Selasa, 07 Februari 2017

ILMU KALAM "PERBANDINGAN PAHAM AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH DENGAN PAHAM-PAHAM LAINNYA"

PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH DENGAN PAHAM SYIAH

Wasiat Nabi Muhammad SAW.

Hadits atau riwayat ini dianggap oleh kaum Syi'ah sebagai wasiat dari Nabi Muhammad SAW. kepada ummat Islam agar mengangkat Sayidina Ali menjadi Khalifah kalau beliau sudah wafat. Nabi Muhammad SAW. bersabda ketika itu, kata orang Syi'ah: yang artinya Nabi SAW berjalan di malam hari menuju Madinah. Tatkala sampai di sesuatu tempat dekat Juhfah, Ghadir Khum, pada malam 18 Zulhijjah beliau berpidato dengan memegang dan mengangkat tangan sambil berkata: "Apakah saya tidak berhak kepada orang mu’min dari mereka?" Jawab pendengar : "Ya, hai Rasul Allah"' Lalu Nabi Muhammad SAW. menyambung lagi: "Barang siapa mengangap saya pemimpinnya maka Ali juga pernimpinnya".

Tanggapan : Diakui memang Nabi pernah berkata, yang artinya: "Barangsiapa yang saya pemimpinnya maka Ali pemimpinnya juga”. (Hadits riwayat Tirmidzi, lihat Sabib Tirmidzi, juzu' 18, pagina 165). Hadits ini menurut kaum Ahlussunnah wal Jama'ah bukanlah nash yang menjurus untuk menunjuk Ali sebagai Khalifah pengganti Nabi, karena hadits ini tidak mengatakan: "Khalifah sesudah saya adalah Ali", tetapi hanya dikatakan : "Barangsiapa yang menganggap saya pemimpinnya maka Ali juga pemimpinnya".

Persoalan Imam

Kaum Syi’ah beri'itiqad bahwa Imam itu adalah pengganti Nabi Muhammad SAW. dalam segala hal. Bukan saja untuk mengepalai Negara, tetapi juga menjadi Imam Agama yang tidak pernah berbuat kesalahan. Kaum Syi'ah menganggap Imamnya seperti kaum Ahlussunnah menanggap Nabinya dan bahkan lebih mengutamakan Imam dari Nabi.

Tanggapan : Paham semacam itu tidak sesuai dengan paham kaum Ahlussunnah wal jamaah, imam menurut mereka adalah orang biasa, sekedar pengganti Nabi dalam urusan mengurus soal-soal agama,dan pemerintahan, dan juga orang biasa yang bisa membuat kesalahan.

Arti Ahlul Bait

Didalam Alqur’an Q.S Al-Ahzab: 33
((((((( ((( ((((((((((( (((( (((((((((( (((((((( ((((((((((((((( ((((((((( ( (((((((((( ((((((((((( (((((((((( ((((((((((( (((((((((( (((( ((((((((((((( ( ((((((( ((((((( (((( (((((((((( ((((((( (((((((((( (((((( (((((((((( ((((((((((((((( (((((((((( ((((  
Artinya: "Sesunguhnya Allah hendak menghilangkan noda dari kamu hai ahlil bait, dan hendak membersihkan kamu sebersih-bersihnya". (Al Ahzab:33). Menurut istilah kaum Syi'ah yang dinamakan 'Ahlil Bait" ialah Siti Fatimah, Saidina Ali, Hasan, Husein, dan anak kandung, menantu serta cucu-cucu Nabi. Istri-istri Nabi menurut kaum Syi'ah bukan termasuk ahlil bait.

Tanggapan : Paham ini ditentang oleh kaum Ahlussunnah, karena bukan saja beliau-beliau tetapi istri-istri Nabi adalah Ahlil bait semuanya. Dan bahkan sebabnya turun ayat ini ialah menerangkan persoalan yang menyangkut istri Nabi, Siti Aisyah Ummul Mu'minin. Ayat ke 33 didahului oleh ayat ke 32 yang terang-terang ditujukan kepada istri Nabi yang bunyinya :
((((((((((( (((((((((( (((((((( (((((((( ((((( (((((((((((( ( (((( (((((((((((( (((( (((((((((( (((((((((((( (((((((((( ((((((( ((( ((((((((( (((((( (((((((( (((((( (((((((((( ((((  
Artinya: "Hai istri Nabi! Kamu tidak sama dengan seorang pun dari wanita lain, jika kamu berbakti. Karena itu janganlah kamu berlaku lemah-lembut dalam ucapan, karena kalau begitu akan menaruh harapan bagi orang yang dalam hatinya ada penyakit, tetapi ucapkanlah perkataan yang sopan". (Al-Ahzab: 32).
 (((((((( ((( ((((((((((( (((( (((((((((( (((((((( ((((((((((((((( ((((((((( ( (((((((((( ((((((((((( (((((((((( ((((((((((( (((((((((( (((( ((((((((((((( ( ((((((( ((((((( (((( (((((((((( ((((((( (((((((((( (((((( (((((((((( ((((((((((((((( (((((((((( ((((  
Artinya; "Dan bendaklah kamu berdiam dirumah kamu janganlah kamu berdandan seperti dandan orang jahiliyab dahulu, dan hendaklab kamu sembahyang dan bayarkan zakat, ikutlah Allab dan Rasul-Nya, sesungguhnya Allah hendak menghilangkan noda dari kamu hai ahlil bait , dan hendak  membersihkan kamu sebersih-bersihnya".(Al-Ahzab:33).
Pandangan Kaum Syiah Terhadap Tiga Khalifah Sebelum Ali Bin Abi Thalib

Suatu i'itiqad yang sangat salah dan sangat berbahaya dari sebagian imam Syi'ah ialah menganggap bahwa ketiga orang Khalifah Nabi yang pertama (Abu Bakar, Umar dan Utsman) adalah perampok-perampok yang terkutuk, yaitu orang-orang yang merampas kekuasaan dari Sayidina Ali.

Tanggapan : Nabi Muhammad SAW. pernah mengatakan bahwa ada 10 orang sahabat Nabi yang akan masuk surga langsung tak diragukan lagi, yaitu : Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Abdullah, Zuber bin Awam, Sa'ad bin Abu Waqas, Said bin Zaid, Abdurrahman bin Auf, dan Ubaidah bin Jarrah. I'itiqad orang Syi'ah bertentangan dengan ini. Nabi mengatakan bahwa Abu Bakar, Umar dan Utsman akan masuk surga. Oleh karena itu kaum Ahlussunah wal Jama'ah tidak menerima paham yang keliru dari kaum Syi'ah ini.

Persoalan Imam yang Lenyap

Kepercayaan "ada Imam yang lenyap" adalah  kepercayaan pokok bagi kaum Syi'ah. Menurut mereka imam yang lenyap (gaib) itu akan kembali sewaktu-waktu untuk membawa keadilan dan menghukum orang yang bersalah.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah berpendapat, bahwa hanya Nabi Isa seorang yang dapat lenyap, karena beliau diangkat oleh Tuhan kesesuatu tempat, tetapi manusia yang lain tidak ada keterangannya dari  Tuhan dalam al Qur'an termasuk imamnya orang syi’ah. Sebagaimana masalah Nabi Isa As diakui oleh Qur'an suci, dalarn firman-Nya:
(((((((((((( ((((( ((((((((( ((((((((((( (((((( (((((( (((((((( ((((((( (((( ((((( ((((((((( ((((( ((((((((( (((((((( ((((((( (((((( ( (((((( ((((((((( ((((((((((((( ((((( ((((( ((((( ((((((( ( ((( ((((( ((((( (((( (((((( (((( (((((((((( (((((((( ( ((((( ((((((((( (((((((( (((((  
Artinya: "Dan perkataan mereka kami telah membunuh Al Maseh 'Isa bin Maryam. Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuh dia dan mereka tidak menyalib dia, tetapi disamarkan bagi mereka dan sesungguhnya orang-orang yang berselisihan paham tentang itu adalah dalam sangka-sangka padanya, mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang itu melainkan turut sangka-sangkanya saja dan mereka tidak, membunuh  dia dengan yakin" (An Nisa': 157).

Paham Wahdatul Wujud

Di antara pahamnya yang ganjil ialah bahwa yang ada itu pada hakikatnya adalah Tuhan, Kalau engkau melihat sesuatu benda maka itu adalah Tuhan, kata mereka. Jadi bagi mereka Tuhan itu bersatu dengan makhluk-Nya, yang dinamakan Wahdatul Wujud "satu yang ada".

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah rnenolak sekuat-kuatnya paham "Wahdatul wujud" ini, karena mustahil bagaimana pun dita'wilkan Tuhan dan alam akan bersatu dan tidak masuk akal bahwa khaliq dan makhluk menjadi satu.

I’tiqad Taqiyah (Menyembunyikan Paham)

Salah satu pokok bagi i'itiqad kaum Syi'ah adalah at taqiyah, yaitu menyembunyikan paham yang sebenarnya dan melahirkan yang lain daripada yang ada dalam hati. I’tiqad taqiyah ini sama dengan "membohong". Seperti, jika yang berkuasa pada saat itu adalah kaum mu’tazilah maka mereka berpura-pura mu’tazilah. Hal ini adalah kesengajaan dan bahkan menjadi wajib hukumya karena merupakan salah satu dasar kepercayaan mereka. Dasar ini mereka arnbil dari ayat Qur'an pada surat Ali Imran:28
(( (((((((( ((((((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((( ((( ((((( ((((((((((((((( ( ((((( (((((((( ((((((( (((((((( (((( (((( ((( (((((( (((( ((( ((((((((( (((((((( ((((((( ( ((((((((((((((( (((( ((((((((( ( ((((((( (((( ((((((((((( ((((  
Artinya: "Janganlah orang mu'min mengambil orang kafir menjadi pimpinan, selain orang mu'min, Siapa memperbuat demikian maka tiadalah  ia dari agama Allah sedikit juga, kecuali kalau kamu takut kepada mereka sebenar-benar takut (Ali Imran: 28).

Tanggapan : Bagi kaum Ahlussunnah hal ini termasuk golongan orang munafiq yang akan dimasukkan ke dalam alas yang terbawah sekali dari neraka. Sebagaimana tercantum pada surat An-Nisa:144
((((((((((( ((((((((( (((((((((( (( ((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((( ((( ((((( ((((((((((((((( ( (((((((((((( ((( ((((((((((( (( (((((((((( (((((((((( (((((((( (((((  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu Mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?”. (An-Nisa: 144). Nabi Muhammad SAW  bersabda: Artinya: "Tanda-tanda orang Munafiq tiga, yaitu: Membohong apabila berkaau, berdusta apabila berjanji, berkhianat apabila dipercayai" (Hadits Riwayat Imam Bukhari - Shahih Bukhari Juz I hal. 13 dan hadits ini dirawikan juga oleh Imam Muslim Shahih Muslim Juz 1 haI. 44).

I’tiqad Raj’ah (Kembali)

Raj’ah ini adalah suatu i'itiqad yang paling aneh karena mempercayai bahwa Nabi Muhammad SAW., Saidina Ali, Saidina Hasan Husein bin Ali, dan Imam-imam Syi'ah akan hidup, dan kembali ke dunia sesudah lahir Imam Mahdi (lmam Syi'ah yang penghabisan). Dan ketika itu kembali pula kedunia Saidina Abu Bakar, Saidina Umar, Saidina Utsman bin Affan, Saidina Mu'awiyah, Yazid bin Mu'awiyah dan lain-lain. Ketika itu Imam Mahdi menghukum musuh-musuhnya yang merampas haknya Abu Bakar dan Umar akan disalib di atas kayu, sesudah itu semuanya akan mati lagi, dan dihidupkan kembali pada hari kiamat.

Tanggapan : I'itiqad ini tidak benar, bertentangan dengan ayat-ayat Qur'an, karena mati sesudah hidup hanya satu kali, bukan dua kali, kepercayaan kaum Ahlussunnah wal Jama'ah berdasarkan Al-Qur'an:
(((((( ((((((((((( (((((( ((((((((( (((((((((( ((((((((((((( ( (((( ((((((((((( (((( ((((((((((( (((( (((((((( ((((((((((( ((((  
Artinya: "Mengapa kamu tidak mau beriman kepada Tuhan, padahal dulu kamu tidak ada, kemudian menghidupkan Tuhan akan kamu, kemudian ia matikan kamu, kemudian ia hidupkan kembali dan sesudah itu kepada-Nya kamu dikembalikan".(Al Baqarah : 28).

Nikah Mut’ah Halal

Satu fatwa yang sangat sesat dari Kaum Syi'ah ialah menghalalkan nikah mut'ah. Mereka berlandaskan dalil Q.S An-Nisa:24. Dalam ayat ini kata orang Syi'ah kita boleh istimta' (bersenang-senang) dengan wanita asal dibayar upahnya.
((((( ((((((((((((((( ((((( (((((((( (((((((((((( ((((((((((( ((((((((( ( ((((  
Artinya: (menurut Syi'ah) “Maka wanita-wanita yang telah kamu istimta' dengan mereka, berikanlah kepada mereka upah mereka sebagai suatu kewajban" (An Nisa: 24).

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah dan Imam-imam yang berempat menganggap bahwa nikah mut'ah itu sama saja dengan zina, terlarang dan haram hukumnya. Arti ayat tersebut bukanlah menghalalkan mut'ah, tetapi ayat ini berkenaan dengan nikah. Arti yang sebenarnya dari ayat ini ialah : "Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) berikanlah kepada mereka maharnya dengan sempurna sebagai suatu kewajiban!'. "Ujur" dalam ayat ini bukan berarti "upah", tetapi berarti "mahar", sebagai  juga yang tersebut dalam Al-Qur’an:
(((((((((((((( (((((((( (((((((((( (((((((((((( ((((((((((( ((((((((((((((( ((((  
Artinya: "Maka kawinilah  mereka dengan seizin tuannya, dan berikanlah mahar (mas kawin) dengan cara yang patut" (An Nisa': 25). Di situlah terletak kesalahan Syi'ah, sampai menghalalkan yang haram, sebab karena tersalah dalam mengartikan "ujur".

Tidak Menerima Ijma dan Qiyas

Kaum Syi'ah tidak menerima "ljma" karena menurut mereka menerima ijma' itu berarti membenarkan perbuatan orang-orang yang di luar lingkungan Syi'ah. Bagi mereka yang benar hanyalah perbuatan Imam-imam Syi'ah saja, yang lain tidak. Kaum Syi'ah juga tidak rnenerima qiyas, karena qiyas itu adalah hanya "pendapat" manusia, bukan wahyu dari Tuhan. Sebagai gantinya mereka berpedoman pada "perkataan" imam-imam mereka karena menurut mereka imam-imam mereka masih menerima wahyu dari Tuhan.

Tanggapan : Hal ini bertentangan dengan paham Ahlussunnah wal Jama'ah yang menerima ljma' dan Qiyas sebagai sumber hukum dalam syari'at Islam. Imam Besar Muhammad bin Idris as Syafi'i, pembangun Madzhab Syafi’i berkata dalam kitab ar Risalah: Artinya: "Tidak boleh seseorang mengatakan dalam hukum sesuatu, ini halal ini haram, kecuali kalau ada sandarannya atau ilmunya. ilmu itu ialah ilmu Kitab, Sunnah, Ijma' dan Qiyas" (Ar Risalah pagina 39). Nabi Muhammad SAW. menyuruh kita untuk menetapi apa yang telah disepakati oleh ummat Islam, dalam hal ini tentu Imam-imam Mujtahid-nya.

PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH DENGAN PAHAM MU’TAZILAH

Baik dan Buruk ditentukan Oleh Akal

Kaum Mu'tazilah berpendapat, bahwa buruk dan baik ditentukan oleh aqal mana yang baik dan buruk.

Tanggapan : Kepercayaan seperti ini tidak dibenarkan oleh kaum Ahlussunnah wal jama'ah, karena yang menentukan buruk dan baik itu adalah Tuhan dan Rasul-Nya, atau Qur'an dan Sunnah, bukan aqal. Bagi Ahlussunnah, aqal itu dipakai untuk meneliti, sebagai alat pelaksana, bukan untuk menentukan hukum sesuatu. Kaum Ahlussunnah mengakui bahwa aqal itu diberi wewenang tertinggi untuk memahami tiap sesuatu, bahkan untuk mengenali wujud-Nya Allah dan sifat-sifatNya. Dalam al Qur'an banyak sekali ayat yang menyuruh manusia mempergunakan aqalnya dan mengejek orang-orang yang tidak mau memakai aqalnya. Akan tetapi dalam menetapkan hukum hanya ditetapkan oleh Syari'at dari Tuhan karena agama itu punya Tuhan, bukan punya aqal.

Tuhan Tidak Mempunyai Sifat

Kaum Mu'tazilah mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Tuhan mendengar dengan Zat-Nya, Tuhan melihat dengan Zat'Nya, dan Tuhan berkata dengan Zat-Nya. Kata mereka, dasar paham ini ialah tauhid. Kalau Tuhan pakai sifat maka itu berarti Tuhan dua, yaitu Zat dan sifat.

Tanggapan : Paham ini bertentangan dengan paham Ahlussunnah wal Jama'ah yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat, bukan satu bukan dua, tetapi banyak. Ada sifat yang mesti (wajib), ada yang mustahil (tidak mungkin), dan sifat jaiz. Di dalam al Qur'an tercantum:
(((( (((( ((((((( (( ((((((( (((( (((( ( ((((((( (((((((((( (((((((((((((( ( (((( (((((((((((( (((((((((( ((((  
Artinya: "Dialah  Tuhan, tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui  yang tersembunyi  dan yang terang, Dia Yang Pengasih dan Penyayang" (Al Hasyr : 22). Dalam ayat ini terang ada nama Zat, yaitu Allah (Tuhan) dan ada sifat-Nya yaitu "'alimun" (Yang mengetahui). Menurut tata bahasa Arab "'alimun" di sini adalah sifat bagi Allah.

Qur’an Makhluk

Kaum Mu'tazilah pada abad ke II dan ke III Hijriyah telah menggoncangkan ummat Islam dengan keterangannya yang mengatakan bahwa Qur'an itu makhluk, bukan sifat Allah yang qadim. Kepercayaan ini kelanjutan dari paham mereka bahwa Tuhan tidak  mempunyai sifat.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah berpendapat, bahwa Qur'an al Karim itu kalam Allah dan sifat Allah yang qadim, bukan makhluk yang baru. Tuhan bersama sifat-Nya adalah Qadim, Kalam Tuhan Allah yang qadim itu diperdengarkan kepada Malaikat Jibril dan dijadikan bersuara dan berhuruf. Malaikat Jibril membawanya kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai wahyu Tuhan. Nabi membacakan kepada sahabat-sahabat beliau yang menuliskannya di atas kertas sebagai yang kita lihat dan kita baca sekarang. Jadi, apa yang tertulis dalam Mashaf sekarang adalah kalam Allah yang qadim. Kalau yang dikatakan makhluk itu huruf dan suara yang tertulis di atas kertas maka itu masuk aqal, tetapi kalau kalam Allah yang berdiri di atas Zat yang qadim dikatakan makhluk maka hal itu adalah penyelewemgan besar.

Pembuat Dosa Besar

Imam kaum Mu'tazilah berpendapat bahwa orang mu'min yang mengerjakan dosa besar dan mati atas dosanya tidak lagi mu'min dan tidak pula kafir tetapi diantara kafir dan mu,min. Ia dimasukkan ke dalam neraka buat selama-lamanya seperti orang-orang kafir, tetapi hukumannya diringankan, nerakanya tidak seperti neraka orang-orang kafir. Inilah yang dinamakan oleh orang Mu'tazilah "Manzilah bainal manzilatein", atau "tempat diantan dua tempat,,.

Tanggapan : Fatwa ini tidak sesuai dengan kaum Ahlussunnah wal JamaahI berdasarkan dalil Al-Qur’an:
(((( (((( (( (((((((( ((( (((((((( ((((( (((((((((( ((( ((((( ((((((( ((((( (((((((( ( ((((( (((((((( (((((( (((((( (((((((((( ((((((( (((((((( ((((  
Artinya "Bahwasanya Tuhan tidak mengampuni dosa seseorang kalau Ia dipersekutukan, tetapi diampuninya selain dari pada itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Siapa yang mempersekutukan Tuhan sesunguhnya ia telah memperbuat dosa yang sangat besar'" (An Nisa': 48). Jadi menurut ayat ini siapa saja yang membuat dosa besar-kecil, kalau dosa itu tidak mempersekutukan Allah, maka ia bisa diampuni oleh Allah.

Tuhan Tidak Dapat dilihat

Kaum Mu'tazilah memfatwakan bahwa Tuhan tidak bisa dilihat walaupun dalam surga, karena hal itu akan menimbulkan tempat seolah-olah Tuhan ada dalam surga atau  dimana la dapat dilihat.

Tanggapan : Paham ini berlawanan dengan paham kaum Ahlussunnah wal Jamaah yang  berpendapat bahwa Tuhan akan dilihat oleh penduduk surga, oleh hamba-hambaNya yang saleh yang banyak mengenal Tuhan ketika hidup di dunia. Dalilnya adalah firman Allah:
((((((( (((((((((( ((((((((( ((((   (((((( (((((((( ((((((((( ((((  
Artinya : "Beberapa muka dihari ini  bercahaya gilang-gemilang, melihat kepada Tuhannya" (Al Qiyamah :22-23).

Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Kaum Mu'tazilah tidak mengakui dan tidak meyakini bahwa Nabi Muhammad Saw. mi'raj (naik) kelangit ketujuh pada tanggal 27 Rajab, yang diakui oleh mereka hanya "lsra" saja, Karena menurut mereka mi'raj itu tidak masuk akal, walaupun ada dalil yang menerangkannya.

Tanggapan : Fatwa ini dilawan oleh kaum Ahlussunnah wal Jama'ah dengan berlandaskan dalil Al-Qur’an:
((((((((( (((((((( (((((((( ((((((((((( (((((( ((((( (((((((((((( ((((((((((( ((((( (((((((((((( ((((((((( ((((((( (((((((((( ((((((((( ((((((((((( (((( (((((((((((( ( ((((((( (((( (((((((((( ((((((((((( (((  
Artinya"Maha suci Tuhan yang membawa hamba-Nya malam hari (lsra) dari Mesjid haram (Mekkah) sampai Mesjid Aqsha (Yerussalem), yang telah Kami berkati sekelilingnya, supaya Kami perlihatkan keterangan-keterangan kami kepadanya. Sesungguhnya Dia (Tuhan) maha mendengar  lagi melihat (Isra': 1).

Malaikat Kiraman Katibin (Raqib dan Atid)

Kaum Mu'tazilah tidak mengakui adanya Malaikat "Kiraman Katibin" yang bernama Raqib dan Atid yang bertugas menuliskan amalan manusia sehari-hari. Mereka mengatakan bahwa ilmu Tuhan meliputi sesuatunya, tak ada yang tersembunyi bagi Tuhan dan karena itu Ia tidak membutuhkan lagi penulis-penulis yang akan menuliskan amal manusia sehari-hari.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah berkeyakinan, bahwa malaikat yang bernama Raqib dan Atid berada di kanan kiri setiap manusia, tiap hari yang bertugas menuliskan amal-amal manusia. Walaupun Allah mengetahui semua pekerjaan manusia, tetapi penulis-penulis itu perlu untuk dijadikan saksi di akhirat di hadapan Allah apabila amalan manusia itu ditimbang. Allah menyatakan hal ini dalam Quran:
(((((( (((((((((( (((((((((((( ((((   (((((((( (((((((((( ((((  
Artinya : "Sesungguhnya untuk kamu ada penjaga-penjaga, penulis-penulis yang mulia". (Al Infithar: 10-11). Dan firmannya
(((( ((((((((((( ((((( (( (((((((( (((((((( (((((((((((( ( (((((( ((((((((((( (((((((((( ((((((((((( ((((  
Artinya: 'Ataukah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan pembicaraan dalam sidang rahasia tertutup mereka ? sebenarnya utusan-utusan Kami didekatnya menuliskan. (Az Zukhruf:80).

Kekal

lmam kaum Mu,tazilah, memfatwakan: 1. Manusia yang dimasukkan ke dalam neraka tidak kekal dalam neraka, tetapi menjadi bersatu dalam neraka dengan neraka, sehingga ia pada akhirnya tak merasa lagi siksaan neraka, karena ia sudah menjadi neraka.2. Manusia yang masuk neraka bukan dimasukkan ke dalam neraka, tetapi neraka yang menariknya ke dalam, seperti besi berani menarik jarum ke dekatnya. 3. Sebagian lagi kaum Mu'tazilah mengatakan bahwa penduduk surga dan neraka tidak kekal, tetapi setelah lama mereka menerima upah atau menerima hukuman maka mereka dilenyapkan. Dan surga neraka pun dilenyapkan. Pada akhirnya yang kekal hanya Allah.

Tanggapan : Kesalahan pokok bagi mereka ialah karena terlalu memutar akalnya dalam menimbang sesuatu. Mereka jarang mempergunakan Qur'an dan Hadits sebagai ukuran. Kaum  Ahlussunnah wal Jarna'ah berpendapat bahwa surga dan neraka bersama penghuninya akan dikekalkan Tuhan buat selama-lamanya bukan kekal dengan sendirinya tetapi dikekalkan Tuhan. Yang kekal dengan sendirinya hanyalah Allah. Firman Allah:
(((( ((((((((( (((((((( ((((((( (((( (((( (((((((((((((( (((( (((((( (((((((((( (((( (((( ((((((((((( ((((   (((((((((((( ((((((((( (((((((((( (((((((((( (((((( (((((((( ((((( (((((((( ((((((((((( ((((  
Artinya :"Bahwasanya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami itu Alah kemudian mereka berdiri teguh  dalam pendirinnnya itu, mereka tidak akan merasa takut dan tidak merasa dukacita, Merekalah  yang rnenempati surga sebagai balasan dari perbuatan mereka dan kekal di sana selama-lamanya" (Al Ahqaf : 13 - l4).

Tidak Ada Timbangan, Hisab, Titian, Kolam dan Syafa’at

Sebagian kaum Mu'tzilah mengatakan bahwa di akhirat nanti tidak ada, Timbangan (Mizan), tidak ada perhitungan (Hisab), tidak ada Titian (Shiratalmustaqim), tidak ada Kolam (Haudh), dan tidak ada Syafa'at Nabi. Kalau dalam Qur'an yang menyebut-nyebut Timbangan dan Hisab, maka maksudnya adalah "keadilan Tuhan", kata mereka. Jadi mereka menta'wilkan seluruh ayat yang bersangkutan dengan Timbangan dan Hisab dengan "keadilan Tuhan". Semua ayat yang menyebutkan Timbangan, Hisab, Titian, Kolam, dan Syafa'at ditakwilkan menurut akalnya. Bagi mereka akal lebih berkuasa daripada syari'at.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah mempercayai bahwa nanti seluruh  amal manusia akan ditimbang, mana yang berat pahala, atau dosa. Allah menerangkan hal ini dalam Qur'an:
(((((((( ((((((((((((( (((( ((((((((((((( (((( ((((((( (((((((((((((((( ((((((((((( (((((( (((((((((((( (((( ((((((((( (((( ((((( ((((( ((((((((((((( ((((  
Artinya "Dan neraca (timbangan) pada hari itu berjalan betul, siapa berat timbangan kebaikannya itulah orang-orang yang beruntung" (Al A'araf : ll). Tentang Hisab, Allah berfirman:
(((( (((((((((( ((((((((((( ((((   (((( (((( ((((((((( (((((((((( ((((  
Artinya:"sesunguhnya kepada Kami mereka kembali, kemudian adalah urusan Kami untuk menghisab mereka" (Al Ghasyi'ah : 25- 26). Tentang Titian "Shiratal Mustaqim" Nabi Muhammad Saw. bersabda Artinya: "Diletakkan titian di alas panggung neraka jahanna, maka  saya dan ummat saya yang mula-mula melaluinya. Tidak ada yang sanggup bicara ketika itu selain Rasul-rasul. Do'a Rasul-rasul ketika itu ialah: Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah ! (Hadits Riwayat Imam Muslim. Syarah Muslim juzu' III pagina 20). Tentang "Kolam" Allah berfirman:
(((((( ((((((((((((( (((((((((((( (((  
Artinya : "Saya memberimu hai Muhammad telaga (Kolam) Kautsar" (Al-Kautsar: 1). Tentang syafa'at Nabi Muhammad Saw. Nabi bersabda: Artinya: Syafa'at aku untuk umat-umatku yang membuat dosa besar (HS dirawikan Tirmidzi - Shahih Tirmidzi Juz 9 hal 266).

Azab Kubur

Kaum Mu'tazilah berpendapat bahwa azab kubur tidak ada, karena bertentangan dengan akal, kata mereka.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jarma'ah, meyakini bahwa azab kubur itu ada, Allah berfirman:
(((((((( ((((((((( ((((( ((((((((((( (((((((((((( ( (((((( (((((( ((((((((((((( ( ((((((((( ((((( ((((((((((( (( (((((((((((( ( (((((( (((((((((((( ( (((((((((((((( (((((((((( (((( ((((((((( (((((( ((((((( ((((((( (((((  
Artinya: "Nanti mereka (kaum munafik) akan kami siksa dua kali, setelah itu mereka akan dikembalikan kepada hukuman yang berat." (At Taubah: 101).

Soal Shilah Wa Ashlah

Imam kaum Mu'tazilah Abu Ali AI Jubai menfatwakan bahwa yang dibuat Allah hanya yang baik atau yang lebih baik, yang buruk sama sekali tidak diciptakan Allah.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah mengi'itiqadkan bahwa semua yang terjadi pada alam raya ini semuanya ditakdirkan dan diciptakan oleh Allah, yang buruk atau yang baik. Tidak ada, seorang pencipta selain Allah. Allah memperbuat sekehendak hati-Nya pada milik-Nya, dan tidak dapat dikatakan Allah  itu aniaya kalau Ia membuat apa yang Ia sukai pada mllik-Nya dan kepunyaan-Nya.

PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH DENGAN PAHAM KHAWARIJ

Persoalan Khalifah

Kaum Khawarij mengakui Khalifah-Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Tetapi separuh yang akhir, dari Khalifah Utsman tidak diakui mereka lagi, karena Utsman "menyeleweng", kata kaum Khawarij. Begitu juga Khalifah Ali yang menjadi kafir karena membuat dosa besar, yaitu menerima "tahkim". Siapa yang berbuat dosa  menjadi kafir, kata Khawarij.

Tanggapan : Hal ini ditentang oleh kaum Ahlussunnah karena penyelewengan-penyelewengan yang tidak membahayakan rakyat umum, tidaklah menggugurkan pangkat Khalifah. Yang menggugurkan pangkat Khalifah ialah kalau Khalifah itu telah "tajahur" (dihadapan umum berbuat maksiat) dan menganjurkan rakyat mengikutnya. Keempat-empat Khalifah itu menurut Ahlussunnah  berjalan di atas jalan yang benar, dari mulai pekerjaannya sampai wafatnya.

Terhadap Ummul Mukminin Siti Aisyah

Kaum Khawarij mengutuk dan mencaci maki bahkan mengkafirkan ummul Mu'minin Siti Aisyah, Thalhah, dan Zuber bin Awam, karena ketiganya menggerakkan peperangan 'Jamal".

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah menolak sekeras-kerasnya pendapat ini. Ummul Mu'minin Siti Aisyah, Thalhah, dan Zuber bin Awam, pada ketika memerangi Saidina Ali dan pasukannya pada peperangan 'Jamal" adalah demi mempertahankan kebenaran menurut "ijtihad" mereka, bukan karena hawa nafsu serakah.

Cap “Kafir”

I’tiqad kaum Khawarij ialah lekas-lekas menuduh "kafir" bagi orang-orang yang tidak suka mengikutnya. Naf i bin Azraq, yang digelari Amirul Mu'minin oleh kaum Khawarij mefatwakan bahwa semua orang yang membantahnya adalah kafir yang halal darahnya, hartanya, dan anak istrinya. Dalil yang mereka pakai untuk pendirian ini ialah firman Allah:
((((((( ((((( ((((( (( (((((( ((((( (((((((( (((( (((((((((((((( (((((((( ((((   (((((( ((( (((((((((( ((((((((( ((((((((( (((( (((((((((( (((( (((((((( (((((((( ((((  
Artinya; "Nuh berdoa: Wahai Tuhanku jangan Engkau biarkan orang-orang kafir itu bertempat tingal dimuka bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba Engkau, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu berterima kasih. (Nuh : 26 - 27).

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah tidak mau lekas-lekas mengkafirkan orang lain, walaupun orang itu menentang pendapatnya. Nabi Muhammad SAW. bersabda: Artinya: "Apabila seseorang berkata kepada saudaranya: "Hai Kafir!” maka  tetaplah hal itu bagi salah seorangnya" (Hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim. Lihat Sahih Bukhari juzu' IV pagina 47). Maksud hadits ini ialah, kalau yang dikafirkan itu benar orang kafir pada Allah maka benarlah ucapannya itu. Tetapi kalau yang dikafirkan itu orang Islam maka kalimat kafir kembali kepada yang mengatakan. Oleh karena itu kaum Ahlussunnah sangat berhati-hati dalam menuduh orang lain kafir.

Ibadah =  Iman

Kaum Khawarij berpendapat bahwa yang dikatakan iman itu bukan pengakuan dalam hati dan ucapan dengan lisan saja, tetapi amal ibadah menjadi rukun iman pula. Barangsiapa yang tidak mengerjakan sembahyang, zakat, puasa, dll maka orang itu kafir, kata kaum Khawarij.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah, berpendirian bahwa rukun iman itu hanyalah dua, yaitu: membenarkan dalam hati dan mengikrarkan dengan lisan. Seseorang kalau sudah membenarkan dalam hatinya bahwa Tuhan itu adalah Tunggal dan Nabi Muhammad itu RasulNya, sesudah itu diikrarkannya dengan lisan. Adapun amal ibadat, seumpama sembahyang, puasa, zakat dan lain-lain itu untuk kesempurnaan iman. Yang kafir bagi Ahlussunnah ialah orang yang menghalalkan yang sudah diharamkan Tuhan.

Orang Sakit dan Orang Tua

Kaum Khawarij menfatwakan bahwa orang sakit atau orang yang sudah tua yang tidak ikut perang sabil maka orang itu menjadi kafir wajib dibunuh.

Tanggapan : Paham ini sangat keliru dan karena itu ditentang oleh kaum Ahlussunnah wal Jama'ah. Orang-orang sakit dan orang-orang yang sudah tua tidak wajib pergi perang sabil, karena itu ia tidak menjadi kafir karena tidak ikut. Allah menyatakan dalam al Qur'an:
(((((( ((((( (((((((((( (((((( (((( ((((( (((((((((( (((((( (((( ((((( ((((((((((( (((((( ( ((((  
Artinya: “Tidak mengapa bagi orang buta, tidak mengapa bagi orang pincang, tidak mmgapa bagi orang sakit (kalau mereka tidak ikut ke medan perang).” (Al Fath : 17).

Dosa Kecil dan Dosa Besar

Kaum Khawarij menfatwakan bahwa semua dosa  adalah besar, tidak ada yang bernama dosa kecil atau dosa besar. Semua pendurhakaan kepada Tuhan adalah besar, tidak ada yang kecil menurut kaum Khawarij.

Tanggapan : Paham ini ditentang oleh kaum Ahlussunnah wal Jarna'ah, karena dalarn al Qur'an dinyatakan bahwa ada dosa besar dan dosa kecil yang dinamai "sai yiaat". Firman Tuhan:
((( ((((((((((((( (((((((((( ((( (((((((((( (((((( ((((((((( ((((((( (((((((((((((( ((((((((((((( (((((((( (((((((( ((((  
Artinya “Jika kamu jauhi larangan-larangan yang besar, Kami ampuni saja "sai-yiaat"-mu (dosa-dosa kecil)". (An Nisa': 31).

Anak-Anak Orang Kafir

Menurut fatwa kaum Khawarij bahwa anak-anak orang kafir kalau mati kecil masuk neraka, karena ia kafir mengikut ibu bapaknya.

Tanggapan : I'ltiqad ini ditentang oleh kaum Ahlussunnah wal Jam'ah yang berpendapat bahwa anak-anak orang kafir yang meninggal selagi ia masih kecil akan dimasukkan ke dalam surga, bukan ke dalam neraka. Hal ini tidak sesuai dengan keadilan Tuhan karena menghukum anak kecil dengan dosa ibu bapakaya. Setiap orang hanya dihukum sesuai dengan dosanya masing-masing. Anak kecil belum bersalah, walaupun anak orang kafir.

PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH DENGAN PAHAM MURJI’AH

Iman Adalah Cukup Mengenal Allah dan RasulNya

Sebagian kaum Murjiah yang "gullah" (yang radikal) sampai ada yang beriitiqad, bahwa asal kita sudah mengakui dalam hati atas wujud Tuhan dan sudah percaya dalam hati kepada Rasul-Rasul-Nya maka kita sudah mu'min walaupun menghina Nabi, menghina Qur'an dan lain-lain sebagainya

Tanggapan : I'itiqad kaum Murjiah ini bertentangan dengan paham kaum Ahlussunnah wal Jama'ah, yang mengatakan bahwa iman itu harus percaya pada 6, yaitu percaya pada adanya Allah, percaya pada RasulNya,  percaya pada Malaikat-Malaikat-Nya, percaya pada kitab-kitabNya, percaya pada hari akhirat dan percaya pada qadha dan qadar. Kepercayaan kepada Allah dan Rasul saja tidak cukup. Paham kaum Murjiah ini terlalu longgar, karena keimanan itu hanya berputar sekeliiing hati saja, sehingga susah dicari batas-batas antara orang yang kafir dan orang yang mukmin.

Orang Berbuat Dosa Besar Tetap Mukmin

Orang yang telah ada iman dalam hatinya, tetapi ia kelihatan menyembah berhala atau berbuat dosa-dosa besar yang lain, bagi kaum Murjiah orang ini masih mu'min.

Tanggapan : Paham ini bertentangan dengan i'itiqad kaum Ahlussunnah wal Jama'ah yang berpendapat bahwa seorang mu'min menjadi kafir (rnurtad) kalau ia mengerjakan sesuatu hal yang membawa kepada kekafiran.

I’tiqad Menangguhkan

l'itiqad menangguhkan dari kaum Murjiah, yakni menangguhkan orang yang bersalah sampai ke muka Tuhan pada hari kiamat.

Tanggapan : I’tiqad murjiah ini sangat bertentangan dengan dali Al-Qur’an:
(((((((((((( ((((((((((( ((((((((((((( (((( ((((((( (((((((((( (((((((( (((((((( ( (((( ((((((((((( ((((((( (((((((( ((( ((((( (((( ((( ((((((( ((((((((((( (((((( (((((((((((( (((((((( ( (((((((((((( (((((((((((( (((((((((( ((((( ((((((((((((((( (((  
Artinya: "Wanita dan pria yang berzina deralah keduanya masing-masing seratus kali jangan kasihan kepada keduanya, demi menjalankan hukum Tuhan, kalau kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Hendaklah, ketika menjalankan hukuman itu dihadiri oleh sekumpulan orang mu'min" (An-Nur: 2). Nyatalah, bahwa orang yang bersalah dengan melakukan zina di dunia harus dihukum di dunia ini juga.

PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH DENGAN PAHAM QODARIYAH

Perbuatan manusia diciptakan oleh manusia sendiri

Seluruh perbuatan manusia, buruk dan baik, diciptakan oleh manusia sendiri, bukan oleh Tuhan, demikian paham kaum Qadariyah. I’tiqad mereka berlandaskan Al-Qur’an:
(((( (((( (( ((((((((( ((( (((((((( (((((( (((((((((((( ((( ((((((((((((( ( (((((((( ((((((( (((( (((((((( ((((((( (((( (((((( ((((( (  ((((  
Artinya:"Bahwasanya Allah tidak bisa merubah nasib sesuatu kaum, kalau tidak mereka sendiri merubahnya.” (Ar-Ra'd:11). Berdasarkan ayat ini kata mereka, Tuhan tidak bisa atau tidak kuasa merubah nasib manusia kecuali kalau mereka sendiri merubah nasibnya. Kekuasaan Tuhan dalam hal ini tak ada lagi, karena sudah diserahkan kepada manusia, kata mereka.

Tanggapan : Fatwa kaum Qadanyah ini tidak sesuai dan ditentang kaum Ahlussunnah wal Jama'ah karena bertentangan dengan banyak Hadits dan Qur'an pula salah dalam mengambil logika tentang Keadilan Tuhan serta keliru dalam mentafsirkan ayat-ayat Qur'an di atas tadi. Kaum Ahlussunnah mengemukakan beberapa, dalil, diantaranya: Tuhan berfirman dalam Qur'an:
(((((( (((((((((( ((((( ((((((((((( ((((  
Artinya : "Dan Tuhan yang menjadikan kamu dan apa-apa yang kamu kerjakan". (As Shaffat : 96). Terang dalam ayat ini bahwa yang menjadikan manusia dan yang menjadikan pekerjaan manusia adalah Tuhan, bukan manusia. Dalil selanjutnya Tuhan berfirman
((((((((( (((((((((( ((((((((((( (((((((((( (((((( ((((((( ((( ((((((( (((((((((( ( ((((( (((((((((( (((((((( (((((((((( (((((((( (((( ((((( (((( ( ((((( (((((((((( ((((((((( (((((((((( (((((((( (((( ((((((( ( (((( (((( ((((( ((((( (((( ( ((((((( (((((((((( (((((((((( (( (((((((((( ((((((((((( (((((((( ((((  
Artinya: "Dan kalau mereka mendapat kebaikan mereka katakan ini dari Tuhan, dan kalau mereka mmdapat bahaya dikatakannya ini dari engkau (hai Muhammad). Katakanlah (kepada mereka) : "semuanya dari Tuhan, tetapi kenapa mereka tidak mengerti sesuatu kejadian" (An Nisa' 78). Nyata dalam ayat ini bahwa semuanya baik buruk dari Tuhan atau sudah dalam takdir Tuhan.

PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH DENGAN PAHAM JABARIYAH

Tidak Ada Usaha dan Ikhtiar Manusia

Kaum jabariyah beri’tiqad bahwa manusia itu "majbur” (terpaksa) dalam gerak-geriknya, seperti bulu ayam diudara yang dipermainkan angin atau kayu dalam laut yang dipermainkan ombak. Manusia tidak mempunyai daya, upaya, ikhtiar atau, "kasab". Sekalian hasil perbuatan manusia dijadikan oleh Tuhan, bukan oleh manusia.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah berpendapat bahwa memang semuanya dijadikan oleh Tuhan, tetapi Tuhan pula yang menjadikan adanya ikhtiar atau "kasab" bagi manusia. Manusia berikhtiar dan manusia berusaha. Kelanjutannya bagi paham Ahlussunnah, bahwa sesuatu yang dialami oleh manusia adalah pertemuan ikhtiar manusia dengan takdir. lkhtiar dan usaha itu hanya sebagai sebab saja, bukan yang mengadakan dan menciptakan sesuatu. Soal mencipta adalah hak tunggal Tuhan. Singkatnya "Tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan daya dan upaya Tuhan yang Tinggi lagi Besar".

Iman Dalam Hati Saja

Kaum Jabariyah berfatwa bahwa "iman" itu cukup kalau sudah mengakui dalam hati saja, walaupun tidak diikrarkan dengan lisan.

Tanggapan : Hal ini tidak sesuai dengan paham kaum Ahlussunnah wal jama’ah yang berpendapat bahwa iman itu ialah membenarkan dalam hati dan mengakui dengan lisan. Menurut Ahlussunnah - tidak cukup kalau hanya mengakui adanyaTuhan saja, tetapi tidak mengakui ke-Esaan-Nya. Yang penting selain mengakui adaNya juga mengakui Esaan-Nya. Tiada Tuhan selain Dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar