bentuk kegiatan yang dikehendaki. Istilah motivasi ini mencakup sejumlah konsep, seperti dorongan (drive), kebutuhan (need), rangsangan,ganjaran, dan sebagainya.
Tujuan motivasi secara umum adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan sesuatu sehingga dapat mempeoleh hasil atau tujuan tertentu. Tujuan motivasi bagi seorang dai adalah menggerakan atau memacu mad’u agar timbul kesadaran yang membawa perubahan tingkah laku sehingga tujuan dakwah dapat tercapai.

Rasulullah.SAW bersabda:
يَسِّرُوْا وَ لَا تُعَسِّرُوْا بَشِّرُوْا وَ لَا تُنَفِّرُوْا
Artinya:“Permudahlah dan jangan kau persulit, gembirakanlah dan jangan kamu mengatakan sesuatu yang menyebabkan ia lari dari padamu”.
Hadits tersebut merupakan salah satu pesan Nabi kepada kedua utusannya: Abu Musa Al Asy’ari dan Muadz bin Jabal ketika hendak berangkat ke Yaman menunaikan misi dakwah yang ditugaskan oleh Rasulullah kepadanya. Pesan tersebut mengandung nilai motivatif (kekuatan pendorong) dan persuasif (dorongan meyakinkan) terhadap orang lain tentang kebenaran yang disampaikan kepadanya. Atas dasar pesan demikian maka pihak-pihak yang menerima ajakan (dakwah) akan terbangkitlah dalam dirinya suatu daya rangsang terhadap dakwah itu dengan sukarela.
Situasi dan kondisi demikian baru dapat berkembang bilamana motivasi terhadap tingkah laku dalam proses dakwah tersebut benar-benar mengenai sasarannya. Di sinilah factor motivasi menjadi penentu bagi berhasilnya proses pelaksanaan dakwah.
Banyak para ahli psikologi menempatkan motivasi pada posisi determinant (penentu) bagi kegiatan hidup individual dalam usahanya mencapai cita-cita. Hal ini karena dalam motivasi itu terkandung suatu dorongan dinamis yang mendasari segala tingkah laku individual manusia.
Dalam proses dakwah dimana juru dakwah/penerang agama sebagai factor pemberi rangsangan dakwah dapat mengarahkan response (jawaban) si penerima dakwah kepada tujuan dakwah, yakni timbulnya proses belajar (learning) pada si penerima materi dakwah yang dimotivasikan kepadanya.
Para ahli psikologi individual maupun kelompok/sosial telah melakukan studi secara luas tentang seberapa banyak dorongan-dorongan (motive) kejiwaan yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Mereka menguraikan motive antara lain:
Motive yang mendorong aktivitas pribadi yang disebut oleh Goldstein yang didalamnya mengandung dorongan keinginan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah. Dalam praktek dakwah motive tersebut dapat dikembangkan melalui pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada orang lain untuk aktif melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuaannya dengan pengarahan kepada hal-hal yang tidak berlawanan dengan norma susila dan sosial. Persepsi individual terhadap tugas-tugas yang menjadi pilihannya di hargai sewajarnya.
Motive kepada keamanan. Motive ini dipandang oleh ahli psikologi sebagai motive yang paling asasi. Motive ini mengandung keinginan-keinginan yang didasarkan atas kebutuhan seseorang untuk melindungi dirinya dari segala bentuk ancaman. Bilamana dalam proses dakwah jaminan rasa aman tersebut dapat direalisasikan dalam bentuk situasi dan kondisi kehidupan di lingkungan masyarakat dimana dakwah sedang dilangsungkan, maka masyarakat dengan mudah akan terdorrong untuk menerima bahkan menaruh simpati serta mengaktualisasikan kedalam perilaku pribadinya. Akan tetapi bilamana sebaliknya malah menimbulkan atau mengundang ancaman dari luar, maka sudah pasti mereka akan menolak bahkan anti pati terhadap kegiatan dakwah. Biasanya keadaan demikian terjadi dalam situasi dan kondisi suhu politik dan keamanan yang sangat menuntut kepada  konformitas kegiatan-kegiatan dakwah itu.
Bila kedua motive di atas ditarik ke dalam proses dakwah. Di sini proses dakwah berada dalam tujuan pengembangan manusia secara simultan, karena hal tersebut merupakan inti kebahagiaan dunia akhirat.
Daya tarik dakwah atau tabligh kepada sasarannya sangat ditentukan oleh kemampuan mengendalikan, mengarahkan, mengembangkan dan memanfaatkan motive-motive tersebut untuk diaktualisasikan (digerakkan) dan di orientasikan kepada tujuan dakwah/penerangan agama.
















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia diciptakan oleh Allah SWT berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Ia dilahirkan memiliki cirri-ciri yang hanya dapat dipahami dan dikaji dengan makhluk lain. Akan tetapi, tidak bisa jika hanya menduganya atau mengada-ada.
Dakwah intinya adalah mengajak orang atau mempengaruhi orang agar mereka mau memenuhi ajakan da’i belum tentu orang suka di ajak-ajak. Permaslahanny ialah bagaimana caranya agar orang dengan senang hati mengikuti ajaran da’i. Untuk itu da’I harus mengetahui apa yang menyebabkan orang suka dan apa yang menyebabkan orang tidak suka. Da’I harus tau factor-faktor yang mempengaruhi dan kecenderungan-kecenderungan perilaku manusia, sehingga seruan dakwahnya sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri.
Daya tarik dakwah atau tabligh kepada sasarannya sangat ditentukan oleh kemampuan mengendalikan, mengarahkan, mengembangkan dan memanfaatkan motive-motive tersebut untuk diaktualisasikan (digerakkan) dan di orientasikan kepada tujuan dakwah/penerangan agama.
Dalam psikologi ada ungkapan word don’t mean people mean, kata-kata tidak memiliki apa-apa, manusialah yang memberi arti.

Saran
الانسان محلّ الخطاء و النّسيان
Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Maqolah tersebut mencerminkan apa yang ada dalam diri kami. Untuk itu, jika ada kesalahan dalam penulisan, tata bahasa dan hal-hal yang tidak berkenan di hati, kami mengucapkan beribu-ribu afwa mohon maaf yang sebesar-besarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Fauziah, Psikologi Dakwah
Mubarok, Achmad. 2002. Psikologi Dakwah. Pustaka Firdaus, Jakarta.
Arifin. 1997. Psikologi Dakwah. BumiAksara, Jakarta.
Faizah. 2006. Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana

Keterampilan Pribadi dalam Pengambilan Keputusan

MAKALAH PENGANTAR ILMU ADMINISTRASI "KETERAMPILAN PRIBADI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN"
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
NIA DARMAWATI

BAB II
PEMBAHASAN

Keterampilan Pribadi dalam Pengambilan Keputusan
Meskipun dalam setiap organisasi sang kepalalah yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan terakhir, namun dalam pengambilan keputusan seorang kepala harus mengikutsertakan sebanyak mungkin bawahannya.
Peranan para bawahan itu ialah sebagai berikut.
Sebagai sumber informasi dan data karena sebagaimana telah dikayakan di muka, sesuatu keputusan dapat dikatakan baik apabila keputusan itu didasarkan kepada fakta-fakta dan data-data yang sangat erat hubungannya dengan suatu masalah yang dihadapi.
 Sebagai persiapan pelaksanaan. Kiranya adalah sebagai suatu factor psikologis yang penting pula untuk melibatkan para pimpinan tingkat bawahan dalam proses pengambilan keputusan. Artinya, jika para pimpinan pada tingkat bawahan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, maka mereka akan merasa bahwa keputusan ynag diambil adalah keputusan mereka juga karena mereka dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut.
Sebagai “kritikus”. Disadari atau tidak, salah satu sifat yang baik yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin adalah sifat keterbukaan terhadap kritik, baik yang datang dari dalam maupun dari luar organisasi. Keterbukaan menerima kritik akan mengakibatkan beberapa hal yang positif, seperti:
Semakin tajamnya analisis seseorang terhadap fakta-fakta dan data-data yang dihadapinya
Pengetahuan tentang bidang-bidang mana yang menjadi kelemahan seseorang itu yang kemudian mengakibatkan kemampuan mengatasi kelemahan tersebut.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Meskipun dalam setiap organisasi sang kepalalah yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan terakhir, namun dalam pengambilan keputusan seorang kepala harus mengikutsertakan sebanyak mungkin bawahannya.
























DAFTAR PUSTAKA

Siagian, Sondang P. 2003. FILSAFAT ADMINISTRASI Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara

Manajemen Dakwah

MAKALAH MANAJEMEN DAKWAH "PERENCANAAN DAKWAH"
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
NIA DARMAWATI

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Manajerial (Al-Idariyyah) adalah meliputi Takhthith (perencanaan strategis, Tanzhim (pengorganisasian, penyusunan), Tawjih (pengarahan dan orientasi), dan Riqabah (pengawasan).
Perencanaan (takhthith) merupakan starting point dari aktivitas manajerial. Karena bagaimanapun sempurnanya suatu aktivitas manajemen tetap membutuhkan sebuah perencanaan. Karena perencanaan merupakan langkah awal bagi sebuah kegiatan dalam bentuk memikirkan hal-hal yang terkait agar memperoleh hasil yang opimal. Alasannya, bahwa tanpa adaya rencana, maka tidak ada dasar untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka usaha mencapai tujuan. Jadi, perencanaan memiliki peran yang sangat signifikan, karena ia merupakan dasar dan titik  tolak dari kegiatan pelaksanaan selanjutnya.. oleh karena itu, agar proses dakwah dapat memperoleh hasil yang maksimal, maka perencanaan itu merupakan sebuah keharusan. Segaa sesuatu itu membutuhkan rencana, segaimana dalam hadits Nabi Muhammad SAW: “Jika engkau ingin mengerjakan suatu pekerjaan, maka pikirkanlah akibatnya, maka jika perbuatan tersebut baik, ambillah dan jika perbuatan itu jelek, maka tinggalkanlah.” (H.R. Ibnul Mubarak)

Rumusan Masalah
Apa Pengertian Perencanaan Dakwah?





BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Perencanaan Dakwah
Rencana adalah suatu arah tindakan yang sudah ditentukan terlebih dahulu. Dari perencanaan ini akan mengungkapkan tujuan-tujuan keorganisasian dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan guna mencapai tujuan.
Secara alami, perencanaan adalah bagian dari sunatullah, yaitu dengan melihat bagaimana Allah SWT menciptakan alam semesta dengan hak dan perencanaan yang matang disertai tujuan yang jelas. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Q.S Sad: 27
((((( ((((((((( ((((((((((( (((((((((( ((((( ((((((((((( ((((((( ( ((((((( (((( ((((((((( ((((((((( ( (((((((( (((((((((( ((((((((( (((( (((((((( ((((
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.”

Dalam organisasi dakwah, merencanakan disini menyangkut merumuskan sasaran atau tujuan dari organisasi dakwah tersebut, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai tujuan dan menyusun hierarki lengkap rencana-rencana untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. Pada perencanaan dakwah menyangkut tujuan apa yang harus dikerjakan dan sarana-sarana.(bagaimana harus dilakukan).
Perencanaan dalam bahasa arab dikenal dengan istilah takhthith. Perencanaan dalam dakwah islam bukan merupakan sesuatu yang baru, akan tetapi aktivitas dakwah di era modern membutuhkan sebuah perncanaan yang baik dan menjadi agenda yang harus dilakukan sebelum melangkah pada jenjang dakwah selanjutnya.
Konsep tentang perencanaan hendaknya memerhatikan apa yang telah dikerjakan pada masa lalu untuk merencanakan sesuatu pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan kajian-kajian masa kini untuk melakukan prediksi masa depan.  Sebagaimana yang tersirat dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr: 18
((((((((((( ((((((((( (((((((((( ((((((((( (((( ((((((((((( (((((( ((( (((((((( (((((( ( ((((((((((( (((( ( (((( (((( ((((((( ((((( ((((((((((( ((((
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Sebuah perencanaan dikatakan baik, jika memenuhi persyaratan berikut:
Didasarkan pada sebuah keyakinan bahwa apa yang dilakukan adalah baik. Standar baik dalam islam adalah yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan hadits
Dipastikan betul bahwa sesuatu yang dilakukan memiliki manfaat. Manfaat ini bukan sekadar untuk orang yang melakukan perencanaan, tetapi juga untuk orang lain, maka perlu memerhatikan asas maslahat untuk umat, terlebih dalam aktivitas dakwah.
Didasarkan pada ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan apa yang dilakukan.
Dilakukan studi banding (benchmark) yaitu melakukan studi terhadap praktik terbaik dari lembaga atau kegiatan dakwah yang sukses menjalankan aktivitasnya.
Dipikirkan dan dianalisis prosesnya, dan kelanjutan dari aktivitas yang akan dilaksanakan.

Sebelum melakukan perencanaan dakwah ada beberapa aspek yang harus diperhatikan yaitu:
Hasil (output) dakwah yang ingin dicapai
Da’i atau paa juru dakwah yang akan menjalankannya
Waktu dan skala prioritas
Dana (capital)

Unsur-unsur kerangka perencanaan dakwah dalam bentuk langkah dan aktivitas, yaitu:
Dakwah harus memiliki visi, misi, dan tujuan utama ke depan
Mengkaji realitas, dan lingkungan yang meliputi aspek yang terkandung di dalamnya
Menetapkan tujuan yang mungkin dapat direalisasikan, yakni dengan mengikuti metode dakwah yang ada
Mengusulkan berbagai bentuk wasilah atau sarana dakwah serta menetapkan alternative pengganti
Memilih sarana dan metode dakwah yang paling cocok
Dakwah harus bisa menjawab sasaran dalam hal ini; apa tujuan dakwah? Diamana dakwah itu akan dilaksanakan? Kapan? Dan apa materi yang akan disampaikan?

Setelah beberapa bentuk aktivitas tersebut dilaksanakan, maka akan terbentuk unsur-unsur perencanaan yang meliputi:
Sasaran perencanaan
Waktu atau momen yang dibutuhkan untuk menyusun langkah/strategi dakwah
Para da’i yang akan diterjunkan sesuai dengan perencanaan tersebut
Aktivitas atau proses dakwah
Aktivitas pengawasan, evaluasi, dan penelitian

Dalam istilah manajemen, perencanaan memerlukan asas akuntabilitas kinerja pada pelaku dakwah. Asas ini menentukan, bahwa setiap kegiatan operasional organisasi dakwah dan hasil akhirnya harus dipertanggungjawabkan, baik secara moral maupun institusional kepada masyarakat.



















Komunikasi Antarpribadi

MAKALAH PENGANTAR KOMUNIKASI "KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI"
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
NIA DARMAWATI

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu, setiap makhluk akan berubah. Sama halnya dengan kondisi manusia sebagai lakon utama dalam kehidupan ini. Manusia sebagai pelaku komunikasi terbesar di dunia ini. Berbicara manusia dan kehidupan sosial yang di dalamnya terjadi proses komunikasi, maka seiring perubahan alam, komunikasi pun akan berubah. Berubah sesuai perkembangan zaman atau lebih popular dengan istilah ke-kontemporer-an.
Perubahan-perubahan akan menuntut kita untuk mempelajari lebih intens mengenai perubahan itu sendiri. Hal tersebut dilakukan adalah agar kita lebih memahami mengenai hidup ini. Sama halnya dengan perubahan yng terjadi dalam komunikasi.
Sebagai insan komunikasi, penting kiranya kita mempelajari mengenai fenomena yang terjadi proses perubahan komunikasi dari dulu hingga saat ini. Tujuannya adalah agar terwujudnya komunikasi efektif. Maka dari itu komunikasi antar pribadi sangat penting untuk dibahas dalam makalah yang kami susun karena dengan terciptanya komunikasi antar pribadi maka akan terciptanya hubungan yang akrab antara komunikator dengan komunikan sehingga tujuan yang ingin dicapai bersama akan terwujud.

Rumusan Masalah
Apa Definisi dan  Macam-macam Pendekatan Komunikasi Antarpribadi?
Apa Efektivitas Komunikasi Antarpribadi?





BAB II
PEMBAHASAN

Definisi dan Pendekatan Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang

Pemikiran Komunikasi Antarpribadi Berdasarkan Komponen-komponen Utamanya
Bittner (1985:10) menerangkan KAP berlangsung, bila pengirim menyampaikan informasi berupa kata-kata kepada penerima dengan menggunakan medium suara manusia(human voice).
Menurut Barnlund (dikutip dalam Alo Liliweri: 1991), ciri-ciri mengenali KAP sebagai berikut:
Bersifat spontan.
Tidak berstruktur.
Kebetulan.
Tidak mengejar tujuan yang direncanakan.
Identitas keanggotaan tidak jelas.
Terjadi sambil lalu.

Komunikasi AntarPribadi Berdasarkan Hubungan Diadik
Hubungan diadik mengartikan KAP sebagai komunikasi yang berlangsung antara dua orang yang mempunyai hubungan mantap dan jelas. Untuk memahami perilaku seseorang, harus mengikutsertakan paling tidak dua orang peserta dalam situasi bersama (Laing, Phillipson, dan Lee (1991:117). Trenholm dan Jensen (1995:26) mendefinisikan KAP sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik). Sifat komunikasi ini adalah:
 Spontan dan informal.
Saling menerima feedback secara maksimal.
Partisipan berperan fleksibel.
Trenholm dan Jensen (1995:227-228) mengatakan tipikal pola interaksi dalam keluarga menunjukkan jaringan komunikasi.

Pendekatan Komunikasi Antarpribadi Berdasarkan Pengembangan
KAP dapat dilihat dari dua sisi sebagai perkembangan dari komunikasi impersonal dan komunikasi pribadi atau intim. Oleh karena itu, derajat KAP berpengaruh terhadap keluasan dan kedalaman informasi sehingga merubah sikap.
Pendapat Berald Miller dan M. Steinberg (1998: 274), pandangan developmental tentang semakin banyak komunikator mengetahui satu sama lain, maka semakin banyak karakter antar pribadi yang terbawa dalam komunikasi tersebut.
Edna Rogers (2002: 1), mengemukakan pendekatan hubungan dalam menganalisis proses KAP mengasumsikan bahwa KAP membentuk struktur sosial yang diciptakan melalui proses komunikasi. Ciri-ciri KAP menurut Rogers adalah:
Arus pesan dua arah.
 Konteks komunikasi dua arah.
 Tingkat umpan balik tinggi.
Kemampuan mengatasi selektivitas tinggi.
Kecepatan jangkauan terhadap khalayak relatif lambat
 Efek yang terjadi perubahan sikap.

Efektifitas Komunikasi Antarpribadi
KAP merupakan komunikasi paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang. Menurut Kumar (2000: 121-122), lima ciri efektifitas KAP sebagai berikut:
Keterbukaan (openess).
Empati (empathy).
 Dukungan (supportiveness).
Rasa positif (positiveness).
Kesetaraan (equality).

Feedback yang diperoleh dalam KAP berupa feedback positif, negatif dan netral. Prinsip mendasar dalam komunikasi manusia berupa penerusan gagasan.
David Berlo (1997:172) mengembangkan konsep empati menjadi teori komunikasi. Empat tingkat ketergantungan komunikasi adalah:
Peserta komunikasi memilih pasangan sesuai dirinya.
 Tanggapan yang diharapkan berupa umpan balik.
Individu mempunyai kemampuan untuk menanggapi, mengantisipasi bagaimana merespon informasi, serta mengembangkan harapan- harapan tingkah laku partisipan komunikasi.
Terjadi pergantian peran untuk mencapai kesamaan pengalaman dalam perilaku empati.

Berlo membagi teori empati menjadi dua:
Teori Penyimpulan (inference theory), orang dapat mengamati atau mengidentifikasi perilakunya sendiri.
Teori Pengambilan Peran (role taking theory), seseorang harus lebih dulu mengenal dan mengerti perilaku orang lain.

Tahapan proses empati :
Kelayakan (decentering)
Bagaimana individu memusatkan perhatian kepada orang lain dan mempertimbangkan apa yang dipikirkan dan dikatakan orang lain tersebut.
Pengambilan peran (role taking)
Mengidentifikasikan orang lain ke dalam dirinya, menyentuh kesadaran diri melalui orang lain. Tingkatan dalam pengambilan peran:
Tingkatan budaya (cultural level) , mendasarkan keseluruhan karakteristik dari norma dan nilai masyarakat.
Tingkatan sosiologis (sociological level) , mendasarkan pada asumsi sebagian kelompok budaya.
Tingkatan psikologis
(psycological level) , mendasarkan pada apa yang dialami oleh individu.
Empati komunikasi (empathic communication)
Empati komunikasi meliputi penyampaian perasaan, kejadian, persepsi atau proses yang menyatakan tidak langsung perubahan sikap/perilaku penerima. Blumer mengembangkan pemikiran Mead melalui pokok pikiran interaksionisme simbolik yaitu “Manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai objek tersebut bagi dirinya.




















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Komunikasi memberikan bimbingan kepada peserta komunikasi untuk saling berbagi asumsi, perspektif dan pengertian mengenai informasi yang dibicarakan untuk memudahkan proses empati.
Peran penting dari komunikasi dalam hubungan pribadi adalah bahwa hubungan pribadi tidak dapat terpisahkan dengan komunikasi karena dapat dinyatakan semakin baik suatu hubungan pribadi, semakin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, semakin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi akan dirinya sendiri sehingga semakin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.
Efektifitas komunikasi diawali oleh motivasi dari masing-masing individu. Pesan yang disampaikan harus mampu dimengerti, dipersepsi dan mampu menghasilkan reaksi ( action) atau komunikasi antarpribadi dikatakan sukses apabila membuahkan hasil. Kualitas pesan yang disampaikan mempengaruhi efektifitas komunikasi baik secara verbal dan nonverbal. Konsep diri dari masing-masing individu yang berinteraksi menjadi point yang sangat penting dalam tercapainya efektifitas komunikasi. Namun perlu ditekankan bahwa tidak selamanya prinsip komunikasi efektif yang berhubungan dengan teori ekonomi bisa diaplikasikan, karena materi bukanlah segalanya, ada faktor-faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap efektifitas komunikasi.


DAFTAR PUSTAKA

Wiryanto. 2004. PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI. Jakarta: Grasindo




Model-Model Komunikasi

MAKALAH PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI "MODEL-MODEL KOMUNIKASI"
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
NIA DARMAWATI

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Model dapat dikatakan sebagai gambaran yang sistematis dan abstrak. Fungsinya untuk menerangkan potensi-potensi tertentu yang berkaitan dengan beragam aspek dari suatu proses. Model adalah cara untuk menunjukkan sebuah objek yang mengandung kompleksitas proses di dalamnya dan hubungan antara unsure-unsur pendukungnya.
Model diciptakan agar kita dapat mengidentifikasi dan mengkategorikan unsure-unsur yang relevan dari suatu proses. Severin dan Tankard (1992:36) bependapat bahwa model membantu kita merumuskan suatu teori dan menyarankan hubungan. Dapat dikatakan bahwa hubungan antara model dengan teori begitu erat, sehingga model sering dicampuradukkan dengan teori. Menurut Little John (1989:12) teori adalah penjelasan (explanation) sedangkan model adalah representasi (represantion).

Rumusan Masalah
Apa pengertian dan fungsi model?
Apa saja macam-macam model komunikasi?
Bagaimana karakteristik komunikasi?









BAB II
PEMBAHASAN

Pemahaman dan Fungsi Model
Menurut Little John (1989:12) model adalah “In broad sense a term model can apply to any symbolic representation of thing, process or idea.” (Dalam pengertian yang luas pengertian model dapat diterapkan pada setiap representasi simbolik dari suatu benda, proses atau ide). Model merupakan representasi dari suatu peristiwa komunikasi. Ia dapat digunakan untuk melihat unsure-unsur yang terlibat dalam proses komunikasi.
Denis MCQuail dan Sven Windahl (1986) membagi model komunikasi menjadi lima kelompok, yaitu: 1) model dasar 2) model pengaruh personal, penyebaran dan dampak komunikasi massa terhadap individu 3) model efek komunikasi massa 4) model khalayak 5) model komunikasi tentang system, produksi, seleksi dan alir media massa.
Weisman dan Barker (1967:13-14) mengemukakan bahwa model komunikasi memiliki tiga fungsi, sebagai berikut:
Menggambarkan proses komunikasi
Menunjukkan hubungan visual
Membantu menemukan dan memperbaiki kemacetan komunikasi

Sementara Deutsch mengatakan model mempunyai empat fungsi,sebagai berikut:
Fungsi pengorganisasian. Model membantu pengorganisasian unsure-unsur secara sistematis, sehingga kita mendapatkan gambaran secara holistic.
Fungsi penjelasan. Model membantu menjelaskan penyajian informasi secara sederhan.
Fungsi heuristic. Model memberikan gamabaran mengenai unsure-unsur pokok dari suatu proses atau system.
Fungsi prediksi. Model dapat mempredikiskan hasila atau akibat yang dicapai (Sendjaja, 1999:54)

Model-model Komunikasi
Model Komunikasi Intrapribadi Barnlund
Model komunikasi ini pertama kali dikemukakan oleh Dean C. Barnlund yang merupakan seorang ahli komunikasi yang berasal dari Amerika Serikat. Komunikasi intrapribadi merupakan proses pengolahan dan penyusunan informasi melalui system saraf yang berada di dalam otak kita, yang disebabkan oleh stimulus yang ditangkap oleh panca indera. Proses berpikir adalah bagian dari proses yang terjadi di setiap diri indvidu.

Keterangan :
P : Person
D : Decoding
E : Encoding
Cpu : Cues of public
Cpr : Cues of privat
Cbh nv : Cues of nonverbal behavior
+, 0, - : positive, neutral, and negative valensi.

 Model Komunikasi Antarpribadi Barnlund
Model komunikasi ini merupakan kelanjutan dri komunikasi intarpribadi. Unsure-unsur tambahan yang ada di dalam proses model komunikasi ini adalah pesan dan isyarat perilaku verbal. Dengan demikian pola dan bentuk komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih sangat dipengaruhi oleh hasil komunikasi intarpribdi masing-masing orang.
Menurut Barnlund, komunikasi antarpribadi diartikan sebagai pertemuan antara dua, tiga, atau mungkin empat orang, yang terjadi sangat spontan dan tidak terstruktur. Komunikasi antarpribadi mempunyai cirri-ciri, yaitu : Bersifat spontan, tidak terstruktur, terjadi secara kebetulan, tidak mengejar tujuan yang direncanakan, identitas keanggotaanya tidak jelas, dan terjadi hanya sambil lalu

Keterangan :
P : Person
D : Decoding
E : Encoding
Cpu : Cues of public
Cpr : Cues of privat
Cbh nv : Cues of nonverbal behavior
Cbh v : Cues of verbal behavior
M : Message

Model Stimulus Respons
Model Stimulus – Respons (S – R) adalah model komunikasi yang paling mendasar dan sederhana. Model ini terjadi apabila ada aksi maka akan timbul reaksi. Contohnya, apabila ada seorang gadis berjalan lenggak lenggok bak pragawati dan banyak pria memelototkan mata padanya sampai tak berkedip, itu merupakam pola S – R. Proses ini merupakan bentuk pertukaran informasi yang dapat menimbulkan efek untuk mengubah tindakan komunikasi (communication act).
Model S –R mengasumsikan bahwa perilaku individu karena kekuatan stimulus yang datang dari luar dirinya, bukan atas dasar motif dan sikap yang dimiliki.

Model Matematika Shannon dan Weaver
Model matematika ini sangat berpengaruh terhadap model-model dan teori komunikasi lainnya. Model Shannon dan Weaver ini mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan pesan untuk dikomunikasikan. Pemancar mengubah signal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran adalah medium yang digunakan untuk mengirim signal dari pemancar ke penerima. Adapun sasaran adalah orang yang menjadi tujuan penyampaian pesan. Suatu konsep yang penting dari model komunikasi ini adalah gangguan, yakni setiap stimulus tambahan dan yang tidak dikehendaki dapat mengganggu kecermatan pesan. Ganguan-gangguan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi.
Model matematika juga memperkenalkan konsep mengenai redundancy dan entropy. Redundancy adalah pengulangan kata yang dapat menyebabkan rendahnya entropy. Model ini juga menekankan bahwa  setiap informasi yang disajikan (message) merupakan proses komunikasi. Informasi yang disampaikan memiliki tujuan untuk menambah pengetahuan, mengubah sikap, dan perilaku individu serta khalayak. Model komunikasi ini banyak diterapkan dalam konteks komunikasi antarpribadi, public atau massa.
Menurut Shannon dan Weaver yang dikutip oleh Severin dan Tankard (1992: 39) informasi adalah “what isinformation? Information is pattern matter energy that effects the probabilities of altervatives available to an individual making decision”. (Informasi adalah energy yang terpolakan, yang mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan dari kemungkinan pilihan-pilihan yang ada)


Model Komunikasi Lasswell
Model komunikasi Lasswell merupakan ungkapan verbal berikut ini:
Who
Unsur sumber (who) megundang pertanyaan mengenai pengendalian pesan.
Says What
Unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk analisis isi.
In Which Channel
Saluran komunikasi (in which channel) menarik untuk mengkaji mengenai analisis media.
To Whom
Unsur penerima (to whom) banyak digunakan untuk studi analisis khalayak.
With What Effect
Unsur pengaruh (with what effect) berhubungan erat dengan kajian mengenai efek pesan pada khalayak.
Model Lasswell ini banyak diterapkan dalam komunikasi  massa. Namun ada kritik yang muncul terhadap model Lasswell ini yaitu terlalu menekankan pada pengaruh khalyak yang terkadang mengabaikan factor umpan balik (feed back). Umpan balik dari khalayak sangat penting bagi komunikator untuk mengetahui apakah pesan memperoleh tanggapan positif, netral atau negative.

Model Sirkuler Osgood dan Schramm
Model komunikasi ini menggambarkan suatu proses yang dinamis. Pesan ditransmisikan melalui proses encoding dan decoding. Hubungan antara encoding dan decoding layaknya sumber (encoder) – penerima (decoder) yang saling mempengaruhi satu sama lain. Namun pada tahap berikutnya penerima (encoder) dan sumber (decoder), Intepreter berfungsi ganda sebagai pengirim dan penerima pesan. Model ini menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat

Model Melvin DeFleur
Model DeFleur merupakan model komunikasi massa yang dikembangkan dari proses komunikasi antarpribadi. Model ini merupakan perluasan dari model Shannon dan Weaver dengan memasukkan unsur piranti media massa (mass medium device) dan piranti umpan balik (feedback device). Digambarkan bahwa sumber (source), pemancar (transmitter), penerima (receiver) dan sasaran (destination) merupakan tahapan-tahapan yang terpisah dalam proses komunikasi massa.
Sumber dan pemancar merupakan dua fungsi berbeda yang dilakukan oleh individu. Individu memilih symbol-simbol untuk menyatakan makna denotative dan konotatif. Hal itu disampaikan secara verbal atau dituliskan dalam symbol-simbol tertentu, sehingga berubah menjadi peristiwa  yang dapat kita baca, dengar, atau lihat, serta dapat dipersepsikan sebagai stimulus oleh khalayak. Sementara fungsi penerima adalah menerima, menerjemahkan kembali dan mengubah peristiwa informasi menjadi pesan.

Model John W. Rilley dan Maathilda W. Rilley
Proses komunikasi model ini menggunakan pendekatan sosiologi untuk mengkaji perilaku komunikasi antar manusia. Secara sosiologis, penerima (receiver) pesan (message) yang disampaikan oleh sumber/komunikator tidak secara langsung akan ditanggapi. Tetapi akan mengendalikan aksi dan reaksi terhadap pesan yang diterima. Factor-faktor yang berpengaruh terhadap diri si penerima adalah kelompok primer seperti keluarga inti dan kelompok rujukan ini. Nilai-nilai yang dianut berpengaruh terhadap pandangan, sikap, dan perilaku penerima dalam menanggapi pesan yang yang diterima.

Model Maletzke
Menurut model Maletzke, khalayak di dalam melakukan pencarian informasi, disebabkan oleh kebutuhan rasa ingin tahu (need cognition), dan gaya intuisi seseorang (personal cognition style). Keterpaan media massa dapat diukur melalui sumber-sumber media massa yang digunakan, curahan waktu untuk penerimaan pesan media, dan pemakaian jenis pesan. Tipolgi kebutuhan manusia yang dapat dipenuhi media massa adalah kebutuhan hiburan, hubungan personal, identitas pribadi, dan pengumpulan informasi.
Menurut pandangan Maletzke, khalayak tidak dipengaruhi oleh media massa dalam keadaan kosong. Pesan media merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari khalayak. Pesan itu disaring berdasarkan keyakinan, sikap, nilai-nilai dan lingkungan sosialnya.


Karakteristik Komunikasi
Karakteristik komunikasi menurut Everett M. Rogers (1986) sebagai berikut ini.
Sifat Saluran Komunikasi
Komunikasi antarpribadi
Komunikasi interaktif
Komunikasi media massa

Arus Informasi
One to few
Many to many
One to many

Sumber Khalayak
Individu
Peserta komunikasi Interaktif
Organisasi media

Segmentasi Khalayak
Tinggi (demassifikasi)
Tinggi (demassifikasi)
Rendah (massifikasi)

Tingkat Interaktif
Tinggi
Tinggi
Rendah

Arus Balik
Cepat
Bisa cepat, bisa tunda
Cepat/tunda

Asynchronicity
Rendah
Tinggi ntuk media baru
Rendah/tinggi

Emosi Sosial vs. Task-Related content
Tinggi emosional-sosial
Rendah
Rendah

Non-Verbal
Sulit
Bisa untuk media baru
Media visual bisa, media audio tidak

Kontrol Arus Informasi
Oleh peserta komunikasi
Peserta komunikasi
Control khalayak kecil

Kebebasan Pribadi
Rendah
Biasanya rendah
Tinggi


Komunikasi interaktif adalah bentuk komunikasi melalui media massa yang memiliki arus informasi bersifat dua arah dan segmentasi khalayaknya bersifat demassifikasi.
Demassifikasi berarti arus informasi yang diterima oleh khalayak bersifat pribadi. Sedangkan media massa seperti siaran televise atau radio bersifat massifikasi, karena semua orang dapat menerima pesan media tersebut.
Asynchronous diartikan sebagai proses komunikasi terus berlangsung, meskipun pihak penerima tidak berada di tempat, seperti pengiriman email, SMS, atau pemakaian answering machine pada pesawat telepon.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Model dapat dikatakan sebagai gambaran yang sistematis dan abstrak. Fungsinya untuk menerangkan potensi-potensi tertentu yang berkaitan dengan beragam aspek dari suatu proses. Model adalah cara untuk menunjukkan sebuah objek yang mengandung kompleksitas proses di dalamnya dan hubungan antara unsure-unsur pendukungnya.
Fungsi model komunikasi menurut Weisman dan Barker ada tiga, yaitu: Menggambarkan proses komunikasi, Menunjukkan hubungan visual, dan Membantu menemukan serta memperbaiki kemacetan komunikasi. Sedangkan menurut Deutsch model komunikasi mempunyai empat fungsi, yaitu: Fungsi pengorganisasian, Fungsi penjelasan, Fungsi heuristic, dan Fungsi prediksi.
Macam-macam model komunikasi, diantaranya: Model Komunikasi Intrapribadi Barnlund, Model Komunikasi Antarpribadi Barnlund, Model Stimulus Respons. Model Matematika Shannon dan Weaver, Model Komunikasi Lasswell, Model Sirkuler Osgood dan Schramm, Model Melvin DeFleur, Model John W. Rilley dan Maathilda W. Rilley, dan Model Maletzke.










DAFTAR PUSTAKA

Wiryanto. 2004. PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI. Jakarta: Grasindo

Amar Ma'ruf Nahi Munkar

MAKALAH ILMU DAKWAH "AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR"
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
NIA DARMAWATI

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Seperti tabligh, amar makruf dan nahi munkar merupakan keharusan agama dan tuntutan iman. Amar makruf merupakan bagian penting dalam dakwah, merupakan kewajiban kaum muslim baik sebagai individu maupun umat, sekaligus menjadi ciri dan karakternya yang menonjol yang membedakan masyarakat islam dengan masyarakat lain. Sebagaimana firman Allah “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia , menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”(Q.S Ali Imran: 110)
Amar makruf dan nahi munkar bisa menyelamatkan orang-orang lalai dan orang-orang ahli maksiat dan juga orang lain yang taat dan istiqomah, dan bahwa sika diam atau tidak peduli terhadap amar makruf dan nahi munkar merupakan suatu bahaya dan kehancuran, ini tidak hanya mengeni orang-orang bersalah saja, akan tetapi mencakup semuanya, yang baik dan yang buruk, yang taat dan yang jahat, yang takwa dan yang fasik.

Rumusan Masalah
Apa Pengertian dari Amar Makruf dan Nahi Munkar?
Apa Saja Adab-adab dalam Amar Makruf dan Nahi Munkar?
Bagaimana Contoh Amar Makruf dan Nahi Munkar?
Apa Saja hambatan-hambatan dalam Amar Makruf dan Nahi Munkar?
Siapa Saja yang Berkewajiban Amar Makruf dan Nahi Munkar?
 Apa Ancaman Bagi yang Tidak Melaksanakan Amar Makruf dan Nahi Munkar?




BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Amar Makruf dan Nahi Munkar
Kedudukan umat islam adalah sebagai umat terbaik (khair ummah) seperti terlihat dengan jelas dalam ayat ini:
((((((( (((((( (((((( (((((((((( (((((((( ((((((((((( ((((((((((((((( (((((((((((( (((( ((((((((((( ((((((((((((( (((((( ( (((((( ((((((( (((((( ((((((((((( ((((((( ((((((( ((((( ( ((((((((( ((((((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((((( (((((  
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”(Q.S Al-Maidah: 110)

Sebagai umat terbaik, umat islam berdasarkan ayat ini berkewajiban melakukan tiga hal. Pertama, amar makruf menyuruh manusia kepada kebaikan. Menurut Quthub, makruf adalah system dan tata nilai islam itu sendiri. Amar makruf adalah usaha menanamkan dan membudayakan nilai-nilai islam dalam kenyataan individu, keluarga, dan masyarakat.
Kedua, nahi munkar, mencegah manusia dari kemungkaran. Menurut Sayyid Quthub , munkar adalah system dan tata nilai jahiliyah. Jahiliyah, seperti telah disinggung di muka, bukanlah suatu fase kehidupan pada masa lalu, tetapi system hidup dan tata nilai yang bersumber dari pemikiran yang menolak ketuhanan Allah swt. Dalam perspektif ini, nahi munkar berarti mengenyahkan system dan tata nilai jahiliyah, dan menggantikannya dengan system dan tata nilai islami.
Ketiga, iman kepada Allah swt ini merupakan dasar dari dua tugas sebelumnya. Menurut Quthub, iman harus menjadi pusat orientasi dari setiap khair ummah. Amar makruf dan nahi munkar yang dilakukan haruslah dalam kerangka iman dan ibadah kepada Allah. Iman juga harus menjadi satu-satunya kriteria penilaian dalam menetapkan mana yang makruf dan munkar.

Adab-adab Amar Makruf dan Nahi Munkar
Berilmu, yaitu hendaknya ia tidak hanya mengetahui titik kemungkaran dan kema’rufan, tapi juga harus mengetahui cara yang baik untuk memerintah dan melarang. Jadi orang yang melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar harus berilmu, minimal terhadap apa yang ia cegah dan apa yang ia perintahkan.
Kasih sayang, pelaku amar ma’ruf dan nahi mungkar harus menghiasi dirinnya dengan sifat kasih sayang dan sabar, karena sifat emosional terkadang bisa mengakibatkan kegagalan dalam nahi mungkar bahkan bisa melipatgandakan kemungkaran lingkungannya bertambah luas.
Adil, pelaku nahi mungkar harus bersikap adil, dan tidak dzalim terhadap pelaku kemungkaran, dimana kebaikan-kebaikannya dilupakan dan kejelekannya di besar-besarkan. Pelaku nahi mungkar harus mengatakan dengan apa adanya kenyataan.
Hikmah, hikmah adalah menempatkan segala sesuatu pada proporsinnya. Di antara hikmah adalah anda menempatkan kelemahan-lembutan pada proporsinya dan menempatkan kekerasan pada proporsinya.
Sabar, sesungguhnya jiwa dan hati manusia itu ada saatnya untuk menerima dan menolak, oleh karena itu, termasuk kemashlahatan memperhatikan mad’u disaat mau menerima kalimat-kalimat baik, bersikap lemah lembut kepadanya, dan mencari siasat untuk sampai kedalam hatinya.

Contoh Amar Makruf dan Nahi Munkar
Proses amar makruf dan nahi munkar, menurut Quthub, harus memperhatikan akar permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, tanpa memperhatikan masalah ini, tugas amar makruf dan nahi munkar ini dapat dipastikan tidak akan berjalan efektif. Dalam kaitan ini, Quthub memberikan beberapa contoh. Dalam masyarakat yang semua kegiatan ekonominya didasarkan pada system riba, maka seluruh harta yang diperolehnya menjadi haram. Dalam keadaan demikian, tentu tidak seorang pun dapat makan dari harta yang halal. Hal ini, karena system social dan ekonominya tidak didasarkan kepada syariah Allah.
Begitu juga, manusia tidak akan dicegah dari keburukan dalam masyarakat yang undang-undangnya tidak melarang perzinahan dan tidak menghukum pelakunya dengan hukum atau syariah Allah. Manusia tidak puka dapat dicegah dari perbuatan mabuk-mabukan dalam masyarakat yang undang-undannya memperbolehkan jual beli minuman keras, dan tidak menghukum para pelakunya. Juga, manusia tidak dapat dicegah dari memaki dan memusuhi agama Allah dalam masyarakat yang tidak beriman kepada Allah, serta tidak mengakui kekuasaan Allah dan tidak menyembah-Nya, melainkan menyembah kepada tuhan-tuhan selain Allah. Ini semua, menurut Quthub, memberi pelajaran bahwa amar makruf dan nahi munkar harus dilakukan sesuai dengan tamtangan dan kebutuhan yang terjadi dalam masyarakat.

Hambatan-hambatan Amar Makruf dan Nahi Munkar
Rasa malu
Merasa dirinya adalah orang yang masih melakukan maksiat
Merasa saudaranya ahli maksiat jadi tidak pantas melakukan amar makruf dan nahi munkar kepada orang lain
Merasa sia-sia melakukan amar makruf dan nahi munkar karena sudah tidak ada yang mendengar dan menghiraukan
Sebagian manusia takut terhadap gangguan.
Ada orang yang tidak mau beramar ma’ruf dan nahi mungkar dengan alasan takut fitnah.

Kewajiban Melakukan Amar Makruf dan Nahi Munkar
Amar makruf dan nahi munkar sebagai bagian dari proses membangun dan mewujudkan system islam, tentu bukanlah pekerjaan yang ringan, bahkan sangat berat. Hal ini didasarkan pada kenyataan dan berbagai kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat. Diantara mereka terdapat orang yang suka menyombongkan diri, ada penguasa yang berbuat zalim dan sewenang-wenang. Di situ, ada pemalas yang tidak mau bekerja keras. Diantara mereka ada pula orang yang menentang kebaikan dan menyuruh manusia pada keburukan dan kejahatan. Kenyataan demikian mengkhendaki agar amar makhruf dan nahi munkar harus selalu diupayakan dan dilaksanakan sedapat mungkin baik dengan tangan, lisan, maupun hati, seperti sabda Nabi saw yang artinya “Barangsiapa diantara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ia harus mengubahnya dengan lisanya. Jika tidak mampu, maka ia harus mengubahnya dengan hatinya. Namun, yang demikian adalah selemah-lemahnya iman.”
Nahi munkar dalam hadits ini memerlukan kesiapan dan keberanian dari setiap muslim. Sungguh disayangkan bila kini kaum muslim tidak memiliki keberanian dan kesanggupan melaksanakan nahi munkar dengan tangan dan lisan mereka. Lalu, yang tinggal hanyalah selemah-lemahnya iman, yaitu mencegah kemunkaran dengan hati mereka. Sesungguhnya ini merupakan batas minimal yang tidak bisa tidak, mesti dilakukan, bila mereka betul-betul seorang muslim.

Ancaman Tidak Melaksanakan Amar Makruf dan Nahi Munkar
Allah swt mengecam keras dan mengutuk orang-orang yang membiarkan kemunkaran seperti kecaman dan kutukan Allah swt kepada Bani Israil. Allah berfirman:
(((((( ((((((((( ((((((((( (((( (((((( (((((((((((( (((((( ((((((( (((((((( (((((((( (((((( (((((((( ( ((((((( ((((( ((((((( (((((((((( ((((((((((( ((((   (((((((( (( ((((((((((((( ((( ((((((( ((((((((( ( (((((((( ((( (((((((( ((((((((((( ((((  
78. Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.
79. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan Munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (Q.S Al-Maidah: 78-79)

Dalam ayat lain Allah mengingatkan orang-orang beriman agar tidak membiarkan berbagai tindak kejahatan terjadi di depan mereka. Apabila mereka acuh tak acuh terhadap kejahatan itu, maka azab Allah akan menimpa mereka pula. Allah berfirman:
((((((((((( (((((((( (( ((((((((( ((((((((( ((((((((( ((((((( (((((((( ( (((((((((((((( (((( (((( ((((((( ((((((((((( ((((  
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.” (Q.S. Al-Anfal: 25)

Mengomentari ayat tersebut, Sayyid Quthub menyatakan bahwa suatu masyarakat yang membiarkan kezaliman dan tidak berusaha menghadapi orang-orang yang berbuat kezaliman itu, maka mereka layak mendapat hukuman seperti halnya orang-orang yang berbuat kezaliman itu. Hal demikian, menurut Quthub, karena islam adalah system hidup yang secara aktif mengajarkan tanggung jawab sosial (manhaj takafuli ijabi). Oleh karena itu, islam tidak pernah membenarkan seorang bepangku tangan dan berdiam diri, sementara berbagai tindak kejahatan dan kezaliman terjadi di depan matanya. Sikap semacam ini, sama sekali tidak dapat ditolerir, dan tidak dapat membuat yang bersangkutan terhindar dari siksa Allah swt.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Amar makruf dan Nahi Munkar merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang melaksanakannya berdasarkan  tahapan-tahapan sesuai hadits nabi saw “Barangsiapa diantara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ia harus mengubahnya dengan lisanya. Jika tidak mampu, maka ia harus mengubahnya dengan hatinya. Namun, yang demikian adalah selemah-lemahnya iman.”
Terdapat ancaman jika tidak melakukan amar makruf dan nahi munkar, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Maidah:78-79 dan Al-Anfal: 25 seperti yang telah dijelaskan di atas.
Melakukan amar makruf dan nahi munkar juga ada adab-adabnya, diantaranya: berilmu, kasih sayang, adil, hikmah, dan sabar.
















DAFTAR PUSTAKA

Ismail, A. Ilyas. 2006. Paradigma Dakwah Sayyid Quthub. Jakarta: Permadani
Al-Audah, Salman dan Ilahi, Fadli. 1993. AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar




Perkembangan Islam Pada Masa Dinasti Umayyah

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM "PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH"
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
NIA DARMAWATI

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Catatan emas telah ditorehkan umat islam dalam membangun peradaban islam di muka bumi ini. Selama hampir 9 abad peradaban islam menguasai dunia. Bermula dari kepemimpinan Rasulullah, Khulaur Rasyidin, dan pasca Khulafaur Rasyidin. Dimana salah satunya adalah dinasti Bani Umayyah yang berkuasa selama 90 tahun. Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan 41H/661M di Damaskus dan berlangsung hingga 132H/750M. Sejarah telah membuktikan prestasi yang ditorehkan Bani Umayyah ini.

Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Umayyah?
Siapa sajakah para khalifah Dinasti Umayyah?
Apa sajakah kemajuan yang dialami Dinasti Umayyah?
Apa penyebab kehancuran Dinasti Umayyah?

















BAB II
PEMBAHASAN

SEJARAH BERDIRINYA DINASTI UMAYYAH
Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abd Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa Jahiliyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.
Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyah di samping sebagai pendiri daulah Bani Abbasiyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota kekuasaan islam dari Kufah ke Damaskus.
Muawiyah berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya dikarenakan kemenangan diplomasi di Siffin dan terbunuhnya Khalifah Ali. Melainkan karena dari semula gubernur Suriah itu memiliki “basis rasional” yang solid bagi landasan pembangunan politiknya di masa depan. Pertama, adalah berupa dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Kedua, sebagai seorang administrator, Muawiyah sangatlah bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Ketiga, Muawiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati karena dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan meskipun ada tekanan dan intimidasi, bahkan kemampuannnya mencapai tingkat “hilm” yaitu tingkat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekkah zaman dahulu.

PARA KHALIFAH DINASTI UMAYYAH
Masa kekuasaan Dinasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya 90 tahun, dengan 14 orang khalifah, diantaranya:

No
Nama Khalifah
Tahun Masehi
Tahun Hijriyah

1
Muawiyah bin Abu Sufyan
661-680
41-60

2
Yazid bin Muawiyah
680-683
60-64

3
Muawiyah bin Yazid
683-684
64-64

4
Marwan bin Hakam
684-685
64-65

5
Abdul Malik bin Marwan
685-705
65-86

6
Al-Walid bin Abdul Malik
705-715
86-96

7
Sulaiman bin Abdul Malik
715-717
96-99

8
Umar bin Abdul Aziz
717-720
99-101

9
Yazid bin Abdul Malik
720-724
101-105

10
Hisyam bin Abdul Malik
724-742
105-125

11
Al-Walid bin Yazid
742-743
125-126

12
Yazid bin Walid bin Malik
743
126

13
Ibrahim bin Al-Walid
743-744
126-127

14
Marwan bin Muhammad
744-750
127-132


Diantara 14 khalifah yang memimpin, hanya 5 orang khalifah lah yang mencapai kepemimpinan maksimal, yaitu:
Muawiyah bin Abi Sufyan
Muawiyah adalah bapak pendiri Dinasti Umayyah. Dialah tokoh pembangun yang besar. Bahkan kesalahannya yang mengkhianati prinsip pemilihan kepala Negara oleh rakyat, dapat dilupakan orang karena jasa-jasa dan kebijakan politiknnya yang mengagumkan.
Abdul Malik bin Marwan
Ia adalah orang kedua terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah yang disebut-sebut sebagai ‘Pendiri Kedua’ bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqh. Ia telah berhasil mengembalikan sepenuhnya integritas wilayah dan wibawa kekuasaan keluarga Umayyah dari segala pengacau Negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya.
Al-Walid bin Abdul Malik
Pada masa pemerintahannya, kekayaan dan kemamkmuran melimpah ruah. Kekuasaan islam melangkah ke Spanyol. Ketika kekayaan melimpah maka ia sempurnakan pembangunan gedung-gedung, pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para kafilah yang berlalu lalang di jalur tersebut. Ia juga membangun Masjid Al-Amawi yang terkenal hingga masa kini di Damaskus.
Umar bin Abdul Aziz
Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat namun Umar merupakan ‘lembaran putih’ Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh berbagai kebijakan daulah Umayyah yang banyak disesali. Ia juga merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih.

Hisyam bin Abdul Malik
Ia dapat pula dikategorikan sebgai khalifah yang terbaik karena kebesihan pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan, berakhlak mulia dan tergolong teliti terutama dalam soal keuangan, di samping bertakwa dan berbuat adil.

MASA KEMAJUAN DINASTI UMAYYAH
Kemajuan dalam perluasan wilayah dan penaklukan militer
Menurut Prof. Ahmad Syalabi, penaklukan militer mencakup tiga front penting, yaitu sebagai berikut.
Front melawan bangsa Romawi di Asia Kecil dengan sasaran utama pengepungan ke ibu kota Konstantinopel, dan penyerangan ke pulau-pulau di Laut Tengah.
Front Afrika Utara. Selain menundukan daerah hitam Afrika, pasukan muslim juga menyebrangi Selat Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
Front timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga operasi ke jalur ini dibagi menjadi dua arah. Yang satu menuju utara ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun (Ammu Darya). Sedangkan yang lainnya ke arah selatan menyusuri Sind, wilayah India bagian barat.
Kemajuan dalam bidang politik
Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat Majelis Penasihat sebagai pendamping, juga menunjuk beberapa orang sekretaris untuk membantu pelaksanaan tugas, yang meliputi:
Katib Ar-Rasail, menyelenggarakan administrasi dan surat-menyurat dengan para pembesar setempat.
Katib Al-Kharraj, menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran Negara.
Katib Al-Jundi, menyelenggarakan berbagai hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
Katib Asy-Syurtah, menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
Katib Al-Qudat, menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.
Kemajuan dalam bidang social budaya
Bani Umayyah telah membuka terjadinya kontak antar bangsa-bangsa muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang terkenal memiliki tradisi yang luhur seperti Persia, Mesir, Eropa, dsb. Hubungan tersebut kemudian melahirkan kreativitas baru yang menakjubkan dibidang seni terutama seni bangunan (arsitektur), Bani Umayyah mencatat pencapaian yang gemilang seperti Dome of the Rock (Qubah Ash-Shakhra) di Yerussalem menjadi monumen terbaik yang dikagumi banyak orang.
Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan
Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut.
Pengembangan Bahasa Arab
Pengembangan bahasa arab yang dilakukan adalah dengan menjadikan bahasa arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha Negara dan pemerintahan sehingga pembukuan dan surat menyurat harus menggunakan bahasa arab, yang sebelumnya menggunakan bahasa Romawi atau Persia.
Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Marbad adalah sebuah kota kecil yakni di kota satelit dari Damaskus yang didirikan sebagai pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Ilmu Qiraat
Adalah ilmu seni baca Al-Qur’an yang telah dibina pada masa Khulafaur Rasyidin yang kemudian pada masa Dinasti Umayyah dikembangkan sehingga menjadi cabang ilmu syariat yang sangat penting. Pada masa ini lahir para ahli qiraat ternama seperti Abdullah bin Qusair dan Ashim bin Abi Nujud.
Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-Qur’an sebagai kitab suci diperlukan interpretasi pemahaman secara komprehensif. Minat untuk menafsirkan Al-Qur’an dikalangan umat islam bertambah. Pada masa perintisan ilmu tafsir, ulama yang membukukan ilmu tafsir yaitu mujahid (w.104 H)


Ilmu Hadits
Pengembangan ilmu hadits yaitu dengan mengumpulkan hadits, menyelidiki asal usulnya, sehingga akhirnya menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan ilmu hadits.

MASA KEHANCURAN DINASTI UMAYYAH
Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa factor Dinasti Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran, yaitu sebagai berikut.
System pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab, yang lebih menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan system pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai konflik politik yang terjadi pada masa Ali. Sisa-sisa Syiah dn Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka maupun tersembunyi. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
Sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan awam kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
Pertentangan etnis antara Suku Arabia Utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada pada zaman sebelum islam semakin meruncing sehingga mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.
Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib.





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dinasti Umayyah adalah kelanjutan kepemimpinan islam dalam melanjutkan system peradaban pasca Khulaur Rasyidin. Kurang lebih pemerintahan Bani Umayyah dipegang selama 90 tahun (661M-750M) dengan 14 khalifah yang  menggunakan system kepemerintahan monarki absolute (turun temurun). Ekspansi besar-besaran yang dilakukan masa kepemerintahan Bani Umayyah meliputi daerah-daerah Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina dan masih banyak lagi. Diantara 14 khalifah yang mancapai kepemimpinan maksimal hanya 5 khalifah, yakni: Muawiyah bin Abu Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Al-Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz, Hisyam bin Abdul Malik. Runtuhnya kepemimpinan Bani Umayyah dikarenakan beberapa factor, diantaranya: system pemerintahan yang yang tidak jelas hingga terjadi persaingan diantara keluarga, sisa konflik semasa Ali dan Muawiyah yang belum tuntas penyelesaiannya, dan terpedaya pada kehidupan elit/mewah oleh sebagian khalifah.

















DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2014. SEJARAH PERADABAN ISLAM. Jakarta: AMZAH
Saepudin, Didin. 2007. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press

Publik Speaking

MAKALAH PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI "PUBLIC SPEAKING"
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
NIA DARMAWATI

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap orang pasti merasa tidak percaya diri ketika berbicara di depan umum. Akibatnya, muncul suatu persepsi bahwa untuk menjadi seorang public speaking haruslah memiliki kemampuan yang mendasar yakni keterampilan atau softskill. Ketidakpercayaan diri itu dipengaruhi oleh kurangnya penguasaan materi yang akan disampaikan, status, penampilan, atau kecerdasan yang dimiliki oleh calon pendengar. Secara langsung hal ini akan menyebabkan rasa depresi atau gugup. Maka dari itu, dibutuhkan sebuah keterampilan atau softskill dari dalam diri individu serta potensi yang mereka punya hanya butuh untuk ditampilkan.

Rumusan Masalah
Apa istilah public speaking ?
Apa tujuan public speaking?
Apa saja metode dalam public speaking?
Apa saja factor percaya diri dari public speaking?
Apa saja strategi dan persiapan dalam public speaking?
Bagaimana berkomunikasi yang efektif terkait pemahaman tentang teknik-teknik yang benar untuk menjadi public speaking ?











BAB II
PEMBAHASAN
Istilah Public Speaking
Kamus Merriam-Webster mengartikan public speaking sebagai "the act or skill of speaking to a usually large group of people". Public speaking adalah aksi atau keterampilan berbicara kepada sekelompok besar orang.
Istilah public speaking dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mungkin karena masih sulit dicarikan terjemahannya. Istilah yang semakna dengan public speaking dalam KBBI adalah "pidato", yaitu "pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak".Public speaking adalah keterampilan yang dapat dilatih, dipraktekkan, dan dimanfaatkan untuk memberi manfaat sesuai dengan kebutuhan audience, antara lain untuk menyampaikan informasi, memotivasi, membujuk dan mempengaruhi orang lain, mencapai saling pengertian dan kesepakatan, meraih promosi jabatan, mengarahkan kerja para staf, meningkatkan penjualan produk/keuntungan bisnis dan membagikan pengetahuan yang dimiliki seseorang.

Tujuan Public Speaking
Tujuan public speaking tidak terlepas dari tujuan komunikasi, yaitu menyampaikan pesan atau ide kepada publik dengan metode yang sesuai sehingga publik bisa memahami pesan atau ide, dan kemudian memperoleh manfaat dari pesan tersebut. Sehubungan dengan ini seorang public speaker pun dituntut untuk mampu memilih metode yang tepat untuk menyampaikan pesannya.Penerapan public speaking disadari dari atau tidak, kita seringkali melakukan public speaking dalam menjalani kehidupan sehari-hari, bahkan oleh mahasiswa sekalipun. Mengutarakan pendapat di dalam rapat, bercerita kepada teman-teman di sekitar, dan presentasi di depan kelas merupakan segelintir contoh dari penerapan public speaking.

Metode Public Speaking
Metode public speaking yang dimaksud dibagi menjadi empat jenis, yaitu :
Impromptu speech, artinya seseorang untuk menyampaikan gagasannya tidak melakukan banyak persiapan. Dengan kata lain seorang public speaking bekerja secara mendadak.
Manuscript speech, artinya seseorang dapat melihat naskah saat menyampaikan gagasannya.
Extemporaneous speech, artinya seseorang tanpa menggunakan naskah dapat menyampaikan gagasannya dengan lebih informatif dan komunikatif. Dalam hal ini pembicara bebas berimprovisasi.
Memoriter/Memorizing, artinya public speaking dengan menyampaikan hafalan naskah pidato.

Faktor percaya diri Public Speaking
Sebagian besar orang justru lebih takut ketika akan menghadapi orang banyak. Untuk mengatasinya, kita harus menemukan karakter sejati diri kita. Karakter sejati ialah kepribadian diri yang telah diarahkan kepada kepribadian yang diinginkan. Jika telah terbentuk karakter sejati, maka seseorang akan terlepas dari ketakutan dan rasa gugup. Seorang tokoh, Dale Carnegle, berpendapat bahwa cara tercepat dan terbaik untuk mengalahkan rasa takut adalah dengan melakukan apa yang kita takutkan.Selain itu, rasa takut dan gugup dapat diminimalkan dengan melakukan beberapa pendekatan, yaitu :
pendekatan rasional, artinya berpikir untuk tidak menjadi seorang penakut dan menguatkan motivasi komunikasinya saat berbicara.
pendekatan fisik, yakni dengan melakukan relaksasi dan mendatangkan rasa sakit sementara yang dimaksudkan untuk mengalihkan rasa sakit itu sendiri
pendekatan mental, yang dapat dilakukan dengan memvisualisasikan audiens dan berbicara pada diri sendiri untuk meyakinkan diri sebelum tampil
tindakan praktis, yakni dengan membuat persiapan yang optimal dan bertindak seolah-olah berani saat berbicara.

Strategi dan persiapan yang baik sebelum berbicara di depan publik
Tugas seorang public speaker adalah menyampaikan ide kepada audiens dan ide tersebut berpotensi untuk mempengaruhi tindakan audiens. Untuk itu, sangat diperlukan persiapan yang optimal sebelum melakukan presentasi di depan audiens. Saya merangkum strategi dan persiapan tersebut dalam lima hal, yaitu :
 Pengenalan Audiens, pengenalan audiens dapat membekali kita dalam memilih bahan, menyusun, dan menyajikannya dengan strategi yang tepat. Untuk mengenali calon audiens, terdapat hal-hal umum diantaranya: jumlah audiens, rentang usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, sosial-politik-ekonomi, dan adat budaya. Sedangkan hal khusus diantaranya: motivasi kedatangan audiens, tingkat pengetahuan auidens, dan kemungkinan reaksi atau sikap audiens
Pengorganisasian materi, semakin banyak informasi yang dapatkan maka akan semakin baik persiapan materinya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: Mengetahui informasi yang dibutuhkan, Mengetahui sumber informasi, Memilih beberapa informasi dari beberapa kumpulan yang telah didapatkan, dan Menyusun struktur materi.
Pengenalan tempat, seorang pembicara yang baik akan mengenali terlebih dahulu medan dimana ia akan berbicara. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: Hadir sekurang-kurangnya satu jam sebelum acara dimulai untuk melihat kondisi fisik secara keseluruhan, Pastikan posisi saat akan berbicara, Perhatikan outdoor atau indoor, dan Perhatikan syarat kebutuhan anda untuk berbicara, seperti kelengkapan audio visual
Penampilan fisik, audiens cenderung akan memberikan penilaian ketika mendapat kesan pertama yang diberikan oleh pembicara. Maka dari itu, banyak hal yang harus diperhatikan secara mendetil, antara lain: a)Kerapian, kebersihan, dan kesesuaian pakaian b)Kenampakan fisik saat tampil, seperti: Berdiri santai tetapi tegap, Kaki harus rapi dan terlihat sopan, Keadaan tangan santai dan dapat melakukan gerakan yang seproporsional mungkin, Wajah terlihat meyakinkan tetapi tidak tegang.

Teknik-teknik Public Speaking
Untuk menjadi pembicara yang menarik dan dapat memberikan pengaruh bagi pendengar, diperlukan teknik-teknik public speaking, antara lain :
Teknik Ice Breaking(Pembukaan yang menarik)
Pembukaan adalah impresi pertama, artinya hal itu dapat mempengaruhi pandangan audiens terhadap public speaker selama presentasi. Sesingkat apapun waktu untuk melakukan presentasi, pembukaan tetaplah harus penuh kehangatan. Pembukaan dapat dilakukan dengan sebuah ilustrasi atau cerita yang sedang marak, tetapi relevan dengan topik pembiaraan.
Teknik Vokal
Penyampaian vokal yang baik didapatkan apabila seorang public speaking menguasai tiga hal berikut :
Pernapasan
Posisi yang baik untuk mengontrol pernapasan adalah berdiri tegak agar memberikan ruang yang lebih baik kepada paru-paru. Untuk berbicara di depan publik, diperlukan ruang suara yang solid agar dapat menyampaikan kalimat yang panjang pada volume suara yang benar.
Volume
Keberhasilan dalam berbicara tidak selalu ditentukan oleh kerasnya suara. Volume suara ketika berbicara di depan publik hanya sedikit lebih keras dari volume berbicara sehari-hari. Berbicara dengan volume keras hanya diperlukan pada bagian-bagian tertentu saja. Selebihnya, berbicara keras terlalu sering dapat menyebabkan tenggorokan rusak dan audiens pun bosan.
Ekspresi vocal
Ekspresi adalah faktor penting dalam pengolahan suara. Ekspresi terdiri dari tiga komponen, yaitu: a) pitch, faktor tinggi rendahnya suara, b) pace, faktor kecepatan berbicara, c) phrasing,faktor kecakapan memenggal kalimat, dan disertai dengan jeda.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kepentingan akan kemampuan berbicara di depan publik sudah sangat mutlak. Kemampuan ini mendasari kesuksesan setiap orang diberbagai bidang. Seorang public speaker dengan perannya sebagai pemberi pengaruh dan manfaat bagi para pendengar dituntut untuk tampil meyakinkan. Semua perkataan, penampilan, dan perilakunya dapat saja menjadi inspirasi bagi para pendengarnya. Untuk itu, unsur motivasi komunikasi harus melekat dalam diri seorang public speker guna menghindari kekhawatiran-kekhawatiran yang membuat ia ragu dengan kemampuannya.
Ketenangan seorang public speaker ditentukan oleh kesempurnaan persiapannya. Kemudian setiap proses pelaksanaanya dilakukan dengan sistematis. Maka, seorang public speaker akan mendapatkan kesuksesan apabila ia telah berhasil menjalankan strateginya dan menerapkan teknik-teknik berkomunikasi yang efektif. Strategi dan teknik tersebut dilaksanakan sebelum berbicara, saat berbicara, setelah berbicara, dan selama proses pengulangan kegiatan dikesempatan berikutnya.







Filsafat Dakwah

MAKALAH FILSAFAT DAKWAH "Klasifikasi Mad'u dan Pilihan Metode"
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
NIA DARMAWATI


BAB I 
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setelah pemaparan bahwa setiap manusia adalah mad’u, yaitu pihak yang diseru ke jalan Allah, maka perbincangan mengenai klasifikasi mad’u  tidak bisa lepas dari pengklasifikasian manusia dalam keterkaitannya dengan dakwah. Sebut saja, dakwah dalam proses menyosialisasikan dan mewujudkan kebenaran, maka klasifikasi mad’u merupakan sebuah proses pengidentifikasian perkelompok manusia dalam menerima kebenaran itu.
Secara mrndasar, klasifikasi  mad’u ini tidak ada hubungannya dengan memetak-metakan kelompok atau pengkastaan golongan manusia atas manusia lainnya. Lebih dari itu, pengklasifikasian mad’u memiliki maksud untuk memperoleh pengetahuan tentang karakter-karakter yang khas dimiliki oleh suatu kelompok mad’u tertentu yang tidak terdapat pada lainnya.
Rumusan Masalah
Apa Saja Klasifikasi Mad’u Menurut Sikapnya Terhadap Dakwah?
Apa Saja Pengelompokkan Mad’u Berdasarkan Antusiasnya Kepada Dakwah?
Apa Saja Pengelompokkan Mad’u Berdasarkan Kemampuannya Menangkap Pesan Dakwah?
Bagaimana Kategori Mad’u Menurut Kayakinannya?
Apa dan Bagaimana Metode Hikmah?
Apa Itu Mau’izhah Hasanah ?
Apa dan Bagaimana Debat yang Terpuji (al-Jadal al-Hasna)?
Apa dan Bagaimana Tindakan Balasan yang Setimpal (Iqabah bi al-Mitsl)?




BAB II
PEMBAHASAN
Klasifikasi Mad’u
Pengklasifikasian mad’u  ini sangat berguna untuk menentukan pilihan metode dakwah yang tepat sasaran (efektif dan efisien). Objek dakwah di sini digolongkan menurut empat kategori, diantaranya:
Klasifikasi Mad’u Menurut Sikapnya
Pakar dakwah Abdul Karim Ziadan dalam buku Ushul al-Dakwah, mengelompokan manusia dalam empat kategori berdasarkan sikap dakwahnya. Diantaranya:
Al-mala'
Dalam Al-Qur'an, secara terminologi al-mala' digunakan untuk arti kelompok sosial yang berstatus sebagai pemuka masyarakat (asyraf al qaum), pemimpin masyarakat (ru'usahum),  atau yang memiliki wewenang atas masyarakat (sadatuhum). 
Berikut adalah karakteristik kelompok mad'u ini dalam kaitan sikapnya terhadap kebenaran dakwah:
Kelompok al-mala adalah kaum eksekutif yang memiliki pengaruh besar terhadap dakwah apabila mereka beriman, karena mereka memiliki kemampuan untuk mengakomodasi massa dan memiiki pengaruh besar dalam membentuk opini public. Masuk kelompok ini adalah pemuka politik yang bereperan besar untuk menggalang kekuatan massa dan pemuka agama yang memiliki pengaruh dalam pembentukan opini public dan sikap keagamaan masyarakat.
Karena kelompok al-mala memiliki posisi yang istimewa, maka kelompok ini cenderung subjektif dan dipengaruhi oleh rasa gengsi yang teramat tinggi sehingga memiliki kecenderungan antipati terhadap kebenaran yang disampaikan dai, apalagi jika yang menyampaikannya adalah orang yang dipandang tidak memiliki status sosial yang tinggi dalam masyarakat. Ini merupakan sisi negative kelompok mad’u ini.
Meskipun begitu, kelompok al-mala ini merupakan aset penting dalam dakwah, karena kelompok ini merupakan panutan dan sumber rujukan orang banyak.
Sikap represif, kooperatif, atau setengah hati kelompok al-mala, sangat terkait erat dengan kepentingan subjektif dan hubungan mereka dengan dai karena mereka adalah kelompok yang mempertahankan status quo dalam masyarakat. Mereka bersikap repsesif jika mereka memandang kebenaran dakwah dapat membahayakan status quo-nya. Ketika kebenaran dakwah dinilai sebagai suatu hal yang sekunder dan komplementer, maka sikapnya berubah menjadi setengah hati. Mereka juga akan menyambut dakwah dengan penuh antusias dan kooperatif jika dirasa kebenaran dakwah itu dapat mengukuhkan statusnya dan menunjang kepentingannya.

Jumhur al-nas
Secara bahasa, jumhur al-nas berarti kelompok mayoritas, merupakan kelompok terbesar dalam masyarakat. Mereka umunya terdiri dari kaum lemah yang merupakan lapisan terbesar dalam suatu masyarakat. Dalam bahasa Indonesia jumhur al-nas setara dengan rakyat jelata. Meskipun sebagai mayoritas mereka adalah orang yang selalu berada di bawah kewenangan penguasa (al-mala'). 
Dari sudut historis, mayoritas manusia yang merupakan kaum lemah secara faktual adalah mereka yang paling simpatik dan cepat menerima seruan dakwah para rasul. Dari sudut psikologis, mayoritas manusia terdiri dari kaum fakir-miskin, dan orang-orang lemah adalah mereka yang selalu berjuang melawan penindasan dan kesewenang-wenangan penguasa kaun elite. Dalam kondisi seperti itu secara kejiwaan mereka senantiasa mendambakan tampilnya sosok berwibawa yang memiliki ketulusan untuk bersama-sama memperjuangkan nasib mereka. Sementara kehadiran rasul dan dakwahnya yang membawa muatan ajaran-ajaran pembebasan dan persamaan, mampu membangkitkan optimisme dan melahirkan harapan-harapan sebagai modal untuk memperjuangkan kehidupan masyarakat yang lebih baik. 
Disamping potensi positif dari mayoritas manusia yang tanggap dakwah, mereka juga memiliki potensi negatif yang ditengarai juga mampu menghambat akselerasi dakwah. Seperti diketahui, mayoritas manusia adalah kaum lemah, baik dalam arti fisik maupun intelektual. Secara psikis, mereka juga dikenal sebagai kelompok yang merindukan sosok "ratu adil" atau "pahlawan" yang bersimpatik kepada nasib mereka dan bersedia memperjuangkan kehidupan mereka ke arah yang lebih baik. Nah, dalam kondisi tersebut terkadang dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan yang mengatas namakan kelompok mayoritas untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Al-munafiqun
Menurut Al-Ashfahany, kemunafikan adalah suatu sikap keagamaan yang timpang alias tidak utuh, yaitu menerima agama dari satu sisi, tetapi menolaknya dari sisi yang lain (al-dukhul fi syar'i min babin wa al-khuruj anhu min babin). Kemunafikan juga dianalogikan sebagai lubang tikus, dari luar memang tidak kelihatan, namun dari dalam menggerogoti  iman secara perlahan-lahan. Dengan demikian, seseorang bisa disebut munafik jika keislamannya hanya sebatas formalitas, yakni sekedar untuk memperoleh pengakuan dari golongannya. 
Dari perspektif al-Qur'an, pertama-tama yang diperlu kita pahami adalah fakta bahwa munafik dan kemunafikan tidak lepas dari konteks ayat-ayat Madinah. Al-Qur'an mendeskripsikan munafiqun sebagai kelompok orang yang secara eksplisit mengakui kerasulan Nabi Muhammad, namun pengakuan tersebut dilaksanakan secara terpaksa, yakni sebagai tameng demi menjaga harta dan nyawa mereka dari ketentuan kaum muslimin. 
Fakta kemunculan kelompok munafik dilatar belakangi oleh motif politis yang kemudian berkembang menjadi persoalan agama. Hal ini, karena antara risalah yang dibawa Rasulullah dan politik yang dijalankanya sebagai alat pendukung kesuksesan dakwah, sangatlah erat dan tidak bisa dipishkan antara satu dan yang lainnya, sehingga untuk menguasai Rasulullah dan mencapai tujuannya, orang-orang munafik merasa perlu (pura-pura) beriman dan mengikuti risalah islam walaupun terpaksa. Karena kedekatan politik dan risalah itu pula, penghianatan dari segi politik ditengarai akan menjadi ancaman bagi kelangsungan risalah dakwah. Dari penjelasan ini kemudian diperoleh kejelasan alasan dibalik kecaman keras wahyu atas kaum munafik yang ketika itu bukan hanya menjadi polemik politik, tetapi sudah menyentuh persoalan agama.    

Kelompok Pelaku Maksiat (al-'Usat)
Kata al-'usat merupakan bentuk jamak (plural) dari kata 'asin, berarti pendurhaka, adalah orang yang suka melakukan dosa dan maksiat. Mereka adalah orang-orang yang diakui memiliki komitmen terhadap keyakinan fundamental Islam, namun keyakinan ini tidak mampu diimplementasikan dalam realitas kehidupan. Lebih dari itu, bahkan kerap kali menunjukan prilaku yang berlawanan dengan apa yang diyakininya itu. Maksiat dapat terjadi, dalam kondisi seseorang dimana vested interest lebih kuat kecenderungannya dari pada komitmen transdentalny. Kewajiban dai adalah menunjukan sikap bersahabat (al-Isyfaq) dan membimbingnya dengan sabar serta welas asih (rahmat), seperti halnya membimbing orang yang berjalan di pinggir jurang dalam malam yang gelap gulita, dan bukan menyudutkan dan caci maki.

Pengelompokan Mad’u Berdasakan Antusiasnya Kepada Dakwah
Sikap mad’u terhadap seruan dakwah, al-Qur’an menyebut tiga kelompok mad’u yaitu:
Kelompok yang bersegera dalam menerima kebenaran (al-sabiquna bi al-khairat)
Kelompok ini menurut pakar tafsir Wahbah al-Zuhayli yaitu golongan mad’u yang cenderung antusias pada kebaikan dan tanggap terhadap seruan-seruan dakwah baik wajib maupun sunah. sebaliknya mereka amat takut mengerjakan hal yang diharamkan oleh agama, dan berusaha menghindari yang dimakruhkan atau malah hal yang masih dibolehkan (mubah).
Kelompok pertengahan (muqtasid)
Menurut pakar tafsir Wahbah al-Zuhayli, kelompok ini adalah golongan pertengahan, mengerjakan hal yang wajib dan meninggalkan yang haram. Namun dalam waktu yang bersamaan mereka kerap kali melakukan hal yang makruh dan kurang tanggap dalam kebaikan yang sunnah.
Kelompok yang menzalimi sendiri (zhalim linafsih)
Kelompok yang terakhir cenderung mengabaikan hal yang wajib dan kerap melakukan larangan-larangan agama. Menurut Biqa’I justru kelompok ini yang paling banyak ditemukan.

Pengelompokan Mad’u Berdasarkan Kemampuannya Menangkap Pesan Dakwah
Adapun pengelompokan mad’u berdasarkan kemampuannya dalam menangkap pesan dakwah dalam hal ini filsuf kenamaan Ibn Rusyd membagi dalam tiga kelompok. 
ahl al-burhan
Kelompok ini yang sering bersinggungan dengan kebenaran dikarenakan pengetahuannya yang mendalam. Dalam kedudukan sosialnya mereka merangkap mad’u sekaligus dai. Kelompok ini seperti para dai, sarjana, pemikir, dan ilmuwan.
ahl al-jidal
Kelompok ini, manusia yang tidak mampu mengidentifikasi kebenaran kecuali setelah melewati proses dialetik dan sintesis atau dialog melalui adu argumentasi. Dengan kata lain kelompok ini seseorang yang sedang mencari hakikat kebenaran.
ahl al-kitab
Kelompok ini memiliki pemahaman yang rendah dan tidak tertarik dengan pendekatan dialektis dan belum mampu memahami hakikat terdalam agama. Untuk itu caara menasihati yang baik dalam menyampaikan pesan dakwah. 

Kategori Mad’u menurut keyakinannya
Dalam al-Qur’an, non muslim dalam artian mereka yang tidak mengimani Muhammad sebagai Rasul, juga digolongkan dalam banyak kelompok, misalnya ahl al-kitab, musyrikun, dan kafirun. Menurut Abdul Moqsith Ghazali. Kelompok musyrikun mewakili kaum pagan Qurasih yang tdak mengimani Muhammad sebagai Rasul dan tidak memiliki pegangan kitab suci pun. Sedangkan kelompok kafirun merupakan kelompok yang gemar menutup-nutupi kebenaran dan memutar balikan fakta dari golongan musyrikin maupun ahl al-kitab (ahl al-kitab yang dimaksud sekelompok agama di dunia yang memiliki kitab suci dan tidak terbatas pada penganut Nasrani dan Yahudi). Pandangan al-Qur’an tentang kelompok ahl al- kitab Maqisith menjelaskan, adalah lebih positif ketimbang pandangan al-Qur’an tentang musyrikun

Mad’u dan Pilihan Metode
Metode dakwah bersifat dinamis dan kontekstual, sesuai dengan karakter objek yang sedang dihadapi. Kitab suci Al-Qur’an telah mengariskan nilai-nilai universal terkait dengan metode atau langkah dakwah sebagaimana yang tertera dalam Q.S An-Nahl: 125-126
(((((( (((((( ((((((( ((((((( (((((((((((((( (((((((((((((((( (((((((((((( ( (((((((((((( ((((((((( (((( (((((((( ( (((( (((((( (((( (((((((( ((((( (((( ((( (((((((((( ( (((((( (((((((( ((((((((((((((((( (((((   (((((( ((((((((((( (((((((((((( (((((((( ((( (((((((((( ((((( ( ((((((( (((((((((( (((((( (((((( (((((((((((((( (((((   
125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
126. Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.


Metode Hikmah
Ditinjau dari terminology hikmah merujuk kepada pengertian ketepatan berkata dan bertindak serta memperlakukan sesuatu secara bijaksana.
Menurut Al-Qahtany, hikmah dalam konteks metode dakwah tidak dibatasi hanya dalam bentuk dakwah dengan ucapan yang lembut, taghrib (nasihat motivasi), kelembutan, dan amnesty, seperti yamg selama  ini dipahami orang. Lebih dari itu, hikmah sebagai metode dakwah juga meliputi seluruh pendekatan dakwah dengan kedalaman rasio, pendidikan, nasihat yang baik, dialog yang baik pada tempatnya, juga dialog dengan para penentang yang zalim pada tempatnya, hingga meliputi kecaman, ancaman, dan kekuatan senjata pada tempatnya. Dari sini diperoleh pemahaman bahwa pendekatan hikmah adalah induk dari semua metode dakwah yang intinya menekankan atas ketepatan pendekatan terkait dengan kelompok mad’u yang dihadapi.
Bagi al-Qahtany, ada tiga hal yang menjadi tiang dakwah dengan hikmah, yakni 1)Dakwah hikmah dengan ilmu, berarti mengerti tentang seluk-beluk syariat dan dasar-dasar keimanan di samping perlu juga memahami ilmu-ilmu inovasi yang dapat memperdalam keimanan mad’u. 2)Dakwah hikmah dengan kesantunan, adalah suatu bentuk pendekatan dakwah yang mengambil jalan tengah antara dua titik ekstrem, emosional dan kepandiran. Seorang yang berdakwah dengan hikmah, kata al-Qahtany, mampu mengendalikan emosinya yang berlebihan dihadapan mad’u sehingga ia tidak kehilangan kemampuannya untuk memikirkan atau menilai sesuatu tanpa dasar rasional. 3)Dakwah hikmah  dengan kedewasaan berpikir menghendaki pendekatan yang matang dalam menyampaikan dakwah, tidak tergesa-gesa yang membuat dai berbuat serampagan tanpa perhitungan.
Metode dakwah ini sangat cocok dengan mereka yang termasuk kelompok cendikiawan dan para pemuka masyarakatnya, baik kelompok ulama, maupun pemimpin politknya.
Mau’izhah Hasanah  
Pendekatan dakwah ini dilakukan dengan perintah dan larangan disertai dengan unsur motivasi (targhib) dan ancaman (tarhib) yang diutarakan lewat perkataan yang dapat melembutkan hati, menggungah jiwa, dan mencairkan segala bentuk kebekuan hati, serta dapat menguatkan keimanan dan petunjuk yang mencerahkan. Pendekatan ini terdiri dalam bentuk pengajaran dan pembinaan. Dalam bentuk pengajaran dilakukan dengan menjelaskan keyakinan tauhid disertai pengamalan implikasinya dari hukum syariat yang lima yakni wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah. Adapun dalam bentuk pembinaan yaitu dilakukan dengan penanaman moral dan etika serta menjelaskan efek dan manfaatnya dalam kehidupan bermasyarakat, disamping menjauhkan mereka dari perangai-perangai tercela yang dapat menghancurkan kehidupan. 
Agar metode ini tepat sasaran, harus memerhatikan lima hal ini. Pertama, memerhatikan dengan seksama jenis kemungkinan yang berkembang sesuai konteks waktu dan tempat. Kedua, mengukur skala prioritas kemungkaran yang mesti lebih dahulu ditangani sesuai derajat kerusakannya di masyarakat. Ketiga,memikirkan efek yang ditimbulkan dari segi psikis, sosial, kesehatan hingga financial. Keempat, menghadirkan argumentasi agama terkait dengan efek kemungkaran. Kelima, jika mau nasiahat-nasihat ini dapat didokumentasikan dalam bentuk tulisan bertema yang mengupas bahaya suatu kemungkaran dalam hidup manusia serta motivasi mereka untuk bertobat.  
Debat yang Terpuji (al-Jadal al-Husna)
Pendekatan dakwah ini dilakukan dengan dialog  yang berbasis budi pekerti yang luhur, tutur kalam yang lembut, serta mengarah kepada kebenaran yang disertai argumentasi demonstrative rasional dan tekstual sekaligus, dengan maksud menolak argument batil yang dipakai lawan dialog. Debat yang terpuji dalam dakwah tidak memiliki tujuan pada dirinya sendiri. Ia lebih ditujukan sebagai wahana untuk mencapai kebenaran dan petunjuk Allah SWT. Dakwah melalui pendekatan ini sangat tepat diterapkan kepada kelompok mad’u yang masih dalam pencarian kebenaran, tetapi bukan termasuk kelompok awam termasuk juga untuk orang-orang non muslim yang bersahabat. 
Dialog terpuji ini pertama kali dimaksudkan bukan untuk mengajak mereka beriman, tetapi untuk hidup damai berdampingan dengan umat islam dan bersama mewujudkan kehidupan yang manusiawi dan beradab. Namun, jika dalam proses pencarian kesepakatan itu mereka ternyata membuka hati dan menerima hidayah islam itu adalah sangat baik, tetapi jika mereka sebatas sepakat saja tanpa beriman, mereka tidak boleh dipaksa dengan alasan apapun, karena Allah Maha Mengetahui siapa yang menyimpang dari jalan Nya dan siapa yang mendapat petunjuk.
Kategori mad’u munafik yang diperlakukan sebagai muslim juga didekati melalui metode ini. Metode ini dimaksudkan untuk mempertegas kebenaran yang masih mereka sangsikan serta mengikis kepura-puraan beragama. Dengan begitu, diharapkan mereka tidak lagi menjadi beban bagi dakwah islam atau tidak lagi menjadi musuh dalam selimut.
Tindakan Balasan Setimpal (Iqabah bi al-Mitsl)
Dalam pemetaan metode dakwah, pendekatan balasan setimpal masih berada dalam lingkup dakwah bi al hikmah yang diistilahkan dengan hikmat al quwwah atau juhad qitaly (jihad perang). Maksud yang ingin dicapai dengan pendekatan dakwah ini adalah untuk menolak fitnah terhadap dakwah islam, menghadirkan kebebasan beragama, dan menumpas kesewenang-wenangan.
Pendekatan dakwah ini ditujukan untuk kelompok mad’u kafir, yaitu mereka yang gemar menutup-nutupi kebenaran, tidak kooperatif, dan tidak mau bersahabat, menghalangi dakwah dan berniat menghancurkan dan memusuhi agama, baik dari kelompok munafik maupun non muslim.
Walaupun pendekatan dakwah ini berbasis kekerasan dan ketegasan, tetapi dalam praktiknya tidak menghendaki perlakuan serampangan dengan hawa nafsu, lebih dari itu tetap diputuskan di atas hikmah dan moral islami.
Metode dakwah ini menurut al-Qahtany juga berlaku terhadap kaum muslim dalam wujud hadd dan ta’zir. Penggunaan pendekatan dakwah ini dimaksudkan untuk memperoleh stabilitas sosial dengan bertindak tegas terhadap setiap pelanggar hukum yang telah ditetapkan bersama. 




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengklasifikasian mad’u sangat berguna untuk menentukan pilihan metode dakwah yang tepat sasaran (efektif dan efisien). Objek dakwah di sini digolongkan menurut empat kategori, pertama sikap mad’u terhadap seruan dakwah, kedua antusias terhadap dakwah, kemampuan dalam memahami dan menangkap pesan dakwah, dan keempat, kelompok mad’u berdasarkan keyakinannya.
Metode dakwah bersifat dinamis dan kontekstual, sesuai dengan karakter objek yang sedang dihadapi. Kitab suci Al-Qur’an telah mengariskan nilai-nilai universal terkait dengan metode atau langkah dakwah sebagaimana yang tertera dalam Q.S An-Nahl: 125-126 yakni: metode hikmah, mauizhah hasanah, debat yang terpuji (al-Jadal al-Husna), dan tindakan balasan yang setimpal (Iqabah bi al0-Mitsl).
















DAFTAR PUSTAKA

Ismail, A. Ilyas dan Hotman, Prio. 2011. Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam. Jakarta: Kencana