Pengertian Masyarakat
Masyarakat adalah orang-orang yang saling berinteraksi dalam suatu wilayah terbatas yang diarahkan oleh kebudayaan mereka (Macionis, 2000: 32).
Ciri-ciri Masyarakat
Menurut Soerjono Soekanto (dalam Abdul Syani, 1987) menyatakan ciri-ciri pokok masyarakat adalah sebagai berikut :
Manusia yang hidup bersama
Bercampur untuk waktu yang lama
Mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan
Mereka merupakan suatu system hidup bersama
Syarat-syarat Masyarakat
Dalam buku sosiologi karangan Abu Ahmadi (1985), menyatakan syarat-syarat masyarakat adalah sebagai berikut:
Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang
Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama disuatu daerah tertentu
Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.
Kebutuhan-kebutuhan Masyarakat
Kebutuhan subsistens
Kebutuhan subsistens adalah kebutuhan jasmaniyah, seperti kebutuhan akan udara, makanan,air,tempat bernaung, rasa sayang, menghindari stress, dan keikutsertaan dalam sebuah sistem keyakinan bersama. Pemenuhan kebutuhan subsistens ini biasanya memerlukan berbagai usaha kerja, seperti berburu, mengumpulkan atau memproduksi makanan.
Kebutuhan distribusi
Kepemilikan kekayaan subsistens itu perlu didistribusikan ke seluruh anggota masyarakat.
Kebutuhan reproduksi biologis
Kebutuhan reproduksi biologis bertujuan agar mayarakat tetap eksis dan survive dan biasanya dilakukan melalui pernikahan.
Kebutuhan transmisi budaya
Masyarakat perlu mentransmisikan budaya mereka, kebiasaan, nilai-nilai, ide-ide, dalam masyarakat kepada anggota baru mereka agar bisa terus bertahan dan berlanjut.
Kebutuhan perlindungan
Anggota masyarakat perlu menghindari tindakan yang merusak dan masyarakat keseluruhan membutuhkan perlindungan dari ancaman luar.
Kebutuhan untuk komunikasi
Untuk memenuhi kebutuhan diatas, maka anggota masyarakat perlu mengkomunikasikannya dengan sesame anggota yang lainnya (Persell, 1987: 48)
Bentuk-bentuk Masyarakat
Masyarakat Pemburu dan Pengumpul Buah-buahan
Masyarakat pemburu dan pengumpul buah-buahan adalah masyarakat yang memenuhi kebutuhan susbsistens dengan memburu binatang untuk diambil dagingnya dan mengumpulkan buah-buahan.
Dalam melaksanakan perburuan dan pengumpulan ini, mereka membagi kerja berdasarkan jenis kelamin dan faktor usia. Berdasarkan jenis kelamin laki-laki pada umumnya bertugas memburu binatang, sementara perempuan mengumpulkan buah-buahan dan mengasuh anak-anak mereka. Sedangkan berdasarkan faktor usia untuk anak-anak yang masih kecil ikut membantu mengumpulkan buah-buahan, sementara laki-laki dewasa ikut berburu (Parsell, 1987: 49).
Hidup dan matinya masyarakat ini amat tergantung pada alam. Jika alam masih mampu melayani kebutuhan subsistens mereka, maka denyut kehidupan akan tetap terus bertahan. Tetapi jika tidak, maka tidak ada keluarga, sanak keluarga maupun sahabat, karena masing-masing berjuang untuk bertahan hidup secara sendiri-sendiri. Meraka akan punah dari muka bumi karena dilanda kelaparan hebat. Pada musim paceklik buah-buahan dan perburuan, kehidupan menjadi sangat kejam. Anak-anak sebagiannya dibunuh atau dibiarkan mati karena keterbatasan bahan makanan. Sementara orang yang sudah tua akan lebih memilih mati dan memberi kesempatan kepada yang lain untuk betahan hidup.
Masyarakat Pastoral dan Hortikltural
Masyarakat pastoral adalah masyarakat yang menggembala sekawanan binatang ternak, sementara masyarakat hortikultural adalah masyarakat yang sudah mulai bercocok tanam di ladang.
Ciri masyarakat pastoral tetap hidup dengan cara berpindah-pindah (nomadik) sementara masyarakat horticultural kehidupannya dengan cara menetap (Persell, 1987: 51).
Hewan ternak yang dipelihara oleh masyarakat pastoral diantaranya domba, kambing bandot, dan sapi untuk diambil manfaatnya terutama susu, kulit, dan dagingnya.
Untuk masyarakat horticultural telah menemukan alat berupa cangkul sederhana dan kayu pelubang tanah untuk menanam bibit. Dengan alat-alat sederhana untuk bercocok tanam dan usaha menggembala hewan ternak, masyarakat pastoral dan horticultural dapat mencukupi kebutuhan subsistens mereka bahkan tak sedikit barang dan hasil tanam yang mereka dapatkan mengalami surplus. Akhirnya barang berlebih ini bisa diperjual belikan.
Pergeseran nilai-nilai dan keyakinan bersama juga terjadi di masyarakat hunting dan gathering ke masyarakat pastoral dan horticultural. Menurut Macionis (ibid), masyarakat hunting dan gathering yang sangat kecil penguasaannya pada alam menganggap alam ini dikendalikan oleh roh para dewa. Sementara masyarakat pastoral yang memiliki penguasaan atas pengelolaan hewan ternak percaya bahwa tuhan-lah pencipta dunia ini. Karena itu, masih menurut Macionis, kata “pastor” sesungguhnya merupakan istilah dalam teologi Kristen dan Yahudi yang memandang bahwa Tuhan adalah “penggembala” yang menjaga seluruh makhluk hidup.
Masyarakat Pertanian
Jika masyarakat horticultural mengolah tanah dan ladang berukuran kecil, pada masyarakat pertanian tanah yang diolah berukuran besar dan luas dengan menggunakan alat bajak.
Jika pastoral memanfaatkan hewan pada susu, daging, dan kulitnya, maka masyarakat pertanian selain memanfaatkan ketiganya juga memanfaatkan tenaganya. Tenaga hewan seperti sapi bisa digunakan untuk menarik alat bajak (Kornblum, 2000: 100).
Masyarakat ini dicirikan dengan adanya kemajuan teknologi, ditemukannya roda putar, bilangan angka, tulis menulis, dan meluasnya penggunaan baja membuat masyarakat ini melesat maju meninggalkan model masyarakat yang lalu. Roda putar digunakan untuk alat transportasi semacam kendaraan roda yang ditarik, bilangan angka dan tulis menulis diguakan dalam proses jual beli dan penarikan pajak dan logam baja digunakan untuk alat pembuatan uang sebagai alat tukar resmi dalam proses jual beli. Inilah masa dimana masyarakatnya bisa mengandalkan banyak hal, tidak semata-mata kekuatan alam yang berasal dari hewan dan tumbuhan, tapi juga skill, keilmuan, dan uang (Kornblum, ibid).
Ciri kunci lain dari masyarakat ini adalah bahwa mereka menggunakan system stratifikasi tertutup dan rigid. Dengan teknologi baru tanah menjadi kekayaan paling berharga bagi kerajaan, maka mayoritas masyarakat dibutuhkan untuk bekeja di lapangan pertanian. Orang-orang dituntut untuk bekerja melayani tuannya, menjadi budak atau buruh yang bekerja untuk para elit. Dengan kondisi ini, hanya sedikit saja kesempatan orang untuk berpindah dari status yang satu ke status yang lain. Ini berarti masyarakat pertanian bisa dikategorikan sebagai masyarakat tertutup (Kornblum, ibid).
Seiring berkembangnya model masyarakat pertanian, muncul pula institusi-institusi lain seperti agama. Dulu keyakinan pada dewa-dewa di masyarakat ditentukan oleh keyakinan dewa yang dianut keluarga tertentu. Lalu perubahan besar terjadi pada masa pertanian ini, yakni lahirnya berbagai agama besar seperti Islam, Kristen, Budha, Hindu, Yahudi. Disebut “agama” karena ia berhak dipeluk oleh semua orang, bukan keluarga tertentu. Agama juga menempatkan Tuhan yang Esa untuk mengganti posisi dewa-dewa local yang dianut oleh masyarakat sebelumnya (Kornblum, ibid).
Masyarakat Industri
Masyarakat industri adalah masyarakat yang menghasilkan produksi barang-barang dengan menggunakan mesin dan bahan bakar yang lebih hebat.
Cirinya memindahkan pekerjaan itu ke pabrik yang mendapat pengawasan dari orang lain (bukan dari keluarganya seperti masyarakat pertanian) (Macionis, 2000: 42).
Masyarakat industry menjadi masa peralihan antara tradisional dan modern.
Ferdinand Tonnies menawarkan istilah gameinschaft dan gasellschaf.
Gameinscaft adalah masyarakat tradisional yang memiliki hubungan personal yang dekat pada kelompok atau komunitas yang kecil.
Gasellschaft adalah masyarakat modern yang terorganisir dengan baik tetapi memiliki hubungan yang bersifat impersonal diantara anggota-anggotanya.
Menurut Tonnies, masyarakat industri yang kompleks mengembangkan struktur sosial gasselschaft seperti pabrik-pabrik dan birokrasi-birokrasi pemerintahan yang mendominasi kehidupan sehari-hari dunia modern (Kornblum, 2000: 107, bdk. Persell, 2987: 56-57).
Pengertian Struktur Sosial
Menurut Soerjono Soekanto (1983), bahwa struktur sosial diartikan sebagai hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial dan antara peranan-peranan.
Ciri-ciri Struktur Sosial
Diferensiasi
Startegi subsistens dan perubahan besar dalam transisi masyarakat memberi pengaruh pada struktur sosial masyarakat. Ciri yang paling mencolok adalah adanya diferensiasi kedudukan. Diferensiasi kedudukan adalah posisi yang tidak sama yang ada di masyarakat. Misalnya ada pemimpin dan anak buah.
Perubahan masyarakat kearah yang lebih modern mungkin juga merubah diferensiasi fungsional mayarakat. Diferensiasi fungsional adalah meningkatnya pembagian kerja (division of labor) di masyarakat. Sementara pembagian kerja adalah tugas khusus yang dibebankan pada berbagai anggota sebuah kelompok, organisasi, atau komunitas kelompok. Intinya dengan adanya pembagian kerja ini masyarakat menjadi sangat kompleks. Contoh pembagian kerja di lingkungan sekolah, ada kepala sekolah, guru, staf karyawan, satpam dan lain-lain.
Status
Status adalah posisi sosial seseorang pada kedudukan tertentu yang mendapat pengakuan sosial. Setiap status menjalin hubungan relasional satu sama lain. Karena itulah masing-masing status dibebankan oleh harapan dan tanggung jawab. Contohnya, kepala sekolah bertanggung jawab kepada bawahannya untuk membuat kebijakan yang adil, sementara bawahannya diharapkan patuh terhadap kebijakan tersebut.
Setiap orang terkadang memiliki banyak status yang dinamakan seperangkat status (status set). Misalnya, seorang anak dalam keluarga, ia juga menjadi kakak atau adik bagi saudaranya, teman untuk lingkungan mainnya, dsb.
Diantara status yang kita miliki ada yang diperoleh sejak lahir dan melalui usaha. Ascribed status adalah posisi sosial sejak lahir atau diluar kehendak dirinya. Contoh, terlahir sebagai laki-laki ataupun perempuan. Achieved status adalah posisi sosial yang diperoleh dengan sengaja dan status itu menjadi ukuran kemampuan dan pilihan hidupnya. Contoh, menjadi mahasiswa terbaik. Pada umumnya status itu merupakan kombinasi askripsi (ascribed) dan capaian (achieved). Status skripsi seseorang mempengaruhi status yang ingin dicapainya. Misalnya, anak-anak belum bisa menjadi seorang polisi lalu lintas karena kesempatan itu hanya dibuka untuk orang yang sudah dewasa (Macionis, ibid, bdk. Kornblum, 2000: 109-110).
Diantara status yang kita miliki, ada status yang lebih signifikan dibanding yang lainnya yang dinamakan status unggulan (master status). Status unggulan adalah status sosial seseorang yang paling penting dalam membentuk identitas seseorang, seringkali membentuk dirinya sepanjang hidupnya. Pekerjaan seringkali menjadi status unggulan karena ia berkaitan dengan pendidikan dan penghasilan seseorang.
Peran
Peran adalah pola perilaku normative yang diharapkan pada status tertentu. Dengan kata lain, sebuah status memiliki peran yang harus dijalani sesuai aturan yang berlaku. Misalnya, seorang suami berperan memenuhi nafkah hidup untuk anak dan istrinya. Seperti juga status, peran juga bersifat relasional dengan peran yang lain. Misalnya, perempuan memiliki berbagai status dan peran. Status 1 sebagai istri, status 2 sebagai ibu, status 3 sebagai karyawan, dsb.
Ada juga yang disebut konflik peran,yakni bertentangannya beberapa peran terkait dengan dua status atau lebih. Contoh, status sebagai ibu yang biasanya mengasuh anak tiap pagi, pada saat yang sama juga harus kerja kantoran karena statusnya sebagai pegawai. Selain konflik peran, ada juga ketegangan peran (role strain), yakni bertentangannya beberapa peran terkait dengan hanya satu status saja. Misalnya, seorang dekan mungkin ingin dekat dengan dengan semua staf fakultasnya, tetapi untuk memastiakan stafnya bekerja dengan baik maka ia menegakkan disiplin kerja, yang berakibat ada jarak hubungan ia dengan stafnya (Macionis, 2000: 85, bdk. Kornblum, 2000: 107-108).
Institusi
Menurut sosiolog, institusi itu berisi status, peran, dan norma yang menyatu dalam menjalankan tugasnya memenuhi kebutuhan hidup yang paling penting, yaitu memproduksi makanan dan membesarkan anak-anak. Misalnya, institusi ekonomi, disitu ada berbagai status dan peran masing-masing seperti pedagang, pembeli, pensuplai barang, dan penawar jasa. Mereka bekerja sesuai aturan jual beli yang disepakati bersama (Macionis, 2000: 62)
Fungsi Struktur Sosial dalam Kehidupan Masyarakat
Menurut Mayor Polak (1979) sebagai pengawasan sosial, yaitu sebagai penekan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran terhadap norma-norma, nilai-nilai, dan peratuan-peraturan, sehingga disiplin dalam kelompok cenderung dapat dipertahankan.
Struktur sosial juga berfungsi sebagai dasar untuk menanamkan suatu disiplin sosial karena aturan disiplinnya berasal dari dalam kelompok sendiri, maka perlakuan pengawasan dalam kelompoknya cenderung lebih mudah untuk dapat diterima sebagai kepentingan sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar