Selasa, 07 Februari 2017

ILMU KALAM "PERBANDINGAN PAHAM AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH DENGAN PAHAM-PAHAM LAINNYA"

PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH DENGAN PAHAM SYIAH

Wasiat Nabi Muhammad SAW.

Hadits atau riwayat ini dianggap oleh kaum Syi'ah sebagai wasiat dari Nabi Muhammad SAW. kepada ummat Islam agar mengangkat Sayidina Ali menjadi Khalifah kalau beliau sudah wafat. Nabi Muhammad SAW. bersabda ketika itu, kata orang Syi'ah: yang artinya Nabi SAW berjalan di malam hari menuju Madinah. Tatkala sampai di sesuatu tempat dekat Juhfah, Ghadir Khum, pada malam 18 Zulhijjah beliau berpidato dengan memegang dan mengangkat tangan sambil berkata: "Apakah saya tidak berhak kepada orang mu’min dari mereka?" Jawab pendengar : "Ya, hai Rasul Allah"' Lalu Nabi Muhammad SAW. menyambung lagi: "Barang siapa mengangap saya pemimpinnya maka Ali juga pernimpinnya".

Tanggapan : Diakui memang Nabi pernah berkata, yang artinya: "Barangsiapa yang saya pemimpinnya maka Ali pemimpinnya juga”. (Hadits riwayat Tirmidzi, lihat Sabib Tirmidzi, juzu' 18, pagina 165). Hadits ini menurut kaum Ahlussunnah wal Jama'ah bukanlah nash yang menjurus untuk menunjuk Ali sebagai Khalifah pengganti Nabi, karena hadits ini tidak mengatakan: "Khalifah sesudah saya adalah Ali", tetapi hanya dikatakan : "Barangsiapa yang menganggap saya pemimpinnya maka Ali juga pemimpinnya".

Persoalan Imam

Kaum Syi’ah beri'itiqad bahwa Imam itu adalah pengganti Nabi Muhammad SAW. dalam segala hal. Bukan saja untuk mengepalai Negara, tetapi juga menjadi Imam Agama yang tidak pernah berbuat kesalahan. Kaum Syi'ah menganggap Imamnya seperti kaum Ahlussunnah menanggap Nabinya dan bahkan lebih mengutamakan Imam dari Nabi.

Tanggapan : Paham semacam itu tidak sesuai dengan paham kaum Ahlussunnah wal jamaah, imam menurut mereka adalah orang biasa, sekedar pengganti Nabi dalam urusan mengurus soal-soal agama,dan pemerintahan, dan juga orang biasa yang bisa membuat kesalahan.

Arti Ahlul Bait

Didalam Alqur’an Q.S Al-Ahzab: 33
((((((( ((( ((((((((((( (((( (((((((((( (((((((( ((((((((((((((( ((((((((( ( (((((((((( ((((((((((( (((((((((( ((((((((((( (((((((((( (((( ((((((((((((( ( ((((((( ((((((( (((( (((((((((( ((((((( (((((((((( (((((( (((((((((( ((((((((((((((( (((((((((( ((((  
Artinya: "Sesunguhnya Allah hendak menghilangkan noda dari kamu hai ahlil bait, dan hendak membersihkan kamu sebersih-bersihnya". (Al Ahzab:33). Menurut istilah kaum Syi'ah yang dinamakan 'Ahlil Bait" ialah Siti Fatimah, Saidina Ali, Hasan, Husein, dan anak kandung, menantu serta cucu-cucu Nabi. Istri-istri Nabi menurut kaum Syi'ah bukan termasuk ahlil bait.

Tanggapan : Paham ini ditentang oleh kaum Ahlussunnah, karena bukan saja beliau-beliau tetapi istri-istri Nabi adalah Ahlil bait semuanya. Dan bahkan sebabnya turun ayat ini ialah menerangkan persoalan yang menyangkut istri Nabi, Siti Aisyah Ummul Mu'minin. Ayat ke 33 didahului oleh ayat ke 32 yang terang-terang ditujukan kepada istri Nabi yang bunyinya :
((((((((((( (((((((((( (((((((( (((((((( ((((( (((((((((((( ( (((( (((((((((((( (((( (((((((((( (((((((((((( (((((((((( ((((((( ((( ((((((((( (((((( (((((((( (((((( (((((((((( ((((  
Artinya: "Hai istri Nabi! Kamu tidak sama dengan seorang pun dari wanita lain, jika kamu berbakti. Karena itu janganlah kamu berlaku lemah-lembut dalam ucapan, karena kalau begitu akan menaruh harapan bagi orang yang dalam hatinya ada penyakit, tetapi ucapkanlah perkataan yang sopan". (Al-Ahzab: 32).
 (((((((( ((( ((((((((((( (((( (((((((((( (((((((( ((((((((((((((( ((((((((( ( (((((((((( ((((((((((( (((((((((( ((((((((((( (((((((((( (((( ((((((((((((( ( ((((((( ((((((( (((( (((((((((( ((((((( (((((((((( (((((( (((((((((( ((((((((((((((( (((((((((( ((((  
Artinya; "Dan bendaklah kamu berdiam dirumah kamu janganlah kamu berdandan seperti dandan orang jahiliyab dahulu, dan hendaklab kamu sembahyang dan bayarkan zakat, ikutlah Allab dan Rasul-Nya, sesungguhnya Allah hendak menghilangkan noda dari kamu hai ahlil bait , dan hendak  membersihkan kamu sebersih-bersihnya".(Al-Ahzab:33).
Pandangan Kaum Syiah Terhadap Tiga Khalifah Sebelum Ali Bin Abi Thalib

Suatu i'itiqad yang sangat salah dan sangat berbahaya dari sebagian imam Syi'ah ialah menganggap bahwa ketiga orang Khalifah Nabi yang pertama (Abu Bakar, Umar dan Utsman) adalah perampok-perampok yang terkutuk, yaitu orang-orang yang merampas kekuasaan dari Sayidina Ali.

Tanggapan : Nabi Muhammad SAW. pernah mengatakan bahwa ada 10 orang sahabat Nabi yang akan masuk surga langsung tak diragukan lagi, yaitu : Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Abdullah, Zuber bin Awam, Sa'ad bin Abu Waqas, Said bin Zaid, Abdurrahman bin Auf, dan Ubaidah bin Jarrah. I'itiqad orang Syi'ah bertentangan dengan ini. Nabi mengatakan bahwa Abu Bakar, Umar dan Utsman akan masuk surga. Oleh karena itu kaum Ahlussunah wal Jama'ah tidak menerima paham yang keliru dari kaum Syi'ah ini.

Persoalan Imam yang Lenyap

Kepercayaan "ada Imam yang lenyap" adalah  kepercayaan pokok bagi kaum Syi'ah. Menurut mereka imam yang lenyap (gaib) itu akan kembali sewaktu-waktu untuk membawa keadilan dan menghukum orang yang bersalah.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah berpendapat, bahwa hanya Nabi Isa seorang yang dapat lenyap, karena beliau diangkat oleh Tuhan kesesuatu tempat, tetapi manusia yang lain tidak ada keterangannya dari  Tuhan dalam al Qur'an termasuk imamnya orang syi’ah. Sebagaimana masalah Nabi Isa As diakui oleh Qur'an suci, dalarn firman-Nya:
(((((((((((( ((((( ((((((((( ((((((((((( (((((( (((((( (((((((( ((((((( (((( ((((( ((((((((( ((((( ((((((((( (((((((( ((((((( (((((( ( (((((( ((((((((( ((((((((((((( ((((( ((((( ((((( ((((((( ( ((( ((((( ((((( (((( (((((( (((( (((((((((( (((((((( ( ((((( ((((((((( (((((((( (((((  
Artinya: "Dan perkataan mereka kami telah membunuh Al Maseh 'Isa bin Maryam. Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuh dia dan mereka tidak menyalib dia, tetapi disamarkan bagi mereka dan sesungguhnya orang-orang yang berselisihan paham tentang itu adalah dalam sangka-sangka padanya, mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang itu melainkan turut sangka-sangkanya saja dan mereka tidak, membunuh  dia dengan yakin" (An Nisa': 157).

Paham Wahdatul Wujud

Di antara pahamnya yang ganjil ialah bahwa yang ada itu pada hakikatnya adalah Tuhan, Kalau engkau melihat sesuatu benda maka itu adalah Tuhan, kata mereka. Jadi bagi mereka Tuhan itu bersatu dengan makhluk-Nya, yang dinamakan Wahdatul Wujud "satu yang ada".

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah rnenolak sekuat-kuatnya paham "Wahdatul wujud" ini, karena mustahil bagaimana pun dita'wilkan Tuhan dan alam akan bersatu dan tidak masuk akal bahwa khaliq dan makhluk menjadi satu.

I’tiqad Taqiyah (Menyembunyikan Paham)

Salah satu pokok bagi i'itiqad kaum Syi'ah adalah at taqiyah, yaitu menyembunyikan paham yang sebenarnya dan melahirkan yang lain daripada yang ada dalam hati. I’tiqad taqiyah ini sama dengan "membohong". Seperti, jika yang berkuasa pada saat itu adalah kaum mu’tazilah maka mereka berpura-pura mu’tazilah. Hal ini adalah kesengajaan dan bahkan menjadi wajib hukumya karena merupakan salah satu dasar kepercayaan mereka. Dasar ini mereka arnbil dari ayat Qur'an pada surat Ali Imran:28
(( (((((((( ((((((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((( ((( ((((( ((((((((((((((( ( ((((( (((((((( ((((((( (((((((( (((( (((( ((( (((((( (((( ((( ((((((((( (((((((( ((((((( ( ((((((((((((((( (((( ((((((((( ( ((((((( (((( ((((((((((( ((((  
Artinya: "Janganlah orang mu'min mengambil orang kafir menjadi pimpinan, selain orang mu'min, Siapa memperbuat demikian maka tiadalah  ia dari agama Allah sedikit juga, kecuali kalau kamu takut kepada mereka sebenar-benar takut (Ali Imran: 28).

Tanggapan : Bagi kaum Ahlussunnah hal ini termasuk golongan orang munafiq yang akan dimasukkan ke dalam alas yang terbawah sekali dari neraka. Sebagaimana tercantum pada surat An-Nisa:144
((((((((((( ((((((((( (((((((((( (( ((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((( ((( ((((( ((((((((((((((( ( (((((((((((( ((( ((((((((((( (( (((((((((( (((((((((( (((((((( (((((  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu Mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?”. (An-Nisa: 144). Nabi Muhammad SAW  bersabda: Artinya: "Tanda-tanda orang Munafiq tiga, yaitu: Membohong apabila berkaau, berdusta apabila berjanji, berkhianat apabila dipercayai" (Hadits Riwayat Imam Bukhari - Shahih Bukhari Juz I hal. 13 dan hadits ini dirawikan juga oleh Imam Muslim Shahih Muslim Juz 1 haI. 44).

I’tiqad Raj’ah (Kembali)

Raj’ah ini adalah suatu i'itiqad yang paling aneh karena mempercayai bahwa Nabi Muhammad SAW., Saidina Ali, Saidina Hasan Husein bin Ali, dan Imam-imam Syi'ah akan hidup, dan kembali ke dunia sesudah lahir Imam Mahdi (lmam Syi'ah yang penghabisan). Dan ketika itu kembali pula kedunia Saidina Abu Bakar, Saidina Umar, Saidina Utsman bin Affan, Saidina Mu'awiyah, Yazid bin Mu'awiyah dan lain-lain. Ketika itu Imam Mahdi menghukum musuh-musuhnya yang merampas haknya Abu Bakar dan Umar akan disalib di atas kayu, sesudah itu semuanya akan mati lagi, dan dihidupkan kembali pada hari kiamat.

Tanggapan : I'itiqad ini tidak benar, bertentangan dengan ayat-ayat Qur'an, karena mati sesudah hidup hanya satu kali, bukan dua kali, kepercayaan kaum Ahlussunnah wal Jama'ah berdasarkan Al-Qur'an:
(((((( ((((((((((( (((((( ((((((((( (((((((((( ((((((((((((( ( (((( ((((((((((( (((( ((((((((((( (((( (((((((( ((((((((((( ((((  
Artinya: "Mengapa kamu tidak mau beriman kepada Tuhan, padahal dulu kamu tidak ada, kemudian menghidupkan Tuhan akan kamu, kemudian ia matikan kamu, kemudian ia hidupkan kembali dan sesudah itu kepada-Nya kamu dikembalikan".(Al Baqarah : 28).

Nikah Mut’ah Halal

Satu fatwa yang sangat sesat dari Kaum Syi'ah ialah menghalalkan nikah mut'ah. Mereka berlandaskan dalil Q.S An-Nisa:24. Dalam ayat ini kata orang Syi'ah kita boleh istimta' (bersenang-senang) dengan wanita asal dibayar upahnya.
((((( ((((((((((((((( ((((( (((((((( (((((((((((( ((((((((((( ((((((((( ( ((((  
Artinya: (menurut Syi'ah) “Maka wanita-wanita yang telah kamu istimta' dengan mereka, berikanlah kepada mereka upah mereka sebagai suatu kewajban" (An Nisa: 24).

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah dan Imam-imam yang berempat menganggap bahwa nikah mut'ah itu sama saja dengan zina, terlarang dan haram hukumnya. Arti ayat tersebut bukanlah menghalalkan mut'ah, tetapi ayat ini berkenaan dengan nikah. Arti yang sebenarnya dari ayat ini ialah : "Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) berikanlah kepada mereka maharnya dengan sempurna sebagai suatu kewajiban!'. "Ujur" dalam ayat ini bukan berarti "upah", tetapi berarti "mahar", sebagai  juga yang tersebut dalam Al-Qur’an:
(((((((((((((( (((((((( (((((((((( (((((((((((( ((((((((((( ((((((((((((((( ((((  
Artinya: "Maka kawinilah  mereka dengan seizin tuannya, dan berikanlah mahar (mas kawin) dengan cara yang patut" (An Nisa': 25). Di situlah terletak kesalahan Syi'ah, sampai menghalalkan yang haram, sebab karena tersalah dalam mengartikan "ujur".

Tidak Menerima Ijma dan Qiyas

Kaum Syi'ah tidak menerima "ljma" karena menurut mereka menerima ijma' itu berarti membenarkan perbuatan orang-orang yang di luar lingkungan Syi'ah. Bagi mereka yang benar hanyalah perbuatan Imam-imam Syi'ah saja, yang lain tidak. Kaum Syi'ah juga tidak rnenerima qiyas, karena qiyas itu adalah hanya "pendapat" manusia, bukan wahyu dari Tuhan. Sebagai gantinya mereka berpedoman pada "perkataan" imam-imam mereka karena menurut mereka imam-imam mereka masih menerima wahyu dari Tuhan.

Tanggapan : Hal ini bertentangan dengan paham Ahlussunnah wal Jama'ah yang menerima ljma' dan Qiyas sebagai sumber hukum dalam syari'at Islam. Imam Besar Muhammad bin Idris as Syafi'i, pembangun Madzhab Syafi’i berkata dalam kitab ar Risalah: Artinya: "Tidak boleh seseorang mengatakan dalam hukum sesuatu, ini halal ini haram, kecuali kalau ada sandarannya atau ilmunya. ilmu itu ialah ilmu Kitab, Sunnah, Ijma' dan Qiyas" (Ar Risalah pagina 39). Nabi Muhammad SAW. menyuruh kita untuk menetapi apa yang telah disepakati oleh ummat Islam, dalam hal ini tentu Imam-imam Mujtahid-nya.

PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH DENGAN PAHAM MU’TAZILAH

Baik dan Buruk ditentukan Oleh Akal

Kaum Mu'tazilah berpendapat, bahwa buruk dan baik ditentukan oleh aqal mana yang baik dan buruk.

Tanggapan : Kepercayaan seperti ini tidak dibenarkan oleh kaum Ahlussunnah wal jama'ah, karena yang menentukan buruk dan baik itu adalah Tuhan dan Rasul-Nya, atau Qur'an dan Sunnah, bukan aqal. Bagi Ahlussunnah, aqal itu dipakai untuk meneliti, sebagai alat pelaksana, bukan untuk menentukan hukum sesuatu. Kaum Ahlussunnah mengakui bahwa aqal itu diberi wewenang tertinggi untuk memahami tiap sesuatu, bahkan untuk mengenali wujud-Nya Allah dan sifat-sifatNya. Dalam al Qur'an banyak sekali ayat yang menyuruh manusia mempergunakan aqalnya dan mengejek orang-orang yang tidak mau memakai aqalnya. Akan tetapi dalam menetapkan hukum hanya ditetapkan oleh Syari'at dari Tuhan karena agama itu punya Tuhan, bukan punya aqal.

Tuhan Tidak Mempunyai Sifat

Kaum Mu'tazilah mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Tuhan mendengar dengan Zat-Nya, Tuhan melihat dengan Zat'Nya, dan Tuhan berkata dengan Zat-Nya. Kata mereka, dasar paham ini ialah tauhid. Kalau Tuhan pakai sifat maka itu berarti Tuhan dua, yaitu Zat dan sifat.

Tanggapan : Paham ini bertentangan dengan paham Ahlussunnah wal Jama'ah yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat, bukan satu bukan dua, tetapi banyak. Ada sifat yang mesti (wajib), ada yang mustahil (tidak mungkin), dan sifat jaiz. Di dalam al Qur'an tercantum:
(((( (((( ((((((( (( ((((((( (((( (((( ( ((((((( (((((((((( (((((((((((((( ( (((( (((((((((((( (((((((((( ((((  
Artinya: "Dialah  Tuhan, tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui  yang tersembunyi  dan yang terang, Dia Yang Pengasih dan Penyayang" (Al Hasyr : 22). Dalam ayat ini terang ada nama Zat, yaitu Allah (Tuhan) dan ada sifat-Nya yaitu "'alimun" (Yang mengetahui). Menurut tata bahasa Arab "'alimun" di sini adalah sifat bagi Allah.

Qur’an Makhluk

Kaum Mu'tazilah pada abad ke II dan ke III Hijriyah telah menggoncangkan ummat Islam dengan keterangannya yang mengatakan bahwa Qur'an itu makhluk, bukan sifat Allah yang qadim. Kepercayaan ini kelanjutan dari paham mereka bahwa Tuhan tidak  mempunyai sifat.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah berpendapat, bahwa Qur'an al Karim itu kalam Allah dan sifat Allah yang qadim, bukan makhluk yang baru. Tuhan bersama sifat-Nya adalah Qadim, Kalam Tuhan Allah yang qadim itu diperdengarkan kepada Malaikat Jibril dan dijadikan bersuara dan berhuruf. Malaikat Jibril membawanya kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai wahyu Tuhan. Nabi membacakan kepada sahabat-sahabat beliau yang menuliskannya di atas kertas sebagai yang kita lihat dan kita baca sekarang. Jadi, apa yang tertulis dalam Mashaf sekarang adalah kalam Allah yang qadim. Kalau yang dikatakan makhluk itu huruf dan suara yang tertulis di atas kertas maka itu masuk aqal, tetapi kalau kalam Allah yang berdiri di atas Zat yang qadim dikatakan makhluk maka hal itu adalah penyelewemgan besar.

Pembuat Dosa Besar

Imam kaum Mu'tazilah berpendapat bahwa orang mu'min yang mengerjakan dosa besar dan mati atas dosanya tidak lagi mu'min dan tidak pula kafir tetapi diantara kafir dan mu,min. Ia dimasukkan ke dalam neraka buat selama-lamanya seperti orang-orang kafir, tetapi hukumannya diringankan, nerakanya tidak seperti neraka orang-orang kafir. Inilah yang dinamakan oleh orang Mu'tazilah "Manzilah bainal manzilatein", atau "tempat diantan dua tempat,,.

Tanggapan : Fatwa ini tidak sesuai dengan kaum Ahlussunnah wal JamaahI berdasarkan dalil Al-Qur’an:
(((( (((( (( (((((((( ((( (((((((( ((((( (((((((((( ((( ((((( ((((((( ((((( (((((((( ( ((((( (((((((( (((((( (((((( (((((((((( ((((((( (((((((( ((((  
Artinya "Bahwasanya Tuhan tidak mengampuni dosa seseorang kalau Ia dipersekutukan, tetapi diampuninya selain dari pada itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Siapa yang mempersekutukan Tuhan sesunguhnya ia telah memperbuat dosa yang sangat besar'" (An Nisa': 48). Jadi menurut ayat ini siapa saja yang membuat dosa besar-kecil, kalau dosa itu tidak mempersekutukan Allah, maka ia bisa diampuni oleh Allah.

Tuhan Tidak Dapat dilihat

Kaum Mu'tazilah memfatwakan bahwa Tuhan tidak bisa dilihat walaupun dalam surga, karena hal itu akan menimbulkan tempat seolah-olah Tuhan ada dalam surga atau  dimana la dapat dilihat.

Tanggapan : Paham ini berlawanan dengan paham kaum Ahlussunnah wal Jamaah yang  berpendapat bahwa Tuhan akan dilihat oleh penduduk surga, oleh hamba-hambaNya yang saleh yang banyak mengenal Tuhan ketika hidup di dunia. Dalilnya adalah firman Allah:
((((((( (((((((((( ((((((((( ((((   (((((( (((((((( ((((((((( ((((  
Artinya : "Beberapa muka dihari ini  bercahaya gilang-gemilang, melihat kepada Tuhannya" (Al Qiyamah :22-23).

Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Kaum Mu'tazilah tidak mengakui dan tidak meyakini bahwa Nabi Muhammad Saw. mi'raj (naik) kelangit ketujuh pada tanggal 27 Rajab, yang diakui oleh mereka hanya "lsra" saja, Karena menurut mereka mi'raj itu tidak masuk akal, walaupun ada dalil yang menerangkannya.

Tanggapan : Fatwa ini dilawan oleh kaum Ahlussunnah wal Jama'ah dengan berlandaskan dalil Al-Qur’an:
((((((((( (((((((( (((((((( ((((((((((( (((((( ((((( (((((((((((( ((((((((((( ((((( (((((((((((( ((((((((( ((((((( (((((((((( ((((((((( ((((((((((( (((( (((((((((((( ( ((((((( (((( (((((((((( ((((((((((( (((  
Artinya"Maha suci Tuhan yang membawa hamba-Nya malam hari (lsra) dari Mesjid haram (Mekkah) sampai Mesjid Aqsha (Yerussalem), yang telah Kami berkati sekelilingnya, supaya Kami perlihatkan keterangan-keterangan kami kepadanya. Sesungguhnya Dia (Tuhan) maha mendengar  lagi melihat (Isra': 1).

Malaikat Kiraman Katibin (Raqib dan Atid)

Kaum Mu'tazilah tidak mengakui adanya Malaikat "Kiraman Katibin" yang bernama Raqib dan Atid yang bertugas menuliskan amalan manusia sehari-hari. Mereka mengatakan bahwa ilmu Tuhan meliputi sesuatunya, tak ada yang tersembunyi bagi Tuhan dan karena itu Ia tidak membutuhkan lagi penulis-penulis yang akan menuliskan amal manusia sehari-hari.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah berkeyakinan, bahwa malaikat yang bernama Raqib dan Atid berada di kanan kiri setiap manusia, tiap hari yang bertugas menuliskan amal-amal manusia. Walaupun Allah mengetahui semua pekerjaan manusia, tetapi penulis-penulis itu perlu untuk dijadikan saksi di akhirat di hadapan Allah apabila amalan manusia itu ditimbang. Allah menyatakan hal ini dalam Quran:
(((((( (((((((((( (((((((((((( ((((   (((((((( (((((((((( ((((  
Artinya : "Sesungguhnya untuk kamu ada penjaga-penjaga, penulis-penulis yang mulia". (Al Infithar: 10-11). Dan firmannya
(((( ((((((((((( ((((( (( (((((((( (((((((( (((((((((((( ( (((((( ((((((((((( (((((((((( ((((((((((( ((((  
Artinya: 'Ataukah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan pembicaraan dalam sidang rahasia tertutup mereka ? sebenarnya utusan-utusan Kami didekatnya menuliskan. (Az Zukhruf:80).

Kekal

lmam kaum Mu,tazilah, memfatwakan: 1. Manusia yang dimasukkan ke dalam neraka tidak kekal dalam neraka, tetapi menjadi bersatu dalam neraka dengan neraka, sehingga ia pada akhirnya tak merasa lagi siksaan neraka, karena ia sudah menjadi neraka.2. Manusia yang masuk neraka bukan dimasukkan ke dalam neraka, tetapi neraka yang menariknya ke dalam, seperti besi berani menarik jarum ke dekatnya. 3. Sebagian lagi kaum Mu'tazilah mengatakan bahwa penduduk surga dan neraka tidak kekal, tetapi setelah lama mereka menerima upah atau menerima hukuman maka mereka dilenyapkan. Dan surga neraka pun dilenyapkan. Pada akhirnya yang kekal hanya Allah.

Tanggapan : Kesalahan pokok bagi mereka ialah karena terlalu memutar akalnya dalam menimbang sesuatu. Mereka jarang mempergunakan Qur'an dan Hadits sebagai ukuran. Kaum  Ahlussunnah wal Jarna'ah berpendapat bahwa surga dan neraka bersama penghuninya akan dikekalkan Tuhan buat selama-lamanya bukan kekal dengan sendirinya tetapi dikekalkan Tuhan. Yang kekal dengan sendirinya hanyalah Allah. Firman Allah:
(((( ((((((((( (((((((( ((((((( (((( (((( (((((((((((((( (((( (((((( (((((((((( (((( (((( ((((((((((( ((((   (((((((((((( ((((((((( (((((((((( (((((((((( (((((( (((((((( ((((( (((((((( ((((((((((( ((((  
Artinya :"Bahwasanya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami itu Alah kemudian mereka berdiri teguh  dalam pendirinnnya itu, mereka tidak akan merasa takut dan tidak merasa dukacita, Merekalah  yang rnenempati surga sebagai balasan dari perbuatan mereka dan kekal di sana selama-lamanya" (Al Ahqaf : 13 - l4).

Tidak Ada Timbangan, Hisab, Titian, Kolam dan Syafa’at

Sebagian kaum Mu'tzilah mengatakan bahwa di akhirat nanti tidak ada, Timbangan (Mizan), tidak ada perhitungan (Hisab), tidak ada Titian (Shiratalmustaqim), tidak ada Kolam (Haudh), dan tidak ada Syafa'at Nabi. Kalau dalam Qur'an yang menyebut-nyebut Timbangan dan Hisab, maka maksudnya adalah "keadilan Tuhan", kata mereka. Jadi mereka menta'wilkan seluruh ayat yang bersangkutan dengan Timbangan dan Hisab dengan "keadilan Tuhan". Semua ayat yang menyebutkan Timbangan, Hisab, Titian, Kolam, dan Syafa'at ditakwilkan menurut akalnya. Bagi mereka akal lebih berkuasa daripada syari'at.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah mempercayai bahwa nanti seluruh  amal manusia akan ditimbang, mana yang berat pahala, atau dosa. Allah menerangkan hal ini dalam Qur'an:
(((((((( ((((((((((((( (((( ((((((((((((( (((( ((((((( (((((((((((((((( ((((((((((( (((((( (((((((((((( (((( ((((((((( (((( ((((( ((((( ((((((((((((( ((((  
Artinya "Dan neraca (timbangan) pada hari itu berjalan betul, siapa berat timbangan kebaikannya itulah orang-orang yang beruntung" (Al A'araf : ll). Tentang Hisab, Allah berfirman:
(((( (((((((((( ((((((((((( ((((   (((( (((( ((((((((( (((((((((( ((((  
Artinya:"sesunguhnya kepada Kami mereka kembali, kemudian adalah urusan Kami untuk menghisab mereka" (Al Ghasyi'ah : 25- 26). Tentang Titian "Shiratal Mustaqim" Nabi Muhammad Saw. bersabda Artinya: "Diletakkan titian di alas panggung neraka jahanna, maka  saya dan ummat saya yang mula-mula melaluinya. Tidak ada yang sanggup bicara ketika itu selain Rasul-rasul. Do'a Rasul-rasul ketika itu ialah: Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah ! (Hadits Riwayat Imam Muslim. Syarah Muslim juzu' III pagina 20). Tentang "Kolam" Allah berfirman:
(((((( ((((((((((((( (((((((((((( (((  
Artinya : "Saya memberimu hai Muhammad telaga (Kolam) Kautsar" (Al-Kautsar: 1). Tentang syafa'at Nabi Muhammad Saw. Nabi bersabda: Artinya: Syafa'at aku untuk umat-umatku yang membuat dosa besar (HS dirawikan Tirmidzi - Shahih Tirmidzi Juz 9 hal 266).

Azab Kubur

Kaum Mu'tazilah berpendapat bahwa azab kubur tidak ada, karena bertentangan dengan akal, kata mereka.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jarma'ah, meyakini bahwa azab kubur itu ada, Allah berfirman:
(((((((( ((((((((( ((((( ((((((((((( (((((((((((( ( (((((( (((((( ((((((((((((( ( ((((((((( ((((( ((((((((((( (( (((((((((((( ( (((((( (((((((((((( ( (((((((((((((( (((((((((( (((( ((((((((( (((((( ((((((( ((((((( (((((  
Artinya: "Nanti mereka (kaum munafik) akan kami siksa dua kali, setelah itu mereka akan dikembalikan kepada hukuman yang berat." (At Taubah: 101).

Soal Shilah Wa Ashlah

Imam kaum Mu'tazilah Abu Ali AI Jubai menfatwakan bahwa yang dibuat Allah hanya yang baik atau yang lebih baik, yang buruk sama sekali tidak diciptakan Allah.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah mengi'itiqadkan bahwa semua yang terjadi pada alam raya ini semuanya ditakdirkan dan diciptakan oleh Allah, yang buruk atau yang baik. Tidak ada, seorang pencipta selain Allah. Allah memperbuat sekehendak hati-Nya pada milik-Nya, dan tidak dapat dikatakan Allah  itu aniaya kalau Ia membuat apa yang Ia sukai pada mllik-Nya dan kepunyaan-Nya.

PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH DENGAN PAHAM KHAWARIJ

Persoalan Khalifah

Kaum Khawarij mengakui Khalifah-Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Tetapi separuh yang akhir, dari Khalifah Utsman tidak diakui mereka lagi, karena Utsman "menyeleweng", kata kaum Khawarij. Begitu juga Khalifah Ali yang menjadi kafir karena membuat dosa besar, yaitu menerima "tahkim". Siapa yang berbuat dosa  menjadi kafir, kata Khawarij.

Tanggapan : Hal ini ditentang oleh kaum Ahlussunnah karena penyelewengan-penyelewengan yang tidak membahayakan rakyat umum, tidaklah menggugurkan pangkat Khalifah. Yang menggugurkan pangkat Khalifah ialah kalau Khalifah itu telah "tajahur" (dihadapan umum berbuat maksiat) dan menganjurkan rakyat mengikutnya. Keempat-empat Khalifah itu menurut Ahlussunnah  berjalan di atas jalan yang benar, dari mulai pekerjaannya sampai wafatnya.

Terhadap Ummul Mukminin Siti Aisyah

Kaum Khawarij mengutuk dan mencaci maki bahkan mengkafirkan ummul Mu'minin Siti Aisyah, Thalhah, dan Zuber bin Awam, karena ketiganya menggerakkan peperangan 'Jamal".

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah menolak sekeras-kerasnya pendapat ini. Ummul Mu'minin Siti Aisyah, Thalhah, dan Zuber bin Awam, pada ketika memerangi Saidina Ali dan pasukannya pada peperangan 'Jamal" adalah demi mempertahankan kebenaran menurut "ijtihad" mereka, bukan karena hawa nafsu serakah.

Cap “Kafir”

I’tiqad kaum Khawarij ialah lekas-lekas menuduh "kafir" bagi orang-orang yang tidak suka mengikutnya. Naf i bin Azraq, yang digelari Amirul Mu'minin oleh kaum Khawarij mefatwakan bahwa semua orang yang membantahnya adalah kafir yang halal darahnya, hartanya, dan anak istrinya. Dalil yang mereka pakai untuk pendirian ini ialah firman Allah:
((((((( ((((( ((((( (( (((((( ((((( (((((((( (((( (((((((((((((( (((((((( ((((   (((((( ((( (((((((((( ((((((((( ((((((((( (((( (((((((((( (((( (((((((( (((((((( ((((  
Artinya; "Nuh berdoa: Wahai Tuhanku jangan Engkau biarkan orang-orang kafir itu bertempat tingal dimuka bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba Engkau, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu berterima kasih. (Nuh : 26 - 27).

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah tidak mau lekas-lekas mengkafirkan orang lain, walaupun orang itu menentang pendapatnya. Nabi Muhammad SAW. bersabda: Artinya: "Apabila seseorang berkata kepada saudaranya: "Hai Kafir!” maka  tetaplah hal itu bagi salah seorangnya" (Hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim. Lihat Sahih Bukhari juzu' IV pagina 47). Maksud hadits ini ialah, kalau yang dikafirkan itu benar orang kafir pada Allah maka benarlah ucapannya itu. Tetapi kalau yang dikafirkan itu orang Islam maka kalimat kafir kembali kepada yang mengatakan. Oleh karena itu kaum Ahlussunnah sangat berhati-hati dalam menuduh orang lain kafir.

Ibadah =  Iman

Kaum Khawarij berpendapat bahwa yang dikatakan iman itu bukan pengakuan dalam hati dan ucapan dengan lisan saja, tetapi amal ibadah menjadi rukun iman pula. Barangsiapa yang tidak mengerjakan sembahyang, zakat, puasa, dll maka orang itu kafir, kata kaum Khawarij.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah, berpendirian bahwa rukun iman itu hanyalah dua, yaitu: membenarkan dalam hati dan mengikrarkan dengan lisan. Seseorang kalau sudah membenarkan dalam hatinya bahwa Tuhan itu adalah Tunggal dan Nabi Muhammad itu RasulNya, sesudah itu diikrarkannya dengan lisan. Adapun amal ibadat, seumpama sembahyang, puasa, zakat dan lain-lain itu untuk kesempurnaan iman. Yang kafir bagi Ahlussunnah ialah orang yang menghalalkan yang sudah diharamkan Tuhan.

Orang Sakit dan Orang Tua

Kaum Khawarij menfatwakan bahwa orang sakit atau orang yang sudah tua yang tidak ikut perang sabil maka orang itu menjadi kafir wajib dibunuh.

Tanggapan : Paham ini sangat keliru dan karena itu ditentang oleh kaum Ahlussunnah wal Jama'ah. Orang-orang sakit dan orang-orang yang sudah tua tidak wajib pergi perang sabil, karena itu ia tidak menjadi kafir karena tidak ikut. Allah menyatakan dalam al Qur'an:
(((((( ((((( (((((((((( (((((( (((( ((((( (((((((((( (((((( (((( ((((( ((((((((((( (((((( ( ((((  
Artinya: “Tidak mengapa bagi orang buta, tidak mengapa bagi orang pincang, tidak mmgapa bagi orang sakit (kalau mereka tidak ikut ke medan perang).” (Al Fath : 17).

Dosa Kecil dan Dosa Besar

Kaum Khawarij menfatwakan bahwa semua dosa  adalah besar, tidak ada yang bernama dosa kecil atau dosa besar. Semua pendurhakaan kepada Tuhan adalah besar, tidak ada yang kecil menurut kaum Khawarij.

Tanggapan : Paham ini ditentang oleh kaum Ahlussunnah wal Jarna'ah, karena dalarn al Qur'an dinyatakan bahwa ada dosa besar dan dosa kecil yang dinamai "sai yiaat". Firman Tuhan:
((( ((((((((((((( (((((((((( ((( (((((((((( (((((( ((((((((( ((((((( (((((((((((((( ((((((((((((( (((((((( (((((((( ((((  
Artinya “Jika kamu jauhi larangan-larangan yang besar, Kami ampuni saja "sai-yiaat"-mu (dosa-dosa kecil)". (An Nisa': 31).

Anak-Anak Orang Kafir

Menurut fatwa kaum Khawarij bahwa anak-anak orang kafir kalau mati kecil masuk neraka, karena ia kafir mengikut ibu bapaknya.

Tanggapan : I'ltiqad ini ditentang oleh kaum Ahlussunnah wal Jam'ah yang berpendapat bahwa anak-anak orang kafir yang meninggal selagi ia masih kecil akan dimasukkan ke dalam surga, bukan ke dalam neraka. Hal ini tidak sesuai dengan keadilan Tuhan karena menghukum anak kecil dengan dosa ibu bapakaya. Setiap orang hanya dihukum sesuai dengan dosanya masing-masing. Anak kecil belum bersalah, walaupun anak orang kafir.

PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH DENGAN PAHAM MURJI’AH

Iman Adalah Cukup Mengenal Allah dan RasulNya

Sebagian kaum Murjiah yang "gullah" (yang radikal) sampai ada yang beriitiqad, bahwa asal kita sudah mengakui dalam hati atas wujud Tuhan dan sudah percaya dalam hati kepada Rasul-Rasul-Nya maka kita sudah mu'min walaupun menghina Nabi, menghina Qur'an dan lain-lain sebagainya

Tanggapan : I'itiqad kaum Murjiah ini bertentangan dengan paham kaum Ahlussunnah wal Jama'ah, yang mengatakan bahwa iman itu harus percaya pada 6, yaitu percaya pada adanya Allah, percaya pada RasulNya,  percaya pada Malaikat-Malaikat-Nya, percaya pada kitab-kitabNya, percaya pada hari akhirat dan percaya pada qadha dan qadar. Kepercayaan kepada Allah dan Rasul saja tidak cukup. Paham kaum Murjiah ini terlalu longgar, karena keimanan itu hanya berputar sekeliiing hati saja, sehingga susah dicari batas-batas antara orang yang kafir dan orang yang mukmin.

Orang Berbuat Dosa Besar Tetap Mukmin

Orang yang telah ada iman dalam hatinya, tetapi ia kelihatan menyembah berhala atau berbuat dosa-dosa besar yang lain, bagi kaum Murjiah orang ini masih mu'min.

Tanggapan : Paham ini bertentangan dengan i'itiqad kaum Ahlussunnah wal Jama'ah yang berpendapat bahwa seorang mu'min menjadi kafir (rnurtad) kalau ia mengerjakan sesuatu hal yang membawa kepada kekafiran.

I’tiqad Menangguhkan

l'itiqad menangguhkan dari kaum Murjiah, yakni menangguhkan orang yang bersalah sampai ke muka Tuhan pada hari kiamat.

Tanggapan : I’tiqad murjiah ini sangat bertentangan dengan dali Al-Qur’an:
(((((((((((( ((((((((((( ((((((((((((( (((( ((((((( (((((((((( (((((((( (((((((( ( (((( ((((((((((( ((((((( (((((((( ((( ((((( (((( ((( ((((((( ((((((((((( (((((( (((((((((((( (((((((( ( (((((((((((( (((((((((((( (((((((((( ((((( ((((((((((((((( (((  
Artinya: "Wanita dan pria yang berzina deralah keduanya masing-masing seratus kali jangan kasihan kepada keduanya, demi menjalankan hukum Tuhan, kalau kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Hendaklah, ketika menjalankan hukuman itu dihadiri oleh sekumpulan orang mu'min" (An-Nur: 2). Nyatalah, bahwa orang yang bersalah dengan melakukan zina di dunia harus dihukum di dunia ini juga.

PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH DENGAN PAHAM QODARIYAH

Perbuatan manusia diciptakan oleh manusia sendiri

Seluruh perbuatan manusia, buruk dan baik, diciptakan oleh manusia sendiri, bukan oleh Tuhan, demikian paham kaum Qadariyah. I’tiqad mereka berlandaskan Al-Qur’an:
(((( (((( (( ((((((((( ((( (((((((( (((((( (((((((((((( ((( ((((((((((((( ( (((((((( ((((((( (((( (((((((( ((((((( (((( (((((( ((((( (  ((((  
Artinya:"Bahwasanya Allah tidak bisa merubah nasib sesuatu kaum, kalau tidak mereka sendiri merubahnya.” (Ar-Ra'd:11). Berdasarkan ayat ini kata mereka, Tuhan tidak bisa atau tidak kuasa merubah nasib manusia kecuali kalau mereka sendiri merubah nasibnya. Kekuasaan Tuhan dalam hal ini tak ada lagi, karena sudah diserahkan kepada manusia, kata mereka.

Tanggapan : Fatwa kaum Qadanyah ini tidak sesuai dan ditentang kaum Ahlussunnah wal Jama'ah karena bertentangan dengan banyak Hadits dan Qur'an pula salah dalam mengambil logika tentang Keadilan Tuhan serta keliru dalam mentafsirkan ayat-ayat Qur'an di atas tadi. Kaum Ahlussunnah mengemukakan beberapa, dalil, diantaranya: Tuhan berfirman dalam Qur'an:
(((((( (((((((((( ((((( ((((((((((( ((((  
Artinya : "Dan Tuhan yang menjadikan kamu dan apa-apa yang kamu kerjakan". (As Shaffat : 96). Terang dalam ayat ini bahwa yang menjadikan manusia dan yang menjadikan pekerjaan manusia adalah Tuhan, bukan manusia. Dalil selanjutnya Tuhan berfirman
((((((((( (((((((((( ((((((((((( (((((((((( (((((( ((((((( ((( ((((((( (((((((((( ( ((((( (((((((((( (((((((( (((((((((( (((((((( (((( ((((( (((( ( ((((( (((((((((( ((((((((( (((((((((( (((((((( (((( ((((((( ( (((( (((( ((((( ((((( (((( ( ((((((( (((((((((( (((((((((( (( (((((((((( ((((((((((( (((((((( ((((  
Artinya: "Dan kalau mereka mendapat kebaikan mereka katakan ini dari Tuhan, dan kalau mereka mmdapat bahaya dikatakannya ini dari engkau (hai Muhammad). Katakanlah (kepada mereka) : "semuanya dari Tuhan, tetapi kenapa mereka tidak mengerti sesuatu kejadian" (An Nisa' 78). Nyata dalam ayat ini bahwa semuanya baik buruk dari Tuhan atau sudah dalam takdir Tuhan.

PAHAM AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH DENGAN PAHAM JABARIYAH

Tidak Ada Usaha dan Ikhtiar Manusia

Kaum jabariyah beri’tiqad bahwa manusia itu "majbur” (terpaksa) dalam gerak-geriknya, seperti bulu ayam diudara yang dipermainkan angin atau kayu dalam laut yang dipermainkan ombak. Manusia tidak mempunyai daya, upaya, ikhtiar atau, "kasab". Sekalian hasil perbuatan manusia dijadikan oleh Tuhan, bukan oleh manusia.

Tanggapan : Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah berpendapat bahwa memang semuanya dijadikan oleh Tuhan, tetapi Tuhan pula yang menjadikan adanya ikhtiar atau "kasab" bagi manusia. Manusia berikhtiar dan manusia berusaha. Kelanjutannya bagi paham Ahlussunnah, bahwa sesuatu yang dialami oleh manusia adalah pertemuan ikhtiar manusia dengan takdir. lkhtiar dan usaha itu hanya sebagai sebab saja, bukan yang mengadakan dan menciptakan sesuatu. Soal mencipta adalah hak tunggal Tuhan. Singkatnya "Tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan daya dan upaya Tuhan yang Tinggi lagi Besar".

Iman Dalam Hati Saja

Kaum Jabariyah berfatwa bahwa "iman" itu cukup kalau sudah mengakui dalam hati saja, walaupun tidak diikrarkan dengan lisan.

Tanggapan : Hal ini tidak sesuai dengan paham kaum Ahlussunnah wal jama’ah yang berpendapat bahwa iman itu ialah membenarkan dalam hati dan mengakui dengan lisan. Menurut Ahlussunnah - tidak cukup kalau hanya mengakui adanyaTuhan saja, tetapi tidak mengakui ke-Esaan-Nya. Yang penting selain mengakui adaNya juga mengakui Esaan-Nya. Tiada Tuhan selain Dia.

STUDI ISLAM

KOMPROMI DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Piagam Jakarta adalah hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 antara pihak Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). Panitia Sembilan merupakan panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI. Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut:
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada saat penyusunan UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 1945 pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD. Butir pertama yang berisi kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya, diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa oleh Drs. M. Hatta atas usul A.A. Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo. Naskah Piagam Jakarta ditulis dengan menggunakan ejaan Republik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A. Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Muhammad Yamin.

Penggantian kalimat butir pertama Piagam Jakarta, “ Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya ” menjadi “ Ketuhanan Yang Maha Esa ” tidak menghilangkan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi kaum muslim di Indonesia karena Meng-Esa-kan Tuhan pada hakikatnya adalah menegakkan tauhid yakni mengakui ke-Maha Kuasa-an Allah Azza wa Jalla dengan menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya.

KEDUDUKAN ISLAM DALAM NEGARA PANCASILA
Negara Indonesia memiliki dasar Negara Indonesia memiliki dasar dan ideologi Pancasila. Negara kebangsaan Indonesia yang berPancasila bukanlah negara sekuler atau negara yang memisahkan antara agama dengan negara. Di sudut lain negara kebangsaan Indonesia yang berPancasila juga bukan negara islam atau negara yang berdasarkan atas agama tertentu (Suhadi, 1998: 114). Negara Pancasila pada hakekatnya adalah negara kebangsaan yang Berketuhanan YME.
 Dengan demikian makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara yang memilki sifat kebersamaan, kekeluargaan dan religiusitas.
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, sebenarnya memiliki keselarasan dengan ajaran Islam sebagai agama mayoritas penduduk bangsa Indonesia. Sikap umat Islam di Indonesia yang menerima dan menyetujui Pancasila dapat dipertanggung jawabkan sepenuhnya dari segala segi pertimbangan.
Beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan keselarasan Pancasila dengan ajaran Islam adalah sebagaimana uraian berikut:
1). Pancasila bukan agama dan tidak bisa menggantikan agama.
2). Pancasila bisa menjadi wahana implementasi Syariat Islam.
3). Pancasila dirumuskan oleh tokoh bangsa yang mayoritas beragama Islam.

Pancasila : Jiwa kepribadian, pandangan hidup dan dasar Negara. Dalam Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar Negara kita. Di samping itu, maka bagi kita pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia.
Tujuan pengamalan Pancasila itu sendiri tidak lain untuk mewujudkan kehidupan pribadi dan kehidupan bersama yang dicita-citakan, kehidupan yang kita anggap baik. Dan untuk merasakan kehidupan yang kita anggap baik itulah tujuan akhir dari pembangunan bangsa dan Negara kita.
Pancasila sebagai dasar negara adalah harga mati yang tidak  boleh ditawar lagi. Bukan tidak mungkin apabilaada oknum yang ingin mengganti ideology pancasila dengan yang lainnya maka akan timbul permasalahan atau kesalahan yang memecah belah eksistensi Negara kesatuan. Akhirnya Indonesia akan tercecar mejadi Negara-negara kecil yang berbasis agama dan suku. Untuk menghindari masalah tersebut maka penerapan hukum-hukum agama (juga hukum-hukum adat) dalam system hukum Negara menjadi urgen untuk diterapkan. Indonesia awalnya merupakan kumpulan kerajaan yang berbasis agama dan suku. Pancasila yang diperjuangkan untuk mengikat agama-agama dan suku-suku itu harus tetap  mengakui jati diri dan ciri khas yang dimiliki setiap agama dan suku.
Selain hal-hal di atas, hubungan Pancasila dengan ajaran Islam juga tercermin dari kelima silanya yang selaras dengan ajaran Islam. Keselarasan masing-masing sila dengan ajaran Islam, akan dijelaskan melalui uraian di bawah ini:

Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Esensi dari sila pertama adalah komitmen memuliakan Sang Maha Pencipta dengan sebenar-benarnya, dalam rangka menjaga keluhuran penciptaan manusia di muka bumi. Sila ini akan menjadi pintu pengabdian bagi pengamalan keempat sila lainnya dengan semangat keterpanggilan untuk mewujudkan ketaatan atas hukum-hukum kemutlakan yang menjadi keyakinan tanpa prasyarat atas nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

Nilai ketuhanan yang Maha Esa jelas mengadopsi konsep bertuhan Islam, hal ini begitu jelas dan tegas Tuhan berfirman dalam Al-Qur’an: “ Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa”(QS.An-Nahl [16]:22). Peletakan  ideologi  Ketuhanan  Islam dalam  sila pertama Pancasila adalah tepat mengingat bahwa Islam telah berkembang sebagai Agama Nusantara yang mewarnai kehidupan manusia sejak lama hingga kini. Penerapan ideology Islam dalam sila pertama pancasila tidaklah mengandung makna menutup hak hidup bagi pemeluk agama lainnya di Indonesia.

Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Nilai Kemanusiaan adalah elemen nilai yang haarus mengandungi setiap gerak relijiusitas ajaran serta aturan agama dan budaya maupun tradisi. Sebab yang akan menjalankan tatanan bentuk apapun, dn yang menerima efek baliknya, adalah manusia itu sendiri. Sehingga tidak mungkin untuk tidak mengikut sertakan nlai kemanusiaan dalam sendi-sendi peradaban yang dibangun atas dasar agama dan kearifan majemuk budaya maupun tradisi.

Dalam konteks Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, maka islam juga turut memasukkan nilai-nilai dasarnya yaitu sifat adil yang merupakan sifat utama Allah SWT yang wajib diteladani manusia. Sifat adil dan beradab terdapat dalam Al-Qur’an: “sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pengajaran” (QS.An-Nahl [16]:90). Sifat yang wajib diteladani manusia Indonesia yang menyatakan keadilan dan keberadaban sebagai sebuah  ideologi. Ideologi manusia yang mengutamakan penghormatan dan penghargaan atas manusia setelah ia mengakui Keesaan Tuhan. Inilah penjelmaan hablum minallah dan hablum minanas dalam ideologi Pancasila.

Sila Persatuan Indonesia

Sila persatuan Indonesia (kebangsaan Indonesia) dalam pancasila pada prinsipnya menegaskann bahwa bangsa Indonesia merupakan Negara kebangsaan. Bangsa yang memiliki kehendak untuk bersatu , memiliki persatuan perangai karena perastuan nasib, bangsa yang terkait pada tanah airnya. Bangsa yang akan tetap terjaga dari kemungkinan mempunyai sifat chauvinistis.
Persatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan juga menyiratkan arti adanya keragaman, dalam pengertian bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi ,politik, ekonomi sosial budaya,dan keamanan.
Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta muwujudkan perdamaian dunia yang abadi. Perwujudan persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab.
Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia adalah persatuan kebangsaan Indonesia yang dibentuk atas bersatunya beragam latar belakang sosial, budaya, politik, agama, suku, bangsa, dan ideologi yang mendiami wilayah Indonesia.
Dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila ketiga ini semua paraturan perundang-undangan harus menjamin integrasi atau keutuhan ideologi dan teritori negara dan bangsa Indonesia sesuai dengan tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dapat dilihat dari ketentuan tentang pilihan bentuk negara kesatuan.
Persatuan Indonesia mengandung makna sebuah persatuan berbagai ragam bahasa, budaya, suku, dan beragam kehidupan manusia Indonesia. Inilah semangat naisonalisme Indonesia yang beragam. Pengahargaan atas keberagaman dalam persatuan dalam Islam tergambar jelas dalam firman Allah SWT: “ Wahai manusia! Sunguh, Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.” (QS,Al-Hujurat[49]:13)

Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilan

Islam adalah agama yang mengetumakan kemaslahatan umat, dengan demikian menjadi logis bahwa Islam mengutamakan musyawarah dan kerjasama konstruktif untuk mencapai suatu tujuan  yang diharapkan, “ dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS.Ali-Imran[3]:159).  Bebagai pertikaian dan sengketa yang terjadi di Indonesia pada umumnya adalah sebuah cara keluar dari tekanan ekonomi yang menimpa bangsa ini. Islam bukanlah agama yang mengutamakan kepentingan pribadi semata, tetapi lebih jauh menjangkau keadilan bagi banyak pihak. Ketimpangan sosial dan ekonomi bangsa yaitu menciptakan keadlian bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Keadilan sosial berkait dengan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, dalam  islam telah mencanangkan bentuk masyarakat yang berkeadilan. Allah SWT berfirman: “ dan pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”(QS. Az-Dzariyat[51]:19).

PERKEMBANGAN MASYARAKAT MUSLIM DI INDONESIA
Sejak dahulu bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah dan suka bergaul dengan bangsa lain. Oleh karena itu, banyak bangsa lain yang datang ke wilayah Nusantara untuk menjalin hubungan dagang. Ramainya perdagangan di Nusantara yang melibatkan para pedagang dari berbagai negara disebabkan melimpahnya hasil bumi dan letak Indonesia pada jalur pelayaran dan perdagangan dunia. Pada sekitar abad ke-7, Selat Malaka telah dilalui oleh pedagang Islam dari India, Persia, dan Arab dalam pelayarannya menuju negara-negara di Asia Tenggara dan Cina. Melalui hubungan perdagangan tersebut, agama dan kebudayaan Islam masuk ke wilayah Indonesia. Pada abad ke-9, orang-orang Islam mulai bergerak mendirikan perkampungan Islam di Kedah (Malaka), Aceh, dan Palembang.Waktu kedatangan Islam di Indonesia masih ada perbedaan pendapat. Sebagian ahli menyatakan bahwa agama Islam itu masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-8 Masehi. Pendapat itu didasarkan pada berita dari Cina zaman Dinasti T’ang yang menyebutkan adanya orang-orang Ta Shih (Arab dan Persia) yang mengurungkan niatnya untuk menyerang Ho Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).
Sebagian ahli yang lain menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia baru abad ke-13. Pernyataan ini didasarkan pada masa runtuhnya Dinasti Abbassiah di Bagdad (1258). Hal itu juga didasarkan pada berita dari Marco Polo (1292), berita dari Ibnu Batuttah (abad ke-14), dan Nisan Kubur Sultan Malik al Saleh (1297) di Samudera Pasai. Pendapat itu diperkuat dengan masa penyebaran ajaran tasawuf.
Terdapat berbagai pendapat pula mengenai negeri asal pembawa agama serta kebudayaan Islam ke Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa kebudayaan dan agama Islam datang dari Arab, Persia, dan India (Gujarat dan Benggala). Akan tetapi, para ahli menitikberatkan bahwa golongan pembawa Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat (India Barat). Hal itu diperkuat dengan bukti-bukti sejarah berupa nisan makam, tata kehidupan masyarakat, dan budaya Islam di Indonesia yang banyak memiliki persamaan dengan Islam di Gujarat.
Pembawanya adalah para pedagang, mubalig, dan golongan ahli tasawuf. Ketika Islam masuk melalui jalur perdagangan, pusat-pusat perdagangan dan pelayaran di sepanjang pantai dikuasai oleh raja-raja daerah, para bangsawan, dan penguasa lainnya, misalnya raja atau adipati Aceh, Johor, Jambi, Surabaya, dan Gresik. Mereka berkuasa mengatur lalu lintas perdagangan dan menentukan harga barang yang diperdagangkan. Mereka itu yang mula-mula melakukan hubungan dagang dengan para pedagang muslim. Lebih-lebih setelah suasana politik di pusat Kerajaan Majapahit mengalami kekacauan, raja-raja daerah dan para adipati di pesisir ingin melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Oleh karena itu, hubungan dan kerja sama dengan pedagang-pedagang muslim makin erat. Dalam suasana demikian, banyak raja daerah dan adipati pesisir yang masuk Islam. Hal itu ditambah dengan dukungan dari pedagang-pedagang Islam sehingga mampu melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Setelah raja-raja daerah, adipati pesisir, para bangsawan, dan penguasa pelabuhan masuk Islam rakyat di daerah itu pun masuk Islam, contohnya Demak (abad ke-15), Ternate (abad ke-15), Gowa (abad ke-16), dan Banjar (abad ke-16).
Proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia berlangsung secara bertahap dan dilakukan secara damai sehingga tidak menimbulkan ketegangan sosial. Cara penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia melalui berbagai saluran berikut ini:
Perdagangan
Dengan mempergunakan sarana pelayaran
Dakwah
Dilakukan oleh mubalig yang berdatangan bersama para pedagang. Para mubalig itu bisa jadi juga para sufi pengembara.
Perkawinan
Yaitu  melakukan perwakinan antara pedagang muslim, mubalig dengan anak bangsawan Indonesia. Hal ini akan mempercepat terbentuknya inti sosial, yaitu keluarga Muslim dan keluarga Muslim. Dengan perkawinan itu secara tidak langsung orang muslim tersebut status sosialnya dipertinggi dengan sifat kharisma kebangsawanan. Lebih-lebih apabila pedagang besar kawin dengan putri raja, maka keturunannya akan menjadi pejabat birokrasi, putra mahkota kerajaan, syahbandar, qodi, dan lain-lain.
Pendidikan
Setelah kedudukan para pedagang mantap, mereka menguasai kekuatan ekonomi di bandar-bandar seperti Gresik. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam. Pusat-pusat pendidikan dan dakwah Islam di kerajaan Samudra Pasai berperan sebagai pusat dakwah pertama yang didatangi pelajar-pelajar dan mengirim mubalig lokal, diantaranya mengirim Maulana Malik Ibrahim ke Jawa. Selain menjadi pusat-pusat pendidikan, yang disebut pesantren, di Jawa juga merupakan markas pengemblengan kader-kader politik. Misalnya, Raden Fatah, raja Islam pertama Demak, adalah santri pesantren Ampel Denta, Sunan Gunung Jati, Sultan Cirebon pertama adalah didikan pesantren Gunung Jati dengan Syaikh Dzatu Kahfi, Maulana Hasanuddin yang diasuh ayahnya Sunan Gunung Jati yang kelak menjadi Sultan Banten pertama.
Tasawuf dan Tarekat
Sudah diterangkan bahwa bersamaan dengan pedagang, datang pula para ulama, da’i, dan sufi pengembara para ulama atau sufi itu ada yang kemudian diangkat menjadi penasihat atau pejabat agama di kerajaan. Di Aceh ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Nuruddin Ar-Raniri, Abd. Rauf Singkel demikian juga kerajaan-kerajaan di Jawa mempunyai penasihat yang bergelar wali, yang terkenal adalah Wali Songo.

Para sufi menyebarkan Islam melalui dua cara :
Dengan membentuk kader mubalig, agar mampu mengajarkan serta menyebarkan agama Islam didaerah asalnya. Dengan demikian, Abd Rauf mempunyai murid yang kemudian menyebarkan Islam ditempat asalnya diantaranya Syaikh Burhanuddin Ulakkan, kemudian Syaikh Abd Muhyi Pamijahan Jawa Barat, Sunan Giri mempunyai murid Sultan Zaenul Abidin dari Ternate, Dato Ri Bandeng menyebarkan Islam ke Sulawesi, Bima dan Buton, Khatib Sulaiman di Minang Kabau mengembangkan Islam ke Kalimantan Timur, Sunan Prapen (ayahnya Sunan Giri) menyebarkan Islam ke Nusa Tenggara Barat.
Melalui karya tulis yang tersebar dan dibaca berbagai tempat di abad ke-17, Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama dan para sufi. Hamzah Fansuri menulis antara lain Asror Al-Arifin Fibayan Ila Al-Suluk Wa Al-Tauhid, juga syair perahu yang merupakan syair sufi. Nuruddin, ulama zaman Iskandar Tsani menulis kitab hukum Islam Shiratal Mustaqim.
Kesenian
Saluran yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam di Jawa adalah  seni. Wali Songo, terutama Sunan Kali Jaga, mempergunakan banyak cabang seni untuk Islamisasi, seni Arsitektur, Gamelan, Wayang, Nyanyian, dan seni Busana.
Melalui saluran-saluran itu Islam secara berangsur-angsur menyebar. Penyebaran Islam di Indonesia secara kasar dapat dibagi dalam tiga tahap. Pertama, dimulai dengan kedatangan Islam, yang diikuti oleh kemerosotan demikian keruntuhan Majapahit pada abad ke 14-15. Kedua sejak datang dan mapannya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia sampai abad ke-19. Ketiga, bermula pada awal abad ke-20 dengan terjadinya “Liberalisasi” kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Dalam tahapan-tahapan itu akan terlihat proses Islamisasi sampai mencapai tingkat sampai sekarang.
Kekuasaan Politik
Penyebaran islam tidak terlepas dari dukungan yang kuat dengan para Sultan. Di Pulau Jawa , misalnya Kesultanan Demak merupakan pusat dawah dan mebjadi pelindung perkembangan islam. Begitu juga sultan-sultan lainnya di Indonesia. Meraka melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah di Indonesia.
 
PANCASILA DAN PIAGAM MADINAH
A.J. Weinsinck dan W. Montgomery Watt berkesimpulan bahwa Piagam madinah bukan hanya sebagai “perjanjian masyarakat” biasa, melainkan sebagai suatu konstitusi Negara islam. Karena itu, mereka membagi piagam tersebut menurut bab dan pasal-pasal layaknya suatu konstitusi. Piagam Madinah merupakan surat perjanjian yang dibuat pada masa Rasulullah SAW bersama dengan orang-orang Islam dan pihak lain (Yahudi) yang tinggal di Yasrib (Madinah). Piagam tersebut memuat pokok-pokok pikiran yang dari sudut tinjauan modern dinilai mengagumkan. Dalam konstitusi itulah untuk pertama kalinya dirumuskan ide-ide yang kini menjadi pandangan hidup modern, seperti kebebasan beragama, keberagaman, multikulturalism, humanism dan hak setiap kelompok untuk mengatur hidup sesuai dengan keyakinannya, kemerdekaan hubungan ekonomi, dan lain-lain. Selain itu juga ditegaskan adanya suatu kewajiban umum, yaitu partisipasi dalam usaha pertahanan bersama menghadapi musuh dari luar, dan menjunjung tinggi nilai-nilai humanis (Karvallo,dkk., 1983: 11).
Melihat prinsip-prinsip pokok yang terdapat dalam Piagam Madinah, agaknya tidak berlebihan kalau Pancasila, dasar Negara Indonesia, dapat dibandingkan sekalipun tidak dapat disamakan dengan prinsip-prinsip yang dikandung Piagam Madinah. Kedudukan dan fungsi Pancasila pun bagi Umat Islam Indonesia kiranya ada persamaan. Hal ini dapat dimaklumi bahwa lahirnya Pancasila merupakan obyektifikasi Islam, yaitu penerjemahan nilai-nilai internal ke dalam kategori-kategori objektif. Obyektifitas inilah yang akan menghindarkan masyarakat dari dominasi (Karim, 2004: 46). Objektivikasi berangkat dari internalisasi, inilah perbedaan objektivikasi dengan sekularisasi. Objektivikasi adalah penerjemahan nilai-nilai internal ke dalam kategori-kategori objektif. Objektivikasi merupakan konkretisasi dari keyakinan internal.
Pancasila dan Piagam Madinah tidak hanya mengisyaratkan kesejajaran pada penerimaan kelompok-kelompok beragam akan nilai-nilai kemanusiaan universal, tetapi juga mengimplikasikan adanya hak dan kewajiban yang sama pada kelompok-kelompok bersangkutan untuk menjaga keharmonisan dalam kehidupan berbangsa. Piagam Madinah Rasulullah berimplikasi pada adanya kewajiban membela keutuhan dan pelaksanaan dari setiap penyelewengan dan penghianatan.
Sama halnya dengan apa yang telah dilakukan kaum Muslimin Madinah terhadap Piagam mereka itu, umat Islam Indonesia juga berkewajiban membela Pancasila untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan berbangsa dan bernegara,maupun dalam perincian pelaksanaannya, serta berkewajiban mempertahankan nilai kesepakatan itu dari setiap bentuk penghianatan terhadap keutuhan NKRI. Pancasila dan Piagam Madinah memiliki kesamaan sebagai Kalimah SAW atau perjanjian luhur. Pancasila merupakan perjanjian luhur seluruh bangsa untuk membangun, mencintai dan mempertahankan Indonesia. Demikian pula dengan Piagam Madinah yang disusun untuk maksud yang kurang lebih sama. Berdasarkan pemikiran di atas, sudah selayaknya jika kaum Muslim, sebagai komunitas terbesar dituntut memiliki komitmen kuat dalam pelaksanan Pancasila secara benar. Demikian pula halnya dengan dihilangkannya tujuh kata dalam Piagam Jakarta, tidaklah berarti sebagai kekalahan perjuangan politik umat Islam, bukan pula kita tidak setuju kalau syariah Islam tegak di bumi Indonesia. Hal ini dapat ditunjukkan beberapa alasan (Tobroni,dkk., 1994: 75), diantaranya:
Tokoh-tokoh yang paling intens melakukan perubahan naskah Piagam Jakarta justru dari kalangan muslim terutama; Moh. Hatta, Ki Bagus Hadikusuma dan KH. Wahid Hasyim. Ki Bagus Hadikusuma lah yang mengusulkan sila pertama dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Menurut beliau rumusan demikian dikatakan lebih menekankan akidah tauhid, sementara rumusan dalam Piagam Jakarta lebih menekankan syari’at (Anwar, 1993: 34) dengan demikian Piagam Jakarta disusun dengan dorongan agama dan kemanusiaan.
Perubahan Piagam Jakarta menunjukkan sikap demokratis bapak bangsa yang dengan besar hati memahami kecenderungan dan keragaman yang ada. Hal itu juga menunjukkan usaha menghindari dominasi dan monolitik sektarian mayoritas. Salah satu konsekuen penting dari Pancasila, sebagaimana Piagam Madinah, ialah adanya jaminan kebebasan beragama. Prinsip beragama ini menyangkut hal-hal yang begitu rumit, karena berkaitan dengan segi-segiemosional dan perasaan mendalam kehidupan kita. Oleh karena masalah ini sangat sensitif, maka bahasa agama yang dipakai adalah bahasa universal, ”Ketuhanan Yang Maha Esa”, tidak dengan redaksi ” Tegaknya Syariat Islam”, NII (Negara Islam Indonesia), atau tegaknya Khilafah Islamiyah.
Dalam Piagam Madinah, Nabi Muhammad SAW meletakkan asas-asas kemasyarakatan, antara lain adalah: al ikha’, al Musawah, al tasamuh, al tasyawur, al ta’awun dan al ‘adalah (Maryam, dkk., 2002: 39).
Al ikha’ (Persaudaraan), merupakan salah satu asas penting masyarakat Islam yang diletakkan Rasulullah. Sebelumnya bangsa Arab menonjolkan identitas danloyalitas kesukuannya, setelah masuknya Islam identitas diganti dengan identitas Islam. Atas dasar ini Rasulullah mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar. Rasul mempersaudarakan Abu Bakar dengan Haritsah bin Zait, Ja’far bin Abi Tholib dengan Muadz bin Jabal dan lain-lain. Dengan demikian keluarga-keluarga Muhajirin dan Ansor dipertalikan dengan persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaran berdasarkan nasab dan kesukuan.
Al Musawah (persamaan), yaitu bahwa manusia adalah sama keturunan nabi Adam yang diciptakan dari tanah. Berdasarkan asas ini setiap warga masyarakat memiliki hak kemerdekaan dan kebebasan (hurriyah). Rasul sangat memuji para sahabt yang memerdekakan budak-budak dari tangan orang-orang Quraisy.
Al Tasamuh (toleransi), Piagam Madinah memuat asas toleransi, dimana umat Islam siap dan mampu berdampingan dengan kaum Yahudi. Mereka mendapat perlindungan dan kebebasan dalam melaksanakan agamanya masing- masing. Asas ini dipertegas dalam al Quran surat Al Kafirun: 6.
Al Tasyawur (Musyawarah) sebagaimana diisyaratkan dalam surat Ali Imran ayat 159. Kendati Rasul memiliki status yang tinggi dan terhormat dalam masyarakat, beliau seringkali meminta pendapat para sahabat dalam menghadapi permasalahan- permasalahan yang berkaitan dengan urusan dunia dan sosial budaya. Pendapat para sahabat kerap kali diikuti manakala dianggap benar.
Al Ta’awun (tolong menolong). Tolong menolong sesama muslim telah dibuktikan dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshor, sedangkan dengan pihak lain sesama penduduk Madinah, isi dalam Piagam Madinah merupakan bukti kuat berkaitan denagn asas ini.
Al ‘Adalah (keadilan) berkaitan erat dengan hak dan kewajiban setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan posisi masing-masing. Prinsip ini berpedoman pada surat al Maidah ayat 8 dan surat an Nisa’ ayat 58. Asas-asas dalam Piagam Madinah tersebut, tampaknya juga terkandung dalam butir-butir dari masing-masing ke lima sila Pancasila. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penyusunannya Pancasila sangatlah dipengaruhi oleh prinsip-prinsip agama Islam. Para tokoh yang terlibat dalam pembentukan Pancasila merupakantokoh-tokoh muslim yang memiliki kapasitas keagamaan yang tinggi memahami prinsip-prinsip kenegaraan dan kemasyarakatan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Piagam Madinah. Setiap prinsip dalam lima sila Pancasila (prinsip ketuhanan, persatuan, kemanusiaan, musyawarah dan keadilan) merupakan prinsi-prinsip yang terkandung dalam Piagam Madinah yang telah dilaksanakan Rasulullah SAW dan para khalifah rasyidah dalam menjalankan pemerintahan.







Referensi
Adian, Husaini.2009 “Pancasila bukan untuk menindas Hak Kostitusional Umat Islam. Kesalahpahaman dan penyalahpahaman terhadap Pancasila 1945-2009.” Jakarta : Gema Insani Press,.
Azhary.1992.  Negara Hukum, “Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya, dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini”.  Jakarta : Bulan Bintang.
Djaelani, Abdul Qadir. 1995. “Negara Ideal Menurut Konsepsi Islam”. Surabaya: Bina Ilmu.
https://mutiarazuhud.wordpress.com
Karim, Muhamad Abdul. 2004. “Menggali Muatan Pancasila dalam Perspektif Islam”. Yogyakarta: Surya raya.
Sunanto, Musyrifah. 2004. “Sejarah Peradaban Islam Indonesia”. Jakarta: Rajawali F.
Suryandari. 2007. “Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI”. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Saefudin. 2008. “Perkembangan Islam di Indonesia”. www.saefudin.info
Widjaja, A. W. 1991. “Pedoman Pokok dan Materi Perkuliahan Pancasila pada Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.
Kansil, C. S. T. dan Kansil, Chrisine S. T. 2006. “Modul Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan”. Jakarta: Pradnta Paramita.
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014. 2012. “Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”.  Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI.
Susanto, Dody. 2008. “Sekolah Terbuka Pancasila”. Jakarta: in Walk Press.
Ayusnain. 2014. “Pancasila dalam Pandangan Islam”. www.jenonculun.blogspot.co.id
Makalah Pendidikan Pancasila, “Hubungan Pancasila dan Agama”, dalam amikom.ac.id
Analisa Perbandingan, “Muatan Nilai dan Prinsip Piagam Madinah dan Pancasila”  dalam download.portalgaruda.org

PENGANTAR SOSIOLOGI "STRUKTUR SOSIAL DAN MASALAH SOSIAL"

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut August Comte sosiologi mengkaji masyarakat dari sisi social statics (statika social atau struktur social)dan social dynamics (dinamika social atau perubahan social). Comte berpendapat bahwa setiap masyarakat memiliki dua system kehidupan yang berbeda. Walaupun memiliki sisi yang berbeda, keduanya menjadi system yang tak terpisahkan dari sebuah masyarakat secara umum.
Social statics meliputi struktur social masyarakat berupa kelompok dan lembaga-lembaga social, lapisan serta kekuasaan. Sedangkan social dynamics adalah fungsi-fungsi masyarakat yang terlibat dalam proses social, peubahan social, atau bentuk abstrak interaksi social.
Struktur social adalah cara bagaimana suatu masyarakat terorganisasi dalam hubungan-hubungan yang dapat dipredisikan melalui pola perilaku berulang antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Struktur social dapat diartikan sebagai jalinan antara struktur-struktur social yang poko yaitu kaidah-kaidah/norma-norma social, lembaga-lembaga social dan lapisan-lapisan social.

Rumusan Masalah
Apa pengertian struktur social?
Apa saja ciri-ciri dari struktur social?
Apa saja macam-macam penyebab masalah sosial?
Apa saja contoh-contoh masalah social?
Bagaimana fungsi struktur social dalam kehidupan masyarakat?









BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Struktur Sosial
Para ahli sosiologi merumuskan definisi dtruktur social sebagai berikut:
Soerjono Soekanto (1983): struktur sosial diartikan sebagai hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial dan antara peranan-peranan.
George C. Homans: struktur social merupakan hal yang memiliki hubungan eratdengan perilaku social dasar dalam kehidupan sehari-hari.
George Simmel: struktur sosial adalah kumpulan individu serta pola perilakunya.
William Kornblum: struktur social adalah susunan yang dapat terjadi karena adanya penulangan pola perilaku individu.
Jadi secara singkat struktur social dapat didefinisikan sebagai tatanan social dalam kehidupan masyarakat yang didalamnya terkandung hubungan timbal balik antara status dan peranan dengan batas-batas perangkat unsur-unsur social yang menunjuk pada suatu keteraturan perilaku, sehingga dapat memberikan bentuk sebagai suatu masyarakat.  

Ciri-ciri Struktur Sosial
Ciri-ciri struktur social secara umum :
Struktur social mengacu pada hubungan-hubungan social yang pokok yang dapat memberikan bentuk dasar pada masyarakat dan batas-batas pada aksi-batas yang kemungkinan besar dilakukan oleh organisatoris.
Struktur social mencakup semua hubungan social antara individu-individu pada saat tertentu.
Struktur social merupakan seluruh kebudayaan masyarakat yang dapat dilihat dari sudut pandang teoritis.
Struktur social merupakan aspek statis dari suatu proses atau fungsionalisasi dari system social.
Struktur merupakan tahapan perubahan dan perkembangan masyarakat yang mengandung dua pengertian, yaitu pertama; di dalam struktur social terdapat peranan yang bersifat empiris. Kedua; terdapat tahap perhentian stabilitas, keteraturan, dan integrasi social yang berkesinambungan sebelum kemudian terancam proses ketidakpuasan dalam tubuh masyarakat. Pada ciri yang kelima ini dalam sosiologi sering digunakan untuk melukiskan keteraturan social atau keteraturan elemen-elemen dalam kehidupan masyarakat.

Ciri-ciri struktur social secara khusus :
Diferensiasi
Startegi subsistens dan perubahan besar dalam transisi masyarakat memberi pengaruh pada struktur sosial masyarakat. Ciri yang paling mencolok adalah adanya diferensiasi kedudukan. Diferensiasi kedudukan adalah posisi yang tidak sama yang ada di masyarakat. Misalnya ada pemimpin dan anak buah. Struktur ini meluas manakala posisi-posisi itu juga menungkat dan terjadi jarak pemisah pemimpin dan anak buah. Misalnya pemimpin akan berkuasa dan mendapatkan keistimewaan-keistimewaan tertentu, sementara itu mungkin saja muncul banyak tangan kanan sabg pemimpin yang dipercaya untuk membantu mengurusi anak buah yang semakin banyak.. konsekuensinya, pemimpin menjadi jarang berinteraksi dengan anggota kelompoknya (Parsell, 1987: 56).
Perubahan masyarakat kearah yang lebih modern mungkin juga merubah diferensiasi fungsional mayarakat. Diferensiasi fungsional adalah meningkatnya pembagian kerja (division of labor) di masyarakat. Sementara pembagian kerja adalah tugas khusus yang dibebankan pada berbagai anggota sebuah kelompok, organisasi, atau komunitas kelompok. Intinya dengan adanya pembagian kerja ini masyarakat menjadi sangat kompleks. Contoh pembagian kerja di lingkungan sekolah, ada kepala sekolah, guru, staf karyawan, satpam dan lain-lain.
Status
Status adalah posisi sosial seseorang pada kedudukan tertentu yang mendapat pengakuan sosial. Setiap status menjalin hubungan relasional satu sama lain. Karena itulah masing-masing status dibebankan oleh harapan dan tanggung jawab. Contohnya, kepala sekolah bertanggung jawab kepada bawahannya untuk membuat kebijakan yang adil, sementara bawahannya diharapkan patuh terhadap kebijakan tersebut.
Setiap orang terkadang memiliki banyak status yang dinamakan seperangkat status (status set). Misalnya, seorang anak dalam keluarga, ia juga menjadi kakak atau adik bagi saudaranya, teman untuk lingkungan mainnya, dsb.
Diantara status yang kita miliki ada yang diperoleh sejak lahir dan melalui usaha. Ascribed status adalah posisi sosial sejak lahir atau diluar kehendak dirinya.Contoh, terlahir sebagai laki-laki ataupun perempuan.Achieved status adalah posisi sosial yang diperoleh dengan sengaja dan status itu menjadi ukuran kemampuan dan pilihan hidupnya.Contoh, menjadi mahasiswa terbaik. Pada umumnya status itu merupakan kombinasi askripsi (ascribed) dan capaian (achieved). Status skripsi seseorang mempengaruhi status yang ingin dicapainya.Misalnya, anak-anak belum bisa menjadi seorang polisi lalu lintas karena kesempatan itu hanya dibuka untuk orang yang sudah dewasa (Macionis, ibid, bdk. Kornblum, 2000: 109-110).
Diantara status yang kita miliki, ada status yang lebih signifikan dibanding yang lainnya yang dinamakan status unggulan (master status). Status unggulan adalah status sosial seseorang yang paling penting dalam membentuk identitas seseorang, seringkali membentuk dirinya sepanjang hidupnya. Pekerjaan seringkali menjadi status unggulan karena ia berkaitan dengan pendidikan dan penghasilan seseorang. Mungkin ststus unggulan itu bermakna negative, seperti status penderita AIDS, atau ststus gender seorang perempuan yang sering mendapat keterbatasan kesempatan, atau status orang disable (cacat) yang dipandang sebagian masyarakat sebagai orang yang lemah, kekanak-kanakan dan memiliki perbedaan mendasar dalaam beberapa hal (Kornblum, 2000: 110)
Peran
Peran adalah pola perilaku normative yang diharapkan pada status tertentu. Dengan kata lain, sebuah status memiliki peran yang harus dijalani sesuai aturan yang berlaku. Misalnya, seorang suami berperan memenuhi nafkah hidup untuk anak dan istrinya. Seperti juga status, peran juga bersifat relasional dengan peran yang lain. Serta peran juga bias berbentuk seperangkat peran (role set). Perempuan misalnya, memiliki berbagai status dan peran. Status 1 sebagai istri yang melahirkan peran domestic dan peran conjugal (partner sex), status 2 sebagai ibu yang memiliki peran maternal bagi anak-anaknya dan peran kewargaan sebagai anggota PKK, status 3 sebagai guru yang memiliki peran mengajar dan peran dalam pertemanan dengan rekan kerja di sekolah, status 4 sebagai peneliti memiliki peran dalam penelitian dan peran dalam mempublikasikan hasil penelitian (Macionis, 2000: 84)
Ada juga yang disebut konflik peran (rolr conflict),yakni bertentangannya beberapa peran terkait dengan dua status atau lebih. Contoh, status sebagai ibu yang biasanya mengasuh anak tiap pagi, pada saat yang sama juga harus kerja kantoran karena statusnya sebagai pegawai negeri sipil. Selain konflik peran, ada juga ketegangan peran (role strain), yakni bertentangannya beberapa peran terkait dengan hanya satu status saja. Misalnya, seorang dekan mungkin ingin dekat dengan dengan semua staf fakultasnya, tetapi untuk memastiakan stafnya bekerja dengan baik maka ia menegakkan disiplin kerja, yang berakibat ada jarak hubungan ia dengan stafnya (Macionis, 2000: 85, bdk. Kornblum, 2000: 107-108).
Institusi
Menurut sosiolog, institusi itu berisi status, peran, dan norma yang menyatu dalam menjalankan tugasnya memenuhi kebutuhan hidup yang paling penting, yaitu memproduksi makanan dan membesarkan anak-anak. Misalnya, institusi ekonomi, disitu ada berbagai status dan peran masing-masing seperti pedagang, pembeli, pensuplai barang, dan penawar jasa. Mereka bekerja sesuai aturan jual beli yang disepakati bersama (Macionis, 2000: 62)
Institusi itu cenderung mengalami perubahan yang bergerak lambat. Praktik social yang telah diinstitusionalisasikan telah diestabliskan secara baik, itu berarti telah dikeramatkan oleh tradisi dan kebiasaan yang telah lama dilihat sebagai seuatu yang alamiah dimata anggota masyarakat. Praktik-praktik social yang demikian dirasa menyenangkan, begitu familiar, dapat diprediksi, dan aman. Dukungan dari kebiasaan dan tradisi akan membuat sulit institusi social itu untuk berubah (Macionis, ibid)

Masalah social
Dalam hal ini Soejono Soekanto membuat criteria masalah social diantaranya:
Factor ekonomi terdapat masalah kemiskinan, yang dalam hal ini kemiskinan dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan structural dan kemiskinan absolute.
Factor biologis didalamnya terdapat persoalan yang harus dipecahkan seperti masalah endemis atau penyakit menular sebagaimana terjadi dewasa ini, yaitu kasus flu burung, virus SARS, HIV, penyakit kelamin yang diserang dibeberapa daerah.
Factor psikologis, seperti depresi, stress, gangguan jiwa, gila, tekanan batin, kesejahyeraan jiwa, dan sebagainya.
Factor social dan kebudayaan, seperti perceraian, masalah criminal, pelecehan seksual, kenakalan remaja, konflik ras, krisis moneter, dan sebagainya.

Contoh Masalah Sosial
Kemiskinan
Kejahatan
Disorganisasi keluarga
Masalah remaja
Peperangan
Kelainan social
Masalah kependudukan
Masalah gender
Masalah kekerasan

Fungsi Struktur Sosial dalam Kehidupan Masyarakat

Dalam buku Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial (Abdul Syani: 1987), dijelaskan bahwa dalam struktur social banyak dijumpai berbagai aspek perilaku social. Perilaku social menunjukan adanya gejala yang tetap pada kehidupan masyarakat setelah melalui tahapan perubahan-perubahan tertentu.dengan struktur social,maka secara psikologis anggota masyarakat merasa ada batas-batas tertentudalam setiap melakukan aktivitasnya; individu senantiasa menyesuaikan diri dengan ketertiban dan keteraturan masyarakat yang ada.dalam keadaan demikian norma-norma dan nilai-nilai kemasyarakatan paling tidak dapat berfungsi sebagai pembatas dalam perilaku agar tidak melanggar batas-batas hak dari anggota masyarakat yang lain.
Menurut Mayor Polak (1979) sebagai pengawasan sosial, yaitu sebagai penekan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran terhadap norma-norma, nilai-nilai, dan peratuan-peraturan, sehingga disiplin dalam kelompok cenderung dapat dipertahankan. Selanjutnya dikatakan bahwa pengawasan dimaksudkan sebagai tujuan untuk mendisiplinkan para anggota kelompo dan menghindarkan atau membatasi adanya penyelewengan-penyelewengan dari nrma-norma kelompok. Tujuan untuk mendisiplinkan kelompok pada dasarnya didorong oleh suatu keinginan dan semangat persatuan diantara anggota kelompok, kesadaran menerima hukum dan norma-norma yang berlaku, dan tunduk kepada kepentingan dan kesejahteraan kelompok secara keseluruhan.
Struktur sosial juga berfungsi sebagai dasar untuk menanamkan suatu disiplin sosial karena aturan disiplinnya berasal dari dalam kelompok sendiri, maka perlakuan pengawasan dalam kelompoknya cenderung lebih mudah untuk dapat diterima sebagai kepentingan sendiri. Dengan berlakunya proses tersebut, maka setiap anggota kelompok akan mendapat pengetahuan dan kesadaran, terutama perihal sikap, adat kebiasaan, dan kepercayaan group feelingnya.
Dengan demikian anggota kelompok dapat mengetahui bagaimana cara bersikap dan bertindak yang sesuai dengan ketentuan dan harapan-harapan umum sehingga kemungkinan perbedaan-perbedaan paham sedikit dapat dikurangi.

















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Jadi secara singkat struktur social dapat didefinisikan sebagai tatanan social dalam kehidupan masyarakat yang didalamnya terkandung hubungan timbal balik antara status dan peranan dengan batas-batas perangkat unsur-unsur social yang menunjuk pada suatu keteraturan perilaku, sehingga dapat memberikan bentuk sebagai suatu masyarakat. Ciri-ciri struktur social secara khusus diantaranya diferensiasi, status, peran, dan institusi. Masalah social menurut Soerjono Soekanto adalah factor ekonomi, biologis, psikologis, social dan kebudayaan. Beberapa Contoh Masalah Sosial diantaranya kemiskinan, kejahatan, disorganisasi keluarga, masalah remaja, peperangan, kelainan social, masalah kependudukan, masalah gender, masalah kekerasan, dsb. Fungsi struktur sosial dalam kehidupan masyarakat menurut Mayor Polak (1979) sebagai pengawasan sosial, yaitu sebagai penekan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran terhadap norma-norma, nilai-nilai, dan peratuan-peraturan, sehingga disiplin dalam kelompok cenderung dapat dipertahankan. Struktur sosial juga berfungsi sebagai dasar untuk menanamkan suatu disiplin sosial karena aturan disiplinnya berasal dari dalam kelompok sendiri, maka perlakuan pengawasan dalam kelompoknya cenderung lebih mudah untuk dapat diterima sebagai kepentingan sendiri.

















DAFTAR PUSTAKA

Nurdin, Amin dan Abrori, Ahmad. 2006.  MENGERTI SOSIOLOGI Pengantar Memahami Konsep-Konsep Sosiologi. Ciputat: UIN JAKARTA PRESS
Abdulsyani. 1992. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Bandar Lampung: Bumi Aksara
Setiadi, Elly. M dan kolip Usman. 2011. PENGANTAR SOSIOLOGI. Jakarta: Kencana

AKIDAH ILMU KALAM "SYIRIK, NIFAK, JAHILIYAH, KEFASIKAN, KESESATAN, DAN AR-RIDDAH"

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fenomena umum masyarakat modern dengan arus globalisasi yang cenderung pada materialism-hedonistik sering mendewa-dewakan  harta, kedudukan dan kemewahan tanpa menghiraukan norma-norma agama. Kehidupan semacam ini dipengaruhi beberapa faktor, baik eksternal maupun internal dalam diri manusia itu sendiri, sehingga manusia sering kehilangan pedoman hidup (dustur al-hayah). Lebih dari itu, untuk mencapai keinginannya, manusia sering memakai media apa saja yang kiranya memberikan harapan menggapai keinginannya. Pada zaman sekarang ini, lebih dikenal dengan  perkembangan science dan teknologi, dimana manusia banyak berpikir ktitis dan rasional tapi masih ada yang percaya kepada mistik, berteman dengan jin, jual beli tuyul dan seterusnya. Perilaku ini terjadi karena  masih ada sifat Jahiliyah,  pengaruh animism dan dinamisme. Ironisnya, perbuatan semacam itu dikerjakan oleh orang-orang yang  mengaku dirinya agama Islam.

Rumusan Masalah
Apa definisi syirik?
Apa saja macam-macam syirik?
Apa yang dimaksud kufur?
Apa saja macam-macam kufur?
Apa definisi nifak?
Apa saja macam-macam nifak?
Apa yang dimaksud dengan jahiliyah?
Apa yang dimaksud kefasikan?
Apa yang dimaksud kesesatan?
Apa yang dimaksud ar-riddah?






BAB II
PEMBAHASAN
SYIRIK
Definisi Syirik
Syirik ialah menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal-hal yang seharusnya ditujukan hanya kepada Allah, seperti berdoa meminta kepada selain Allah di samping berdoa memohon kepada Allah. Atau, memalingkan suatu ibadah tertentu seperti penyembelihan kurban, bernadzar, doa, dan lain sebagainya kepada selain Allah.
Barangsiapa yang beribadah kepada selain Allah berarti ia telah meletakkan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak menerimanya. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Luqman: 13




Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".




Allah tidak akan mengampuni orang musyrik yang mati di atas kesyirikannya. Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S An-Nisa: 48




Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar


Surga diharamkan atas orang musyrik. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Maidah: 72




Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.


Kesyirikan akan menghapus seluruh amal kebajikan. Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S Al-An’am: 88




Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan


Darah dan harta orang musyrik hukumnya halal (ia boleh dibunuh dan diambil hartanya). Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S At-Taubah: 5




Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.


Jadi, syirik adalah dosa yang paling besar. Nabi bersabda, “Maukah kalian kuberitahu mengenai dosa yang paling besar? Para sahabat menjawab, ya, wahai Rasulullah. Beliau bersabda (yaitu) menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua”.
Syirik adalah sebuah kekurangan dan aib yang telah Allah sucikan dari diri-Nya. Karenanya, barangsiapa yang meyekutukan Allah berarti ia telah menetapkan sesuatu yang telah Dia sucikan dari diri-Nya. Dan ini adalah puncak pembangkangan, kesombongan, dan permusuhan kepada Allah.
Macam-macam Syirik
Syirik ada dua macam, diantaranya:
Syirik Besar
Syirik besar adalah memalingkan suatu ibadah untuk selain Allah yang ganjarannya dapat mengeluarkan pelakunya dari islam dan menempatkannya kekal di dalam neraka bila hingga meninggal dunia ia belum bertaubat darinya.
Syirik  besar ada empat macam:
Syirkud Da’wah (syirik doa). Berdoa memohon kepada selain Allah di samping memohon kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S Al-Ankabut: 65




Maka apabila mereka naik kapal mereka mendo'a kepada Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)


Syirkun Niyyah wal Iradah wal Qashd (syirik niat); yaitu memperuntukkan dan meniatkan suatu ibadah kepada selain Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Hud: 15-16




Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.






Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.


Syirkuth Tha’ah (Syirik ketaatan); yaitu menaati selain Allah dalam bermaksiat kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S At-Taubah: 31




Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.


Syirkul Mahabbah (syirik kecintaan); menyamakan kecintaan kepada selain Allah dengan kecintaan kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah: 165





Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).


Syirik Kecil
Syirik kecil tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari islam tapi dapat mengurangi (nilai) tauhid dan dapat menjadi perantara kepada syirik besar.
Amalan perbuatan yang termasuk syirik kecil, diantaranya:
Bersumpah dengan nama selain Allah.
Rasulullah saw bersabda “Barang siapa bersumpah dengan nama selain Allah, sungguh ia telah berbuat kekufuran atau kesyirikan”.
Memakai azimat (untuk menolak bahaya atau memurahkan rezeki).
Sabda Rasulullah saw “Barang siapa menggantungkan diri kepada azimat maka dia telah berbuat syirik”. (HR Ahmad)
Menggunakan mantra-mantra untuk menolak kejahatan, pengobatan dan sebagainya.
Sabda rasulullah “ Sesungguhnya mantra, azimat, dan guna-guna itu adalah perbuatan syirik”. (HR Ibn Hibban)
Sihir.
Sabda Nabi saw bersabda “Barang siapa membuat satu simpul kemudian dia meniupinya, maka sungguh ia telah menyihir. Barang siapa menyihir, sungguh ia telah berbuat syirik”. (HR. Nasa’i)
Ramalan atau perbintangan.
Sabda Nabi saw “Barang siapa mempelajari dari salah satu cabang perbintangan, maka ia telah mempelajari sihir”. (HR. Abu Dawud)
Bernazar kepada selain Allah.
Sabda Nabi saw “Barang siapa yang bernazar untuk berbuat taat kepada Allah maka hendaklah ia melaksanakan nazarnya itu, dan barang siapa yang bernazar untuk mendurhakai Allah maka janganlah ia mendurhakainya”. (HR. Bukhori)
Riya’ (ingin dilihat orang) dan sum’ah (ingin didengar orang).
Apabila riya’ bercampur dengan suatu amalan, maka ia akan menjadikannya batal, tertolak. Karenanya, dalam beramal seseorang harus ikhlas, Allah Ta’ala berfirman.
Nabi saw bersabda, “Sesuatu yang paling aku khawatirkan menimpa kalian ialah syirik kecil”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu syirik kecil?” Beliau menjawab, “Riya”.

KUFUR
Definisi Kufur
Al-Kufr secara bahasa berarti penutup. Sedangkan menurut definisi syar’i berarti tidak beriman kepada Allah dengan Rasul-Nya, baik dengan mendustakannya ataupun tidak.

Macam-macam Kufur
Kekufuran ada dua macam:
Kufur akbar (kufur besar)
Kufur akbar dapat mengeluarkan pelakunya dari agama islam. Kufur jenis ini terbagi menjadi lima:
Kufrut Takdziib (kafir karena mendustakan). Dalilnya ialah firman Allah Ta’ala Q.S Al-Ankabut: 68





Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir?




Kufrul Iibaa’ wal Istikbaar ma’at Tashdiiq (kafir karena menolak dan sombong, tapi disertai dengan pembenaran). Dalilnya ialah firman Allah Ta’ala Q.S Al-Baqarah: 34




Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.


Kufrusy Syakk (kafir karena ragu). Dalilnya ialah firman Allah Ta’ala Q.S Al-Kahfi: 35-38




Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya,








dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu".






Kawannya (yang mu'min) berkata kepadanya - sedang dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?





Tetapi aku (percaya bahwa): Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku


Kufrul I’radh (kafir karena berpaling). Dalilnya ialah firman Allah Ta’ala Q.S Al-Ahqaf: 3




Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.


Kufrun Nifaaq (kafir karena nifak). Dalilnya ialah firman Allah Ta’ala Q.S Al-Munafiqun: 3





Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti.


Kufur ashgar (kufur kecil)
Kufur kecil tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama islam. Kufur ini bersifat amali (amalan). Seperti :
Kufur nikmat yang disebutkan dalam firman Allah Q.S An-Nahl: 83




Mereka mengetahui ni'mat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.

Membunuh
Nabi saw bersabda “menghina seorang mukmin adalah sebuah kefasikan dan membunuhnya adalah sebuah kekufuran”.
Bersumpah dengan nama selain Allah
Nabi saw bersabda “Barang siapa bersumpah dengan selain nama Allah berarti ia telah kafir atau musyrik”.

NIFAK
Definisi Nifak
Secara bahasa, kata nifak berasal dari kata nafiqa; lubang tempat keluar hewan sejenis tikus (yarbu) dari sarangnya, jika hendak ditangkap dari satu lubang maka ia akan berlari kelubang lainnya  dan keluar darinya. Ada yang berpendapat, nifak berasal dari kata an-nafaq; lubang terowongan yang digunakan untuk bersembunyi.
Sedangkan menurut pengertian syar’i, makna nifak ialah menampakkan keislaman dan kebaikan serta menyembunyikan kekafiran dan keburukan.

Macam-macam nifak
Nifak ada dua yaitu:
Nifak i’tiqadi (nifak keyakinan)
Disebut juga dengan nifak besar, yaitu: menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran. Nifak jenis ini dapat menyebabkan pelakunya keluar dari agama islam secara total dan menempatkannya di neraka yang paling bawah. Allah menyifati pelakunya dengan segala sifat buruk; kafir, tidak mempuyai iman, tindakan mengolok-olok dan mengejek islam dan pemeluknya, serta kencendrungan total kepada musuh-musuh islam karena keikut sertaan mereka dalam memusuhi islam.
Mereka akan senantiasa ada disetiap masa. Terlebih saat islam kuat dan mereka tidak mampu menyerangnya secara terang-terangan. Dalam kondisi seprti ini mereka akan berusaha menyusup kedalam islam untuk melancarkan tipu daya yang ditunjukan kepada islam dan kaum muslimin dan agar mereka dapat hidup berdampingan dengan orang-orang islam serta mengamankan darah (nyawa) dan harta mereka.
Seorang munafik akan menampakkan keimanan kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab-nya, dan keimanan pada hari akhir. Padahal dalam batinnya terlepas dari itu semua dan mendustakannya.
Jenis nifak ini ada empat macam:
Mendustakan Rasul atau mendustakan sebagian ajaran yang beliau bawa.
Membenci Rasul atau membenci sebagian ajaran yang beliau bawa.
Senang jika melihat agama islam kemunduran.
Tidak senang melihat islam menang.
Nifak amali
Yaitu, melakukan suatu amalan orang-orang munafik dengan masih menyisakan iman didalam hati. Nifak jenis ini tidak sampai menyebabkan pelakunya keluar dari islam. Hanya saja ia dapat menghantarnya pada hal tersebut. Di dalam diri pelakunya terdapat iman dan nifak. Semakin banyak ia amalan (nifak) ini, itu akan menyebabkannya menjadi seorang munafik tulen. Dalilnya ialah sabda nabi;
اَرْبَعٌ وَاِذَا حَدَثَ كَذَبَ وَاِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَاِذَا خَاصَمَ فَجَرَ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كاَنَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ َحتَّي يَدَعَهَا اِذَاؤْتُمِنَ خَانَ
“Ada empat sifat, jika kesemuanya ada dalam diri seseorang maka ia seorang munafik
tulen. Barang siapa dalam dirinya terdapat salah sifat itu, berarti dalam dirinya ada satu sifat kemunafikan hingga ia meninggalkannya, yaitu jika dipercaya ia berkhianat, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia menyalahinya, dan jika bertikai ia berkata kotor”.
Sesungguhnya, di dalam diri seorang hamba terkadang ada sifat-sifat yang baik dan yang buruk, juga sifat-sifat orang beriman, orang kafir dan munafik. Ia akan mendapat pahala dan siksa sesuai dengan konsekwesinya perbuatan yang dilakukannya . Contoh masalah sholat bejamah di masjid. Perbuatan tersebut termasuk salah satu sifat orang munafik.
Sifat nifak sangat berbahaya. Para sahabat begitu takut dan khawatir kalau-kalau dirinya terjerumus kedalamnya. Ibnu Abi malikah berkata, ‘’Aku pernah bertemu tiga puluh orang sahabat. Seluruhnya takut dan khawatir kalau-kalu kemunafikan ada dalam dii mereka.

JAHILIYAH
Yaitu kondisi orang-orang Arab sebelum islam datang bodoh tentang Allah, Rasul-Rasul-nya, dan syariat agama. Kata jahiliyah disebutkan kepada jahl (bodoh), artinya tidak memiliki pengetahuan, jahiliah tebagi menjadi dua macam:
Jahiliyah umum, yaitu sebelum Rasulullah Muhammad diutus, dan berakhir dengan diutusnya beliau.
Jahiliyah khusus, yaitu yang terjadi di beberapa negara dan pada sebagian orang. Jahiliyah semacam ini masih ada hingga sekarng. Karenanya Rasul bersabda;
 اَرْبَعٌ مِنْ اُمَّتِيْ مِنْ اَمْرِالْجَاهِلِيَّ
“Ada empat hal dalam umatku yang termasuk perkara jahiliyah’’
Beliau juga telah bersabda kepada Abu Dzar
اِنَّكَ أمْرُؤٌ فِيْكَ جَاهِلِيَّة
‘’ Engkau adalah seorang yang dalam dirimu ada kejahiliyah’’
Dengan ini, jelaslah kekeliruan mereka yang menggeneralisir kejahiliyahan masa sekarang mengatakan, ‘’kejahiliyahan abad ini,’’ atau yang semisa. Seharusnya mereka mengatakan ‘’kejahiliyahan sebagian atau mayoritas orang pada abad ini.’’ Sikap yang menggeneralisir tersebut tidak dapat dibenarkan dan tidak  dibolehkan karena kejahiliyahan umum telah hilang dengan diutusnya nabi.
KEFASIKAN
Al-fisqu secara bahasa berarti al-kuruj, keluar, sedang secara syar’i berarti keluar dari ketaatan kepada Allah. Kafasikan ada dua macam:
Kefasikan yang dapat menyebabkan pelakunya pindah agama, yakni kufur, karenanya kafir juga disebut fasik. Demikian allah Ta’ala menyebutkan iblis dari firmannya:
فَفَسَقَ عَنْ اَمْرِ رَبِّهِ(٥٠)
“Maka ia mendurhakai perintah Rabbnya”. (Al-khafi:50)
Artinya, kefasikan darinya itu adalah sebuah kekufuran.
Kefasikan yang tidak menyebabkan pelakunya pindah agama. Karenanya, orang islam yang bermaksiat dinamakan orang fasik. Sebab, kefasikannya tidak sampai mengeluarkannya dari islam. Allah ta’alaberfirman;
فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَ لَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ (١٩٧ )
“Barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan dalam haji maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan dan berbantah-bantahan didalam masa mengerjakan haji.’’ (Al-baqarah:197).

ADH-DHALAL: KESESATAN
Ialah menyimpang dari jalan yang lurus. Kesesatan adalah anonim petunjuk. Allah Ta’ala berfirman;
مَّنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِيْ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَ...( ١٥)
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah) maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk ( keselamatan) diriya sediri; dan barangsiapayang sesat maka
sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri”.(Al-isra:15)

AR-RIDDAH
Definisi Ar-Riddah
Ar-Riddah secara bahasa berarti, kembali secara istilah berarti kafir setalah sebelumnya islam Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَتْرَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهِ فَيَمُتْ فَهُوَ كَافِرٌ فَاُؤْلَئِكَ حَبِطَتْ اَعْمَلَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ  وَ أُوْلَئِكَ اَصْحَبُ ألنَّارِ هُمْ فِيْهَا خَلِدُوْنَ
‘’Barang siapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalnya didunia dan diakhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.’’ (AL-Baqarah:217)

Macam-macam Ar-Riddah:
Riddah karena ucapan.
Contoh: menjelek-jelekan Allah, Rasul-nya, para malaikat-nya, atau salah seorang utusan-nya, atau mengaku mengetahui yang gaib.
Riddah karena perbuatan.
Contoh, sujud pada patun, pohon, batu dan kuburan,serta menyebelih hewan untuk mempersebahkan kepadanya dan sebagainya.
Riddah karena akidah (keyakinan).
Contoh,meyakini adanya sekutu bagi Allah. Atau meyakini kalau zina, meminum khamer, dan riba itu halal.
Riddah karena meraggukan sesuatu yang telah tersebut diatas.
Contoh, orang yang meragukan keharaman syirik, zina, dan khamer, meragukan ke halalan  (memakan) roti, meragukan risalah nabi atau para nabi yang lain, atau meragukan kebenarannya,atau meragukan dinul islam serta kelayakannya diterapkan pada zaman sekarang.





BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Macam-macam  penodaan agama diantaranya syirik, kufur, nifak, jahiliyah, kefasikan, dan kesesatan. Syirik, kufur, nifak, jahiliyah, kefasikan, dan kesesatan terbagi menjadi dua yaitu besar dan kecil, diantaranya:
Syirik, kufur, nifak, jahiliyah, kefasikan, dan kesesatan yang besar dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam dan dapat menghapus seluruh amalnya. Sedangkan yang kecil tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam dan tidak menghapus amalnya. Hanya saja ia dapat mengurangi (pahala) amal-amalnya sesuai kadar kekafirannya, dan pelakunya terancam disiksa.
Syirik, kufur, nifak, jahiliyah, kefasikan, dan kesesatan yang besar dapat menyebabkan pelakunya kekal di neraka. Sementara apabila pelaku Syirik, kufur, nifak, jahiliyah, kefasikan, dan kesesatan kecil sampai masuk neraka, ia tidak dapat menyebabkannya kekal di dalamnya. Karena bisa jadi Allah mengampuninya dan sama sekali  tidak memasukkanya ke neraka.
Syirik, kufur, nifak, jahiliyah, kefasikan, dan kesesatan besar dapat menghalalkan darah dan harta (pelakunya), sedangkan yang kecil tidak.












DAFTAR PUSTAKA

Shalih. 2012. KITAB TAUHID. Jakarta: UMMUL QURA
Ilyas, Yunahar. 1992. KULIAH AKIDAH ISLAM. Yogyakarta: LPPI